yufid.com

Kamis, 04 Juni 2015

Ketinggian Alloh

Posted by Abu Abdillah Riza Firmansyah On 02.22 No comments
KETINGGIAN ALLOH DAN DALIL-DALILNYA
-----------------------------------

Segala puji bagi Alloh Rabb semesta alam dan semoga shalawat dan salam tercurahkan atas Nabi Muhammad, amma ba’du;


Ketinggian Alloh ('uluw) adalah salah satu sifat dzatiah (yaitu sifat yang tetap pada dzat Alloh). Sifat ini terbagi menjadi dua:
Pertama: Ketinggian sifat. Artinya: tidak ada satu sifat sempurnapun kecuali Alloh memi-liki sifat yang lebih tinggi dan sempurna darinya.
Kedua: Ketinggian dzat. Artinya bahwa Alloh tinggi dengan dzat-Nya di atas sege-nap makhluk-Nya.
Hal ini disyaratkan oleh Al-Qur'an, As-Sunnah, Ijma', akal dan fitrah.
Sesungguhnya Al-Qur'an dan As-Sunnah penuh dengan dalil yang secara jelas dan tegas menetapkan ketinggian Alloh dengan dzat-Nya di atas makhluk-Nya. Di antaranya:
Terkadang menyebutkan ketinggian, kebe-radaan di atas, istiwa' (bersemayam) di atas Asry dan keberadaan-Nya di atas langit. Se-perti firman-Nya:
Dan Alloh Maha Tinggi lagi Maha Besar. (Al-Baqarah: 255).
Sucikanlah nama Rabbmu Yang Maha Tinggi. (Al-A'laa: 1).
Mereka takut kepada Tuhan mereka yang di atas mereka. (An-Nahl: 50).
Alloh Yang Maha Pemurah, yang bersemayam di atas Arsy. (Thaahaa: 5).
Apakah kalian merasa aman terhadap Alloh yang di langit bahwa Dia akan menjungkir balikkan bumi bersama kalian? (Al-Mulk: 16).

Adapun dari As-Sunnah:
وَ الْعَرْشُ فَوْقَ ذَلِكَ وَ اللهُ فَوْقَ الْعَرْشِ
"Dan Arsy berada di atasnya, dan Alloh ber-ada diatas Arsy."
أَلاَ تَأْمَنُوْنِيْ وَ أَنَا أَمِيْنُ مَنْ فِي السَّمَاءِ
“Tidakkah kalian mempercayaiku aku se-dang aku adalah kepercayaan Alloh yang ada di atas langit?"
Terkadang menyebutkan naik dan terang-katnya sesuatu menuju-Nya, seperti::
Kepada-Nya lah naik perkataan-perkataan yang baik (Faathir: 10).
Malaikat-malaikat dan jibril naik (menghadap) kepada Alloh. (Al-Ma’arij: 4).
Tetapi, Alloh telah mengangkatnya (Isa) kepadaNya. (An-Nisa': 158).
Dan sabda Nabi :
وَ لاَ يَصْعَدُ إِلَى اللهِ إِلاَّ الطَّيِّبُ
“Tidaklah naik menuju Alloh kecuali hal yang baik.”
ثُمَّ يَعْرُجُ الَّذِيْنَ بَاتُوْا فِيْكُمْ إِلَى رَبِّهِمْ
“Kemudian mereka yang telah menginap di te ngah-tengah kalian naik menuju Rabb mereka.”
يُرْفَعُ إِلَيْهِ عَمَلُ اللَّيْلِ قَبْلَ عَمَلِ النَّهَارِ وَ عَمَلُ النَّهَارِ قَبْلَ عَمَلِ اللَّيْلِ
“Diangkat kepadaNya amalan malam hari sebelum amalan siang hari, dan amalan siang hari sebelum amalan malam hari.” [Diriwayatkan oleh Ahmad].
Terkadang menyebutkan turunnya sesuatu dariNya, dan lain-lain. Seperti firman-Nya:
(Al-Qur’an) Diturunkan dari Rabb semesta alam. (Al-Waqi'ah: 80).
Katakanlah: “Ruhul Qudus (jibril) menurunkan Al-Qur'an itu dari Rabbmu.” (An-Nahl: 102).
Dan sabda Nabi :
يَنْزِلُ رَبُّنَا إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ اْلآخِرِ
“Rabb kami turun ke langit dunia ketika tersisa sepertiga malam terakhir.”
Dan masih banyak lagi ayat-ayat serta hadits-hadits lainnya yang mutawatir dari Nabi .
Adapun ijma': Sesungguhnya para sahabat, Tabi'in yang mengikuti mereka dengan ke baikan serta para imam Ahli Sunnah berse pakat bahwa Alloh Ta'ala berada di atas la ngit-Nya, di atas Arsy-Nya. Banyak sekali ucapan mereka tentang hal ini. Al-Auza'i ber kata: “Kami dan Tabi'in sepakat berkata: “Se-sungguhnya Alloh Ta'ala dzikruh berada di atas Arsy-Nya, dan kami mengimani sifat-si fat yang tercantum dalam As-Sunnah.”
Al-Auza'i mengucapkan hal ini setelah mun culnya Mazhab Jahmiyah yang meniadakan sifat Alloh dan ketinggian-Nya; agar orang-orang mengetahui bahwa Mazhab Salaf ber lawanan dengan Mazhab Jahmiyah.
Tidak seorangpun dari kalangan Salaf pernah mengatakan bahwa Alloh tidak di atas langit. Tidak pula mengatakan bahwa Alloh dengan dzat-Nya berada di setiap tempat. Tidak pula mengatakan bahwa semua tempat dibanding kan dengan Alloh adalah sama. Tidak pula mengatakan bahwa Alloh tidak berada di da-lam atau luar alam, tidak bersambung dan ti-dak terputus. Dan tidak pula mengatakan bahwasanya tidak diperbolehkan mengi-syaratkan dengan anggota tubuh ke arah Alloh, bahkan sebaliknya makhluk yang pa-ling mengenal-Nya (Rasulullah) telah mengi-syaratkan ke arah-Nya ketika Haji Wada' pada hari Arafah. Beliau mengangkat jari te lunjuknya ke arah langit dan berkata: "Ya Alloh, saksikanlah." Mempersaksikan Rabb-nya atas ikrar umatnya bahwa dia telah me-nyampaikan risalah.
Adapun akal: Sesungguhnya setiap akal se-hat mingisyaratkan wajibnya ketinggian Alloh dengan dzat-Nya di atas makhluk-Nya, dari dua sisi:
Pertama: 'Uluw (Tinggi) adalah sifat sem purna, dan Alloh Ta'aala wajib memiliki ke-sempurnaan mutlak dari segala segi, sehing-ga wajib menetapkan sifat 'uluw bagi Alloh.
Kedua: Lawan dari tinggi adalah rendah, dan rendah adalah sifat kekurangan, sedang Alloh suci dari segala sifat kekurangan, se-hingga wajib mensucikan-Nya dari sifat ren-dah dan menetapkan lawannya yaitu tinggi.
Adapun fitrah: Sesungguhnya Alloh Ta'aala memberi fitrah kepada seluruh makhluk, baik yang arab maupun non arab, bahkan binatang, untuk beriman kepada-Nya dan mengimani ketinggian-Nya. Tidak seorang hambapun menghaturkan do'a atau beri badah kepada Rabbnya melainkan dia mera-sakan adanya keharusan untuk memohon ke atas dan menghadapkan hatinya menuju la-ngit, tidak melirik kekiri dan ke kanan. Tidaklah menyimpang dari konsekuensi fit-rah ini melainkan orang yang dipalingkan oleh syaitan dan hawa nafsu.
Pernah Abul Ma'ali Al-Juwaini berkata da-lam majlisnya: "Alloh telah ada dan tidak ada sesuatu apapun, dan Dia sekarang tetap berada di atas tempat-Nya yang dulu." (Dia mengungkapkan pengingkaran atas berse-mayamnya Alloh di atas Arsy). Maka Abu Ja'far Al-Hamadani berkata: "Tidak usah me-nyinggung Arsy – karena hal itu ditetapkan oleh nash – tapi tolong beritahu kami tentang keharusan yang kami rasakan dalam hati. Tidak ada seorang berakalpun berkata: 'Yaa Alloh' kecuali dia merasakan dalam hatinya keharusan untuk memohon ke atas, tidak melirik ke kiri atau ke kanan. Bagaimana kami menepis hal ini?" Abul Ma'ali lantas berseru sambil menampar wajahnya sendiri, katanya: "Al-Hamadani telah membuatku bi ngung, Al-Hamadani membuatku bingung.”
Adapun firman Alloh Ta'ala yang berbunyi:
         
Dan Dia-lah Alloh, baik di langit maupun di bumi; Dia mengetahui apa yang kalian rahasiakan dan apa yang kalian lahirkan. (Al-An'am: 3).
Dan firman-Nya:
            
Dan Dia-lah Ilah di langit dan Ilah di bumi, dan Dia-lah Yang Maha Bijaksana lagi Maha Mengetahui. (Az-Zukhruf: 84).
(Kedua ayat ini) tidaklah memiliki makna bahwa Alloh berada di bumi sebagaimana Dia berada di atas langit. Barang siapa me-miliki anggapan seperti ini atau menukilnya dari salah seorang Salaf maka dia telah keliru dengan anggapannya dan berdusta dengan penukilannya.
Makna ayat pertama adalah: Bahwa Alloh di sembah di langit dan di bumi. Seluruh peng huni langit dan bumi menghamba kepada-Nya dan menyembah-Nya. Atau bisa pula dimaknakan: Alloh berada di atas langit, ke-mudian Dia memulai kalimat baru dengan firman-Nya:
Dan di bumi Dia mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian lahirkan. (Al-An'am: 3).
Artinya: Alloh mengetahui apa yang kalian sembunyikan dan apa yang kalian tampakkan di bumi, sesungguhnya keting-gian-Nya di atas langit tidaklah mengha langi-Nya untuk mengetahui apa yang ka-lian sembunyikan dan apa yang tampakkan di bumi.
Adapun makna ayat kedua: Bahwa Alloh adalah Ilah (yang disembah) di langit dan Ilah di bumi. Uluhiyah-Nya tetap di langit dan di bumi, meskipun Dia berada di atas la ngit. Sama artinya dengan ucapan seseorang: "Fulan adalah amir (pemimpin) di Makkah dan amir di Madinah; yaitu kepemim pinannya tetap di dua daerah tersebut, meski pun dia berada di salah satu dari kedua dae rah tersebut. Ini adalah ungkapan yang be-nar, baik di timbang dari segi bahasa mau pun ‘urfi. WAllohu a'lam.
Turunnya Alloh Ke Langit Dunia:
Dalam Shahihain, dari Abu Hurairah  di sebutkan bahwa Nabi  bersabda:
يَنْزِلُ رَبُّنَا إِلَى السَّمَاءِ الدُّنْيَا حِيْنَ يَبْقَى ثُلُثُ اللَّيْلِ اْلآخِرِ فَيَقُوْلُ مَنْ يَدْعُوْنِيْ فَأَسْتَجِيْبَ لَهُ مَنْ يَسْأَلُنِيْ فَأُعْطِيَهُ مَنْ يَسْتَغْفِرُنِيْ فَأَغْفِرَ لَهُ
"Rabb kami turun ke langit dunia ketika sepertiga malam terkhir dan berkata "Siapakah yang berdoa kepada-Ku niscaya Aku kabulkan? Siapakah yang meminta pada-Ku niscaya Aku penuhi? Siapakah yang memohon ampun kepada-Ku niscaya Aku ampuni?"
Hadits ini telah diriwayatkan dari Nabi  oleh sekitar dua puluh delapan orang sha-habat  dan Ahlus Sunnah Wal Jama’ah se-pakat untuk menerimanya.
Turunnya Alloh ke langit dunia adalah salah satu sifat fi'liyah yang berhubungan dengan kehendak dan hikmah-Nya. Turunnya Alloh adalah hakikat (bukan majaz), sesuai dengan keagungan dan kebesaran-Nya. Tidak dibe-narkan merubah maknanya menjadi: Pe rintah-Nya turun, rahmat-Nya turun atau sa-lah satu dan malaikat-Nya turun. Hal ini ba til dilihat dari beberapa sisi:
Pertama: Penafsiran itu menyelisihi konteks hadist, karena Nabi  menyadarkan "Turun" kepada Alloh. Sesungguhnya sesuatu itu ha nya disandarkan kepada pelaku yang me nimbulkannya atau melakukannya. Sehingga jika dialihkan kepada selain pelakunya, hal tersebut merupakan penyelewengan yang menyelisisi hukum asal.
Kedua: Menafsirkannya dengan makna ter sebut membuat kesimpulan bahwa ada ba gian yang terbuang dari hadits tersebut. Se dang hukum asalnya tidak ada yang ter buang alias lengkap.
Ketiga: Turunnya perintah-Nya atau rahmat-Nya tidak terbatas pada bagian malam ter sebut saja, namun perintah dan rahmat-Nya turun setiap waktu.
Jika ada yang berkata: Maksudnya adalah pe rintah khusus dan rahmat khusus, sehingga tidak mesti turun setiap waktu.
Jawabannya: Baik, anggap saja asumsi dan ta’wil ini benar. Namun coba perhatikan, hadits di atas mengisyaratkan bahwa batas turunnya adalah langit dunia (langit per-tama), lantas faidah apakah yang kita dapat kan dari turunnya rahmat ke langit dunia sampai-sampai Nabi  mengabarkannya ke pada kita?!
Keempat: Hadist di atas mengindikasikan bahwa yang turun tersebut berucap: "Siapa yang berdo'a kepada-Ku akan Aku penuhi? Siapa yang memohon ampun kepada-Ku akan Aku ampuni?” Hal ini tidak mungkin di ucapakan oleh seorangpun kecuali Alloh .
Menggabungkan Antara Nash-Nash Ten tang Ketinggian Alloh Dengan Dzat-Nya Dengan Nash-Nash Tentang Turunnya Alloh Ke Langit Dunia:
Ketinggian Alloh adalah salah sifat dzatiyah-Nya yang tidak mungkin terpisah kan dari-Nya. Sifat ini tidaklah menafikan kandungan nash-nash tentang turunnya Alloh ke langit dunia. Penyatuan antara ke-dua sifat ini dapat dilakukan sebagai berikut:
Pertama: Bahwa nash-nash (Al-Qur'an dan As-Sunnah)lah yang menyatukan antara keduanya, sedang nash-nash (Al-Qur'an dan As-Sunnah) tidaklah mengandung suatu hal yang mustahil.
Kedua: Bahwasanya Alloh, tidak ada suatu apapun yang menyamai-Nya dalam seluruh sifat-Nya, sehingga turunnya Alloh tidak sama seperti turunnya makhluk. Karenanya tidak bisa dikatakan bahwa hal ini menafikan ketinggian-Nya serta membatalkannya. Walllaahu a'alam.

(Dinukil dari: Fathu Rabbil Bariyyah Bitalkhis Al-Hamawiyah karya Syaikh Muhammad bin Shalih Al-Utsaimin rahimahulloh).
Abu abbas

0 komentar:

Cari Artikel Hidayahsalaf