HUKUM COBLOS DALAM PEMILU
Segala puji milik Alloh, semoga shalawat serta salam tercurah kepada nabi Muhammad Shallallohu'alaihi wa sallam , keluarga beserta para Shahabat yang setia mengikuti Beliau dengan baik.
Pemilu jelas adalah bukan dari Islam, tidak ada
satupun dalil shohih yang menghalalkan Pemilu.
Manhaj Salafus Sholih telah jelas sebagai contoh
dimana Nabi Shallallohu'alaihi wa sallam dibujuk rayu oleh Utbah bin Rabi'ah
suruhan Pemimpin Quraisy dengan iming-iming harta, jabatan yang tinggi, dan
wanita yang paling cantik Beliau menolaknya.
Para Salafus Sholih yang senantiasa setia memegang
teguh manhaj Nabi Shallallohu'alaihi wa sallam dan Para Shahabat tidak
pernah meridhoi pemilu, nyoblos, kampanye, dan semisalnya mereka tidak pernah
sama sekali melakukan perbuatan yang nota bene itu adalah jelas produk orang
kafir.
Apakah kita tidak merasa cukup dengan diamnya para
Salaf terlebih hal itu jelas memiliki kemungkaran….?
Perhatikanlah prinsip-prinsip pokok Aqidah dan
Manhaj Salaf di dalam kitab Syarhus Sunnah oleh Al Imam Al Barbahari rahimahulloh
berkata:
"Ketahuilah,
semoga anda dirahmati Alloh, setiap ucapan yang Anda dengar pada zamanmu,
janganlah Anda tergesa-gesa dan menanggapinya sehingga Anda bertanya dan
memperhatikan: Apakah hal itu telah dibicarakan oleh sahabat Nabi atau salah
seorang ulama Ahli Sunnah, apabila anda mendapatkan sebuah atsar (pengkhabaran)
tentang hal tersebut dari mereka (sahabat Nabi atau Ulama Ahli Sunnah) maka
peganglah erat-erat dan jangan mencoba untuk meninggalkannya karena alasan
apapun sehingga memilih ajaran yang lain sehingga Anda terjatuh ke dalam api
Neraka.”
Dari perkataan ini terdapat dalil yang jelas bahwa
pemilu tidak ada di dalam Islam dan hal itu termasuk perkara baru.
Perkara yang sangat aneh, baru, dan mengherankan
ketika ada orang yang membela manhaj Pemilu dengan membawakan segelintir fatwa
Ulama' yang mendukung manhaj Pemilu yang seolah-olah diantara para Ulama' Salaf
yang belakangan ini terjadi perselisihan diantara mereka.
Maka sikap yang baik adalah kita tetap menghormati
fatwa mereka yakni Ulama' Salaf abad ini dan berbaik sangka dengan fatwa
mereka, dimana ketika para Ulama' berfatwa maka mereka memperhatikan beberapa
keadaan yang masalah itu adalah masalah yang sangat rawan.
Dan kita sebagai Ahlus Sunnah wal jama'ah Salafiyyun
diwajibkan hanya berittiba' kepada dalil bukan kepada orang-perongan.
Kejadian seperti ini yaitu kedangkalan dalam masalah
dalil dan mentah dalam mencerna fatwa dapat berakibat fatal.
Hal ini pun terjadi pada orang-orang yang mendukung
Pemilu dan para Hizbiyyun yang dengan mentahnya menyimpulkan bahwa Syaikh
Muhammad Nashiruddin Al Albani pernah menfatwakan bolehnya Pemilu atau nyoblos.
DEFINISI DEMOKRASI
Abdul Ghani Ar Rahhal di dalam bukunya, Al Islamiyyun wa Sarah Ad Dimuqrathiyyah mendefinisikan demokrasi sebagai “kekuasaan rakyat oleh rakyat”. Rakyat adalah sumber kekuasaan.
Ia juga menyebutkan bahwa orang yang pertama kali mengungkap teori demokrasi adalah Plato. Menurut Plato, sumber kekuasaan adalah keinginan yang satu bukan majemuk.
Definisi ini juga yang dikatakan oleh Muhammad Quthb
dalam bukunya Madzahib Fikriyyah Mu’ashirah. Dan juga oleh penulis buku Ad
Dimuqrathiyyah fi Al Islam serta yang lainnya.
Perkembangan Demokrasi
Revolusi Prancis tercetus dengan semboyannya yang terkenal “kebebasan, persaudaraan, dan persamaan .” Prancis memasukkan demokrasi ke dalam undang- undang dasarnya di bawah judul Hak-Hak Asasi Manusia pada pasal ketiga :
“Rakyat adalah sumber dan gudang kekuasaan. Setiap lembaga atau individu yang memegang kekuasaan tidak lain mengambil kekuasaan dari rakyat.”
Pasal ini dimasukkan kembali pada undang-undang dasar tahun 1791 M. Di situ disebutkan bahwa tahta kepemimpinan adalah milik rakyat. Sistem ini tidak mengakui model pembagian kekuasaan, pengunduran diri ataupun meraih kekuasaan dengan cara kudeta.
Kemudian paham demokrasi inipun dicantumkan di dalam
undang-undang dasar sebagian Negara Arab
dan Islam. Sebagai contoh di Mesir ditetapkan di dalam undang-undang kesatu
tahun 1923 serta 1956. Dan pada tahun 1971 di dalam undang-undang tersebut
terdapat teks yang menyebutkan antara lain bahwa :
“Kepemimpinan adalah milik rakyat dan rakyat adalah sumber kekuasaan menurut cara yang dijelaskan di dalam undang-undang.”
“Kepemimpinan adalah milik rakyat dan rakyat adalah sumber kekuasaan menurut cara yang dijelaskan di dalam undang-undang.”
Pasal ini terdapat pada undang-undang nyaris semua
negara Arab dan Islam. Pasal semacam ini juga termaktub di dalam undang-undang
Yaman, negara kami. Pada pasal empat misalnya disebutkan :
“Rakyat adalah pemilik dan sumber kekuasaan. Kekuasaan itu bisa diperoleh secara langsung dengan cara referendum* atau lewat pemilihan umum demikian pula mencabut kekuasaan itu dapat dilakukan secara tidak langsung melalui lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif serta melalui majelis-majelis perwakilan yang dipilih.”
“Rakyat adalah pemilik dan sumber kekuasaan. Kekuasaan itu bisa diperoleh secara langsung dengan cara referendum* atau lewat pemilihan umum demikian pula mencabut kekuasaan itu dapat dilakukan secara tidak langsung melalui lembaga legislatif, yudikatif, dan eksekutif serta melalui majelis-majelis perwakilan yang dipilih.”
Dari sini dapat diketahui bahwa demokrasi adalah
“Rabb” yang berhak menetapkan syariat.
Maka tidak samar bagi seorang Muslim bahwa ini
adalah perbuatan kufur akbar, syirik akbar, dan kezaliman yang besar. Allah
Subhanahu wa Ta’ala berfirman mengisahkan perkataan Luqman Al Hakim :
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman : 13)
“Hai anakku, janganlah kamu mempersekutukan (Allah) sesungguhnya mempersekutukan (Allah) adalah benar-benar kezaliman yang besar.” (QS. Luqman : 13)
Syirik
apalagi yang lebih besar daripada meniadakan peribadatan kepada Allah?
Oleh: Asy Syaikh Abu Nashr Muhammad bin Abdillah Al Imam
-..
* Referendum (dari
bahasa Latin) atau jajak pendapat adalah pemungutan suara untuk mengambil
sebuah keputusan (politik)
(Judul asli: Tanwir Azh-Zhulumat bi Kasyfi Mafasid wa Syubuhat
al-Intikhabaat, Penerbit Maktabah al-Furqan, Ajman, Emirate. Sumber:http://www.assunnah.cjb.net)
CONTOH
DARI TIDAK MEMAHAMI FATWA DENGAN BENAR
Berikut ini adalah surat syaikh Albani kepada para pemuda FIS yang menanyakan kepada beliau tentang hukum parlemen dan pemilu di Aljazair. Tulisan beliau ini juga menjawab syubhat para hizbiyyun (termasuk Wahdah Islamiyah Makassar) yang senantiasa menggunakan fatwa beliau untuk menghalalkan PEMILU.
=======================
Bismillahirrahmanirrahim
Segala puji milik ALLAH, kami memujiNya,
memohon pertolonganNya, meminta ampunanNya dan kami berlindung kepada ALLAH
dari segala keburukan diri kami dan kejelekan perbuatan-perbuatan kami.
Barangsiapa diberi hidayah oleh ALLAH tidak akan ada yang dapat menyesatkannya
dan barangsiapa disesatkan tidak akan ada yang dapat memberikan hidayah. Aku
bersaksi bahwa tidak ada tuhan yang berhak disembah selain ALLAH semata, tiada
sekutu bagiNya. Aku bersaksi bahwa Muhammad adalah hambaNya dan RasulNya.
Selanjutnya kepada majelis dakwah dan
bimbingan organisasi FIS, Assalamu ‘alaikum warahmatullahi wabarakaatuh.
Wa ba’du, pagi hari ini Selasa, 18 Jumadil
Akhir 1412 H, saya telah menerima surat dari kalian yang dikirimkan melalui
faks. Saya telah membacanya dan memahami pertanyaan-pertanyaan sekitar pemilu
yang menurut kalian akan segera dilaksanakan pada hari Kamis, yaitu lusa.
Kalian mengharapkan agar saya segera memberikan jawaban. Oleh karena itu, saya
bergegas untuk menuliskan jawabannya pada malam Rabu, agar segera dapat
dikirimkan kepada kalian melalui faks esok harinya, insya ALLAH. Saya
menyatakan terima kasih karena kalian berbaik sangka kepad saudara kalian dan
atas pujian kalian yang tidak layak saya terima. Saya memohon kepada ALLAH
semoga kalian diberi taufik dalam berdakwah dan dapat memberi bimbingan kepada
ummat.
Sekarang inilah jawaban saya terhadap
pertanyaan kalian sesuai kemampuan saya dengan mengharapkan petunjuk ALLAH,
semoga saya ditunjukkan jalan yang benar dalam memberikan jawaban ini.
Pertanyaan pertama :”Bagaimanakah hukum syar’i tentang Pemilu
parlemen yang sedang kami ikuti untuk menjadi jembatan mendirikan negara Islam
dan khilafah Islam ?”
Jawab
: “Suasana paling membahagiakan kaum muslimin di negeri mereka adalah ketika
bendera Laa ilaaha ilallah dikibarkan dan hukum ALLAh dijalankan. Tidak
diragukan lagi, setiap orang Islam -sesuai dengan kemampuannya- harus berjuang
menegakkan negara Islam yang didasarkan pada hukum ALLAH dan Sunnah RasulNya,
menurut manhaj salafus shalih. Sementara sudah diyakini oleh setiap peneliti
muslim bahwa hal semacam itu tidak akan terwujud kecuali dengan ilmu yang
bermanfaat dan amal shalih.
Sebagai langkah pertamanya, hendaklah para ulama melaksanakan dua usaha penting sebagai berikut :
Sebagai langkah pertamanya, hendaklah para ulama melaksanakan dua usaha penting sebagai berikut :
Pertama,
mengajarkan ilmu yang bermanfaat kepada kaum muslimin di lingkungannya. Jalan
satu-satunya adalah membersihkan ilmu-ilmu yang diwariskan oleh Nabi Shalallahu
"˜alaihi wassalam dari segala bentuk syirik dan paganisme, dimana
mayoritas ummat Islam sekarang tidak lagi memahami makna kalimat Laa ilaaha
ilallah. Kalimat thayibah ini mewajibkan pengesaan ALLAH dalam bidang Ibadah,
pengesaan dalam do'a, sehingga seseorang tidak akan meminta bantuan kepada yang
lain, tidak melakukan nadzar dan sesaji kepada selain ALLAH dan menyembah ALLAH
hanya dengan cara-cara yang telah diajarkan oleh ALLAH dan RasulNyam seperti
yang terungkap dalam bagian kedua kalimat syahadat, Muhammad Rasulullah.
Para Ulama berkewajiban untuk membersihkan kitab-kitab fiqih dari pendapat-pendapat dan ijtihad yang bertentangan dengan hadits-hadits shahih, supaya ibadah mereka diterima oleh ALLAH. Mereka juga wajib membersihkan hadits-hadits Rasulullah dari hadits-hadits dha’if dan palsu, yang karena dalam perjalanan sejarah, menyusup ke dalam hadits-hadits Rasulullah. Mereka juga harus membersihkan tingkah laku dan akhlaq ummat dari pengaruh-pengaruh ajaran thariqat sufi, zuhud berlebihan, beribadah secara berlebihan dan sebaginya yang bertentangan dengan ilmu yang benar.
Para Ulama berkewajiban untuk membersihkan kitab-kitab fiqih dari pendapat-pendapat dan ijtihad yang bertentangan dengan hadits-hadits shahih, supaya ibadah mereka diterima oleh ALLAH. Mereka juga wajib membersihkan hadits-hadits Rasulullah dari hadits-hadits dha’if dan palsu, yang karena dalam perjalanan sejarah, menyusup ke dalam hadits-hadits Rasulullah. Mereka juga harus membersihkan tingkah laku dan akhlaq ummat dari pengaruh-pengaruh ajaran thariqat sufi, zuhud berlebihan, beribadah secara berlebihan dan sebaginya yang bertentangan dengan ilmu yang benar.
Kedua,
para ulama harus mendidik diri mereka sendiri, keluarga dan lingkungan mereka
yang beragama Islam, dengan ilmu yang benar. Dengan demikian, ilmu mereka akan
bermanfaat dan amal mereka akan menjadi amal shalih seperti ALLAH firmankan :
“Barangsiapa mengharapkan pertemuan dengan Tuhannya, hendaklah beramal shalih
dan tidak melakukan syirik dalam menyembah Tuhannya.” (QS Al Kahfi 110)
Bila ada golongan ummat Islam yang telah melaksanakan gerakan tashfiyah dan tarbiyah syar’iyah, niscaya tidak akan ada lagi di tengah mereka orang-orang yang mencampur cara-cara syirik dengan cara-cara syar’i. Demikianlah karena mereka memahami bahwa Nabi telah membawa cara dan pola syari’ah yang sempurna.
Bila ada golongan ummat Islam yang telah melaksanakan gerakan tashfiyah dan tarbiyah syar’iyah, niscaya tidak akan ada lagi di tengah mereka orang-orang yang mencampur cara-cara syirik dengan cara-cara syar’i. Demikianlah karena mereka memahami bahwa Nabi telah membawa cara dan pola syari’ah yang sempurna.
Salah satu pola tersebut yaitu adanya larangan
menyerupai kaum kafir, yaitu mengambil cara-cara dan sistem mereka yang
bersumber pada tradisi dan kebiasaan mereka. Misalnya, memilih pemerintah dan
anggota-anggota parlemen (DPR) melalui pemilu.
Cara-cara ini sejalan dengan kekafiran dan
kebodohan mereka yang mana mereka tidak bisa lagi membedakan antara keimanan
dan kekafiran, antara yang shalih (baik) dan yang merugikan, antara laki-laki
dan perempuan, padahal Tuhan kita telah berfirman :
“Apakah Kami akan menjadikan orang-orang Islam
itu seperti orang-orang yang berdosa (kafir) ? Mengapa kalian berfikir demikian
, bagaimana kalian mengambil ketetapan seperti itu ?”. (QS Al Qalam :35-37).
Allah juga berfirman :
”Laki-laki tidaklah sama dengan perempuan”. (QS Ali Imran : 36).
Mereka juga mengetahui bahwa Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam dalam usahanya mendirikan
negara Islam, mengawali dengan dakwah tauhid, mengajak manusia mengesakan
ALLAH, memperingatkan manusia dari penyembahan-penyembahan berhala dan mendidik
mereka untuk menyambut panggilan hukum-hukum ALLAH sehingga masyarakatnya
merasakan diri mereka bagaikan satu tubuh. Bila salah satu anggota merasa
sakit, seluruh tubuh turut merasakan demam dan tidak dapat tidur sebagaimana
diriwayatkan dalam hadits shahih. Tidak ada lagi di tengah mereka orang yang
terus-menerus melakukan dosa-dosa besar, riba, zina dan mencuri kecuali
segelintir orang saja.
Barangsiapa ingin mendirikan negara Islam dengan sebenar-benarnyua tidak akan mencapai sukses jika tetap membiarkan berkumpulnya orang-orang yang pemikiran dan perilakunya bertentangan dengan Islam, seperti yang dilakukan partai-partai Islam terkenal dewasa ini. Sebaliknya, yang harus dilakukan adalah menyatukan pandangan, pemahaman dan pikiran mereka berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang sahih, yaitu Al Quran, Sunnah Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam menurut manhaj kaum salafus shalih seperti diuraikan tersebut di atas sebagaimana firmanNya :
Barangsiapa ingin mendirikan negara Islam dengan sebenar-benarnyua tidak akan mencapai sukses jika tetap membiarkan berkumpulnya orang-orang yang pemikiran dan perilakunya bertentangan dengan Islam, seperti yang dilakukan partai-partai Islam terkenal dewasa ini. Sebaliknya, yang harus dilakukan adalah menyatukan pandangan, pemahaman dan pikiran mereka berdasarkan prinsip-prinsip Islam yang sahih, yaitu Al Quran, Sunnah Nabi Shalallahu ‘alaihi wassalam menurut manhaj kaum salafus shalih seperti diuraikan tersebut di atas sebagaimana firmanNya :
“Pada hari ini, orang-orang mukmin bergembira
dengan pertolongan ALLAH".
(QS Ar Rum : 4).
Siapapun yang menyimpang dari metode tersebut
dalam memperjuangkan berdirinya negara Islam dan mengikuti cara-cara orang
kafir dalam mendirikan negara mereka, langkahnya ibarat orang yang menyembur
api dan menimpa mukanya sendiri. Perhitungan semacam itu salah -jika tidak
boleh disebut dosa- karena menyalahi petunjuk Rasulullah Shalallahu ‘alaihi
wassalam dan tidak berdasarkan contoh beliau, sedangkan ALLAH telah berfirman :
”Sesungguhnya bagi kami ada contoh yang baik
pada diri Rasulullah bagi siapa saja yang mengharapkan ridla ALLAH dan hari
akhirat dan banyak mengingat ALLAH".
(QS Al Ahzab : 21).
Pertanyaan kedua :"Bagaimana
hukum syar'i tentang membantu dan mendukung kegiatan untuk parlemen ?".
Jawab
: Kami tidak menasehatkan kepada siapapun saudara kita sesama muslim, untuk
mencalonkan diri menjadi anggota parlemen di suatu negara yang tidak
menjalankan hukum ALLAH, sekalipun undang-undang dasarnya menyebutkan Islam
sebagai agama negara. Kami tidak menganjurkan demikian, karena dalam prakteknya
teks semacam itu hanya sekedar meredam semangat para anggota parlemen yang
ingin menerapkan syariat. Dalam negara semacam itu, para anggota tidak pernah
sedikitpun mampu merubah undang-undang yang berlawanan dengan Islam sebagaimana
terbuktui dalam beberapa negara yang menyatakan Islam sebagai agama negaranya.
Beberapa hukum yang telah ditetapkan oleh
parlemen bertentangan dengan Islam. Alasan yang dikemukakan "belum sempat
melakukan perubahan",
seperti yang kita saksikan di beberapa negara. Para anggota parlemen dari
kalangan Islam yang bergaya Barat ternyata juga mengikuti pola-pola mereka.
Mereka bermaksud melakukan reformasi terhadap orang lain, tetapi sebelum
reformasinya berhasil, ternyata mereka lebih dulu menjadi rusak. Ibarat pepatah
:"Hujan itu pada awalnya hanya setetes, tetapi
lama kelamaan semakin lebat."
Oleh karena itu, sama sekali kami tidak menyarankan kepada siapapun untuk mencalonkan dirinya dalam pemilu parlemen. Namun jika ummat Islam melihat bahwa para calon-calon anggota parlemen adalah musuh-musuh Islam, sedangkan disitu ada calon-calon beragama Islam dari partai-partai Islam, dalam keadaan semcara ini saya menyarankan kepada setiap orang Islam untuk memilih calon-calon dari partai-partai Islam saja dan orang-orang yang mendekati manhaj ilmu yang benar seperti yang diterangkan di atas.
Oleh karena itu, sama sekali kami tidak menyarankan kepada siapapun untuk mencalonkan dirinya dalam pemilu parlemen. Namun jika ummat Islam melihat bahwa para calon-calon anggota parlemen adalah musuh-musuh Islam, sedangkan disitu ada calon-calon beragama Islam dari partai-partai Islam, dalam keadaan semcara ini saya menyarankan kepada setiap orang Islam untuk memilih calon-calon dari partai-partai Islam saja dan orang-orang yang mendekati manhaj ilmu yang benar seperti yang diterangkan di atas.
Saya katakan demikian, sekalipun saya
berkeyakinan bahwa pencalonan diri dan pemilu parlemen tidak akan dapat
merealisasikan tujuan seperti yang diterangkan di atas. Langkah ini hanyalah
merupakan langkah untuk memperkecil keburukan atau untuk menghindarkan bencara
lebih besar dengan memilih langkah melakukan kesalahan yang lebih ringan,
seperti digariskan oleh ahli fiqh (mengambil sesuatu yang paling kecil
keburukannya dari beberapa keburukan yang lebih besar, pen.).
Pertanyaan ketiga :"Bagaimana
hukumnya kaum perempuan mengikuti pemilu ?"
Jawab
: Boleh, dengan syarat memenuhi kewajiban-kewajibannya, yaitu memakai jilbab
secara syar'i, tidak bercampur-baur dengan laki-laki kemudian memilih
orang-orang yang paling dekat dengan manhaj ilmu yang benar untuk menghindari
kerugian lebih besar dengan melakukan kesalahan sekecil-kecilnya (daf'ul
mafsadatil qubra fis sughra).
Pertanyaan keempat : "Bagaimana hukum syar'i berkenaan dengan kegiatan-kegiatan parlementer dan para anggotanya ?"
Pertanyaan keempat : "Bagaimana hukum syar'i berkenaan dengan kegiatan-kegiatan parlementer dan para anggotanya ?"
Jawab
: Pertanyaan ini maksudnya masih belum jelas, dan sayapun tidak mengerti. Bila
yang dimaksudkan adalah kegiatan anggota parlemen yang beragama Islam, sudah tentu
dia harus memahami syariat Islam yang begitu luas cabang dan rantingnya. Jika
dalam parlemen dibicarakan suatu masalah, sudah tentu dia harus membahasnya
dalam perspektif Islam. Jika sesuai dengan syariat, ia harus mendukungnya, jika
tidak, ia harus menolaknya, seperti menyatakan rasa kepercayaan kepada
pemerintah atau bersumpah untuk membela undang-undang dasar dan sebagainya.
Adapun anggota-anggota parlemen yang
ditanyakan di atas, barangkali yang Anda maksud adalah bagaimana sikap para
anggota parlemen yang beragama Islam terhadap mereka yang tidak beragama Islam.
Kalau itu yang Anda maksud, setiap anggota parlemen yang beragama Islam wajib
bergabung dengan sesama anggota parlemen yang beragama Islam sebagaimana ALLAH
firmankan :
"Hendaklah kamu sekalian bersama-sama
orang yang beriman."
(QS At Taubah : 119).
Jawaban dari pertanyaan kelima dan keenam
(memang tidak disertakan pertanyaannya, pen) : "Sebenarnya sudah dapat
dipahami dari jawaban-jawaban sebelumnya. Disini saya tambahkan, hendaklah para
anggota FIS tidak hanya mengkonsentrasikan dirinya untuk meraih kekuasaan
pemerintahan, sedangkan sebenarnya rakyat belum siap untuk menerima hukum-hukum
Islam.
Untuk itulah, hendaknya lebih dahulu melakukan
usaha-usaha pembukaan perguruan-perguruan tinggi dan sekolah-sekolah guna
mendidik rakyat dan mengajarkan kepada mereka hukum-hukum agamanya berdasarkan
sumber-sumber yang shahih. Selain itu, juga harus melatih mereka untuk
mengamalkan apa yang diperoleh sehingga mereka tidak dipengaruhi oleh pertentangan-pertentangan
partai dan golongan-golongan seperti yang terjadi sekarang, seperti di
Afganistan, yang merupakan suatu hal yang sangat disayangkan. ALLAH berfirman :
"Dan janganlah kamu sekalian menjadi
golongan orang-orang musyrik, yaitu orang-orang yang memecah-belah, agamanya,
setiap golongan membanggakan apa yang ada pada mereka." (QS Ar Rum:31-32).
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam juga bersabda :
"Janganlah kamu saling memutuskan
hubungan, jangan saling membelakangi, jangan saling membenci, dan jangan saling
mendengki, tetapi jadilah kamu sekalian bersaudara seperti yang ALLAH
perintahkan kepadamu."
(HR Muslim)
Selayaknya kalian melakukan tashfiyah dan tarbiyah dengan sikap penuh ketenangan karena sikap ketenangan adalah dari Tuhan Yang Maha Rahman, sedangkan sikap yang tergesa-gesa adalah dari syaithan, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam, yang diriwayatkan oleh Abu Ya'la dan Baihaqi.
Selayaknya kalian melakukan tashfiyah dan tarbiyah dengan sikap penuh ketenangan karena sikap ketenangan adalah dari Tuhan Yang Maha Rahman, sedangkan sikap yang tergesa-gesa adalah dari syaithan, sebagaimana sabda Nabi Shalallahu 'alaihi wassalam, yang diriwayatkan oleh Abu Ya'la dan Baihaqi.
Oleh karena itu, ada orang yang berkata : "Siapa saja yang melakukan sesuatu dengan tergesa-gesa sebelum waktunya, dia akan mendapat bencana.
Barangsiapa mau mengambil pelajaran dari orang
lain, niscaya ia akan mendapatkan kebaikannya."
Sesungguhnya telah ada gerakan-gerakan Islam
sebelum kalian yang mencoba untuk melakukan perjuangan di parlementer sebagai
jalan untuk mendirikan negara Islam. Akan tetapi, usahanya ternyata tidak
membuahkan hasil sedikitpun.
Hal itu dikarenakan mereka tidak mempraktekkan
kata-kata hikmah berikut ini :
"Dirikanlah negara Islam terlebih dahulu
di dalam hatimu, niscaya akan berdiri pula di tanah airmu."
Kata-kata hikmah ini sejalan dengan hadits
Rasulullah Shalallahu 'alaihi wassalam, artinya "Sesungguhnya ALLAH tidak
melihat rupa kamu dan harta kamu, tetapi Ia melihat hati kamu dan amal kamu." (HR Muslim).
Hanya kepada ALLAH saya mengharapkan ilham dan
bimbinganNya kepada kami, mengajarkan segala hal yang bermanfaat bagi kami,
memberikan petunjuk kepada kami dan jalan untuk mengamalkan syariat Tuhan,
dengan mengikuti sunnah Nabi kami dan manhaj kaum salaf kami. Kebaikan itu
hanya dapat terwujud dengan mengikuti jejak mereka; dan keburukan akan muncul
karena bid'ah. Semoga ALLAH menjauhkan kami dari angan-angan kami dan
melindungi kami dari akibat buruknya serta menolong kami dalam melawan musuh-musuh
kami. Sesungguhnya Dia Maha Mendengar dan mengabulkan permohonan hambaNya.
Amman, Yordania, 19 Jumadil Akhir 1412 H,
Abu Abdurahman Muhammad Nashiruddin Al Albani
———————–
Catatan Kaki:
Silakan lihat Majalah Al-Ashalah edisi keempat halaman 15-22.
Sejumlah oknum hizbiyun memanfaatkan fatwa Syaikh AI-Albani tersebut. Mereka mengklaim Syaikh membolehkan masuk parlemen dan mengikuti pemilu.
Padahal fatwa Syaikh yang saya nukil ini merupakan bukti yang sangat jelas yang menyangkal klaim tersebut. Akan tetapi, karena kekhawatiran kami mereka akan memperdaya masyarakat awam dengan memanipulasi fatwa tersebut, maka kami jelaskan:
“Syaikh Al-Albani berpendapat haram hukumnya masuk parlemen berikut pemilu berdasarkan dua argumentasi berikut:
Pertama. Perbuatan itu termasuk bid’ah! Sebab, wasilah dakwah seperti ini adalah tauqifiyah (hanya boleh ditetapkan dengan wahyu).
Untuk penjelasan lebih lengkap silakan baca kitab: “AI-Hujaj Al-Qawiyyah ‘Alaa anna Wasaa-ilud Dakwah Tauqifiyah” karangan Abdussalam bin Barjas. Hal itu tidaklah bertentangan dengan penjelasan beliau bahwa perangkat-perangkatnya -bukan wasilahnya- ditetapkan dengaii kaidah umum maslahat mursalah.
Syaikh Al-Albani sering membawakan perkataan Syeikhul Islam Ibnu Taimiyah dalam kitab Iqtidha’ Shirathul Mustaqim (halaman 278): “Semua perkara yang terdapat faktor pendorong untuk melakukannya pada zaman Rasulullah sekalipun perkara itu dianggap maslahat, namun tidak dilakukan, dapatlah diketahui bahwa perkara itu sebenarnya bukan maslahat kita semua tahu bahwa perkara ini adalah kesesatan meski kita belum mengetahui adanya larangan khusus atau kita telah mengetahui bahwa perkara itu membawa mafsadat!”
Saya telah menukil pernyataan Syaikh Al-Albani bahwa membentuk partai-partai untuk ikut serta dalam kancah politik bertentangan dengan petunjuk Rasulullah shalallahu ‘alaihi wasallam. Sewaktu di Makkah beliau diminta untuk turut serta dalam pemerintahan Qureisy namun beliau menolak. Sebab, beliau mendasari perjuangan beliau dengan pembinaan aqidah dan akhlak, sebagaimana hal ini dimaklumi dalam sejarah.
Masalah ini berkaitan dengan adanya dorongan untuk melakukannya namun tidak dilakukan. Dalam masalah ini ada tiga larangan. Pernyataan Syaikh setelah itu memperingatkan kita terhadap hal tersebut. Berkaitan dengan kerusakan yang terjadi, beliau telah memberi catatan penting sebagai jawabannya, wallahu waliyyul taufiq.
Kedua: Perbuatan itu termasuk menyerupai orang kafir. Tidak ada yang menyangkal bahwa sistem pemilu ini berasal dari mereka!
Kedua perkara di atas merupakan bukti bahwa Syaikh Al-Albani tidak mengharamkannya karena masa tertentu atau karena keadaan tertentu yang mungkin saja terhapus dengan maslahat pada masa atau keadaan tertentu pula.
Sekali-kali tidak! Bahkan beliau mengharamkan praktek pemilu itu sendiri! Jangan sekali-kali terkecoh dengan dispensasi vang beliau berikan untuk mengikuti pemilu bagi kaum muslimin, termasuk di dalamnya kaum wanita, karena beliau menyatakan seperti itu ketika para aktifis partai itu tetap bandel dan tidak punya keinginan lain kecuali masuk parlemen.
Berhubung mereka tetap bertahan dalam parlemen -meskipun ahli ilmu telah mengeluarkan fatwa- maka menurut beliau kaum muslimin yang lain tidak punya pilihan kecuali memilih partai yang paling Islami. Untuk menghindari kerusakan yang lebih besar dengan rnemilih kerusakan yang lebih kecil.
Akan tetapi Syaikh Al-Albani melarang
bergabung bersama mereka dalam partai politik dan sistem. Satu pernyataan
beliau kepada partai FIS dan lainnya yang telah berulang kali direkam adalah:
“Jika kalian tetap bersikeras dan tetap berkeinginan menjadi tumbal, maka bagi kaum muslimin yang lain hendaklah memilih partai-partai yang lebih Islami. Bukan karena mereka akan membawa kebaikan, namun untuk menekan kejahatan mereka.” Itulah pendapat Syaikh, hendaknya dipahami besar-benar!
“Jika kalian tetap bersikeras dan tetap berkeinginan menjadi tumbal, maka bagi kaum muslimin yang lain hendaklah memilih partai-partai yang lebih Islami. Bukan karena mereka akan membawa kebaikan, namun untuk menekan kejahatan mereka.” Itulah pendapat Syaikh, hendaknya dipahami besar-benar!
Catatan: Anehnya, Abdurrahman Abdul Khaliq
memenggal perkataan Syaikh Al-Albani tersebut saat menukilnya dalam kitabnya
berjudul: ‘Masyruu’iyyatud Dukhuul Ilaa Majaalis Tasyri’iyyah’ hal 73. Kemudian
mengklaim bahwa beliau melarangnya karena hal itu menyelisihi perkara yang
lebih utama!
Begitulah katanya -semoga Allah memberinya
hidayah-. Padahal tentunya dia tahu dan orang lain juga tahu bahwa Syaikh
sangat keras menyanggahnya (Abdurrahman Abdul Khaliq, pentolan Sururi/At
Turots, red) dalam masalah ini khususnya. Ketika Syaikh Al Albani mengundangnya
ke rumah beliau untuk berdialog tentang masalah ini.
Namun ia tidak memenuhi undangan.
Namun ia tidak memenuhi undangan.
Syaikh berkata kepadanya: Saya pesankan kepada
Anda hai Abdurrahman agar tidak menjadi orang jahil.
Sengaja saya cantumkan penukilan berikut ini agar para pembaca tidak salah paham:
“Dalam sebuah kaset Silsilatul Huda wan Nuur no: (1/352) seseorang bertanya kepada Syaikh Al-Albani:
Penanya (P): Wahai Syaikh, kami dengar Anda membolehkan masuk parlemen dengan beberapa syarat.
Syaikh Al Albani : Tidak, saya tidak membolehkannya! Kalaupun syarat itu terpenuhi hanyalah bersifat teoritis belaka tidak mungkin diwujudkan. Apakah Anda ingat syarat-syarat tersebut?
P: Syarat pertama, ia harus dapat menjaga keselamatan dirinya.”
Syaikh Al Albani : Mungkinkah itu?
P: Saya belum mencobanya!
Syaikh Al Albani : Insya Allah Anda tidak akan mencobanya! Syarat-syarat tersebut tidak mungkin dipenuhi. Banyak kita saksikan orang-orang yang memiliki prinsip hidup yang lurus, kelihatan dari penampilannya, cara berpakaian islami…memelihara jenggot…namun ketika menjadi anggota parlemen penampilan mereka langsung berubah! Tentu saja mereka mengemukakan alasan dan mencari-cari pembenaran, kata mereka untuk menyesuaikan diri….
Banyak kita lihat orang-orang yang menjadi anggota parlemen dengan mengenakan pakaian tradisional arab yang islami. Selang beberapa hari kemudian mereka merubah pakaian dan penampilan. Apakah ini bukti kebaikan ataukah kerusakan?
P: Syaikh, yang dimaksud adalah saudara-saudara kita di Aljazair, tentang usaha mereka dan keikutsertaan mereka dalam kancah politik.
Syaikh Al Albani : Zaman sekarang ini saya tidak menganjurkan kaum muslimin di negeri Islam manapun terlibat dalam kegiatan politik…”
Dalam Silsilah itu juga nomor 353 side A, Syaikh berkata: “Menurut saya tidak perlu ditegakkan jihad, bahkan saya peringatkan agar tidak menegakkannya sekarang ini. Karena sarana-sarana fisik maupun non fisik, lahir maupun batin tidak mendukung kaum muslimin untuk menegakkan jihad di bumi manapun!”
Beliau berkata: “Kami melarang kaum muslimin dari ikatan-ikatan hizbiyah dengan mengatasnamakan Islam! Sekelompok orang mendirikan partai Islam ini ….yang lain membentuk partai Islam ini….Itulah salah satu bentuk hizbiyah! Padahal semuanya berjuang untuk Islam dan untuk kebaikan Islam.
Hanya Allah yang tahu apa sebenarnya yang terselip dalam hati mereka itu!
Oleh sebab itu menurut kami setiap negara Islam jangan memberi angin munculnya fenomena seperti ini, meskipun mengatasnamakan Islam. Cara-cara seperti itu bukan termasuk kebiasaan kaum muslimin! Namun merupakan kebiasaan kaum kafir: Itulah sebabnya Allah berfirman:
Sengaja saya cantumkan penukilan berikut ini agar para pembaca tidak salah paham:
“Dalam sebuah kaset Silsilatul Huda wan Nuur no: (1/352) seseorang bertanya kepada Syaikh Al-Albani:
Penanya (P): Wahai Syaikh, kami dengar Anda membolehkan masuk parlemen dengan beberapa syarat.
Syaikh Al Albani : Tidak, saya tidak membolehkannya! Kalaupun syarat itu terpenuhi hanyalah bersifat teoritis belaka tidak mungkin diwujudkan. Apakah Anda ingat syarat-syarat tersebut?
P: Syarat pertama, ia harus dapat menjaga keselamatan dirinya.”
Syaikh Al Albani : Mungkinkah itu?
P: Saya belum mencobanya!
Syaikh Al Albani : Insya Allah Anda tidak akan mencobanya! Syarat-syarat tersebut tidak mungkin dipenuhi. Banyak kita saksikan orang-orang yang memiliki prinsip hidup yang lurus, kelihatan dari penampilannya, cara berpakaian islami…memelihara jenggot…namun ketika menjadi anggota parlemen penampilan mereka langsung berubah! Tentu saja mereka mengemukakan alasan dan mencari-cari pembenaran, kata mereka untuk menyesuaikan diri….
Banyak kita lihat orang-orang yang menjadi anggota parlemen dengan mengenakan pakaian tradisional arab yang islami. Selang beberapa hari kemudian mereka merubah pakaian dan penampilan. Apakah ini bukti kebaikan ataukah kerusakan?
P: Syaikh, yang dimaksud adalah saudara-saudara kita di Aljazair, tentang usaha mereka dan keikutsertaan mereka dalam kancah politik.
Syaikh Al Albani : Zaman sekarang ini saya tidak menganjurkan kaum muslimin di negeri Islam manapun terlibat dalam kegiatan politik…”
Dalam Silsilah itu juga nomor 353 side A, Syaikh berkata: “Menurut saya tidak perlu ditegakkan jihad, bahkan saya peringatkan agar tidak menegakkannya sekarang ini. Karena sarana-sarana fisik maupun non fisik, lahir maupun batin tidak mendukung kaum muslimin untuk menegakkan jihad di bumi manapun!”
Beliau berkata: “Kami melarang kaum muslimin dari ikatan-ikatan hizbiyah dengan mengatasnamakan Islam! Sekelompok orang mendirikan partai Islam ini ….yang lain membentuk partai Islam ini….Itulah salah satu bentuk hizbiyah! Padahal semuanya berjuang untuk Islam dan untuk kebaikan Islam.
Hanya Allah yang tahu apa sebenarnya yang terselip dalam hati mereka itu!
Oleh sebab itu menurut kami setiap negara Islam jangan memberi angin munculnya fenomena seperti ini, meskipun mengatasnamakan Islam. Cara-cara seperti itu bukan termasuk kebiasaan kaum muslimin! Namun merupakan kebiasaan kaum kafir: Itulah sebabnya Allah berfirman:
“Dan janganlah kamu termasuk orang-orang yang
mempersekutukan Allah, yaitu orang-orang yang memecah belah agama mereka dan
mereka menjadi beberapa golongan.Tiap-tiap golongan merasa bangga dengan apa
yang ada pada golongan mereka. “(QS. Ar-Ruum: 31-32)
(Dinukil dari "Madarikun Nadhor fis Siyasah" karya Syaikh Abdul Malik Ramadhani al Jazairi, Edisi Indonesia "Haramkah Partai, Pemilu dan Parlemen", Bab V "Partai dan Parlemen "“ Dialog Syaikh Al-Albani dgn Pemuda FIS")
syaikh Masyhur Hasan Salman di dalam As
Siyasah Allati Yuriduha As Salafiyyun menegaskan perkataan Guru Beliau
Syaikh Al Abani rahimahulloh :
مِنَ السِّيَاسَةِ تَرْكُ السِّيَاسَةِ
"Termasuk politik adalah meninggalkan
politik".
Kunjungi juga tulisan Ustadz Abdullah
bin Taslim al-Buthani, Lc. http://muslim.or.id/manhaj/fatwa-syaikh-abdul-malik-bin-ahmad-ramadhani-tentang-pemilu.html
Wallohu A'lam.
0 komentar:
Posting Komentar