HUKUM MENYENTUH MUS HAF ALQUR’AN BAGI YANG BERHADATS
عَنْ عَبْدِ اللَّهِ بْنِ أبِي بَكْرِ ،
أَنَّ فِي الْكِتَابِ الَّذِي كَتَبَهُ رَسُولُ اللَّهِ ? لِعَمْرِو بْنِ حَزْمٍ :
" أَنْ لاَ يَمَسَّ الْقُرْآنَ إِلاَّ طَاهِرٌ
Dari Abdullah bin Abu Bakr, bahwasanya di dalam surat yang
disebutkan oleh Rasulullah kepada Amr bin Hazm; “Tidaklah yang menyentuh Al Qur’an
melainkan orang yang bersih”.
HR. Malik secara mursal, An Nasa’i, dan Ibnu Hibban dengan ma’lul
DERAJAT HADITS:
Hasan Lighairihi. Dikeluarkan oleh Malik di Muwattho’
hadits no. 468, dan Ibnu Abi Dawud no. 739, dengan sanad Mungqothi’ (terputus).
Abu Dawud di dalam Al Marasil no. 92, Ad Daruquthni dalam
As Sunan dengan Ta’liq al Mughni, dan ini Mursal.
An Nasai dalam Al Qisamah no. 4853, 4854, Ibnu Hibban
6559, Ad Daruquthni dengan Ta’liq Al Mugnhi 1/122, Al Hakim dalam Al
Mustadrok 1/395, Al Baihaqi dalam AsSunan Al Kubro 4/89. Di dalam
sanadnya terdapat Sulaiman Bin Arqom dia Dhoif seperti di dalam At Taqrib.
Didhoifkan oleh Al Albani di dalam Irwaul Gholil 1/158. Dan hadits di
atas memiliki syawahid (saksi dari hadits kuat lainnya) seperti yang
disebutkan oleh Al Albani di dalam Irwaul Gholil 1/158.
PERAWI:
Secara zahir Abdullah bin Abu Bakr adalah anaknya Abu Bakr
Ash Shiddiq sebagaimana yang disebutkan oleh beberapa Ulama’ pensyarah kitab Bulughul
Marom diantaranya Al Maghribi dan Imam Ash Shon’ani di dalam Subulus
Salam, akan tetapi yang benar adalah Abdulloh Bin Abu Bakr Bin Muhammad bin
Amr Bin Hazm sebagaimana telah ditelili oleh banyak Ulama diantaranya Syaikh
Abdulloh Bin Sholih Al Fauzan menjelaskan bahwa dia adalah Abdulloh bin Abu
Bakr bin Muhammad bin Amr bin Hazm Al Anshori Al Madani Al Qodhi seorang
Tabiin, terpercaya dan ahli ibadah telah meriwayatkan dari Ayahnya, beliau
wafat pada tahun 135 hijriyah, dikatakan juga 130 hijriyah.
MAKNA HADIT SECARA GLOBAL:
Sebagaimana penjelasan yang diutarakan oleh Syaikh Abdulloh
Al Fauzan, Syaikh Ibnu Utsaimin. Bahwasanya Al Quran yang dimaksudkan di dalam
hadits tersebut adalah Mus haf lembaran-lembaran yang tertulis di dalamnya Al
Qur’an, dimana pada asalnya kalimat al Qur’an di zaman Nabi dan ketika riwayat
hadits tersebut keluar belumlah dinamakan mus haf dikarenakan belum dikumpulkan
ke dalam satu mushaf.
Adapun kalimat Thohir (besih) ini mencakup 3 makna;
Pertama, bersih dari Syirik, seperti di dalam surat At
Taubah ayat 28 “sesungguhnya orang-orang musyrik itu najis”.
Kedua, bersih dari kotoran dan najis, sebagaimana di dalam
sebuah riwayat.
Ketiga, bersih dari hadats kecil dan besar, seperti dalam
ayat dan hadits.
HUKUM MENYENTUH MUS HAF BAGI YANG BERHADATS
Terjadi khilaf perbedaan pendapat diantara para Ulama,
ada yang mengharamkan dan ada yang membolehkan.
Diantara para Ulama’ yang mengharamkan, mereka
membawakan dua dalil yang paling dominan diantara beberapa dalil lainnya,
diantaranya berdasarkan firman Allah:
“Tidaklah yang menyentuhnya, melainkan orang-orang yang
disucikan” QS. Al Waqi’ah ayat 79.
Adapun haditsnya adalah hadits di atas.
Komentar atau istidlal mereka adalah bahwasanya Al Qur’an yang
di langit (Lauh Mahfuz) tidak disentuh melainkan oleh para Malaikat, maka
demikian pula halnya serupa dengan mus haf yang berada di dunia tidak boleh disentuh
pula.
Demikian juga beberapa penguat dari atsar lainnya seperti
riwayat dari Abdurrahman bin Yazid ketika bepergian bersama Salman, ketika
Salman berkata’ “Tanyakanlah kepada Saya (tentang ayat dari al Qur’an), tetapi
Saya tidak menyentuh Al Qur’an karena tidaklah yang menyentuhnya kecuali
orang-orang yang suci”. Riwayat Ibnu Abi Syaibah dan Daruquthni.
Adapun Ulama’ yang membolehkan menyentuh mus haf bagi
yang berhadats, mereka menyanggah alas an tersebut dengan beberapa tafsir
dari ayat sebelumnya di dalam surat Al Waqi’ah ayat 77 dan 78. Bahwa yang
dimaksud Kitab Maknun pada ayat tersebut adalah yang hanya di Lauh
mahfuz di langit bukan di bumi dan tidak boleh mengqiyaskannya dalam masalah
ini.
Sahabat Abdulloh Ibnu Abbas menafsirkan ayat Al
Muthohharun adalah Para Malaikat.
Abul Aliyah seorang tabiin menafsirkan al muthohharun, “bukan
kalian, adapun kalian adalah orang-orang yang berdosa”.
Demikian pula banyak hadits-hadits yang menunjukkan bolehnya
orang yang berhadats membaca Al Qur’an diantaranya hadits ‘Aisyah ketika datnag
haid ketika haji wada’, Nabi shallallohu’alaihi wasallam bersabda: “Lakukanlah
hal-hal yang dilakukan orang yang berhaji kecuali tawaf di ka’bah”
Kemudian hadits dari Abu Hurairah diriwayatkan oleh Muslim
ketika Nabi shallallohu’alaihi wasallam bersabda ketika mengetahui
berpalingnya Abu Hurairah dan tidak mau berjabat tangan dengan dengan Nabi shallallohu’alaihi
wasallam karena junub, bersabda:
“Subhanalloh, sesungguhnya orang mukmin itu tidak najis”.
Diriwayatkan dari Ibnu Sirin bahwa Umar bin Al Khatthab
pernah berada pada kumpulan orang dan membaca Al Qur’an, lalu ia beranjak untuk
membuang hajat dan setelahnya ia kembali dan membaca. Seorang berkata: “wahai
Amirul mukminin anda belum berwudhu’ tapi membaca al Qur’an!”, umar berkata: “Siapa
yang berfatwa seperti ini kepadamu?, apakah Musailamah (sang pendusta)?”. HR.
Malik, disebutkan pula oleh Imam Al Baghowi di dalam Syarh Sunnah.
Dari Zurzur berkata,’Saya berkata kepada ‘Atho’,”Bolehkah
Saya membaca Al Qur’an ketika sedang keluar angin(kentut)?’, ia menjawab: “Tahan
bacaanmu sampai selesai buang angin”. Riwayat Al Baghowi sebagaimana yang
disebutkan Imam Al Ajurri.
KESIMPULAN TARJIH:
Makruh hukumnya menyentuh mushaf bagi orang yang berhadats
sebagaimana yang telah dikuatkan oleh Syaikh Al Albani di dalam As Silsilah
Al Ahadits Ashohihah berdasarkan hadits:
“sesungguhnya Saya tidak senang ketika berdzikir kepada
Allah kecuali ketika suci”. HR. Abu Dawud, Muslim, Tirmidzi dan selainnya.
Syaikh Al Albani menambahkan akan tetapi tidak selayaknya
memutlakkan perkataan tentang kebolehannya bagi orang yang berhadats.
Wallahu A’lam.
Ditulis oleh Abu Abdillah Riza Firmansyah
0 komentar:
Posting Komentar