Oleh Abu Abdillah Riza
إِنّ الْحَمْدَ لِلّهِ نَحْمَدُهُ وَنَسْتَعِيْنُهُ
وَنَسْتَغْفِرُهُ، وَنَعُوْذُ بِاللهِ مِنْ شُرُوْرِ أَنْفُسِنَا وَسَيِّئَاتِ
أَعْمَالِنَا، مَنْ يَهْدِهِ اللهُ فَلَا مُضِلَّ لَهُ وَمَنْ يُضْلِل فلا هادي له، أَشُهَدُ أَنْ لَا إِلَهَ إِلَّا اللهُ وَحْدَهُ
لَا شَرِيْكَ لَهُ وَأَشْهَدُ أَنّ مُحَمّدًا عَبْدُهُ وَرَسُوْلُهُ ، أما بعد
يَاأَيُّهَا
الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ حَقَّ تُقَاتِهِ وَلَا تَمُوتُنَّ إِلَّا
وَأَنْتُمْ مُسْلِمُونَ
يَا
أَيُّهَا النَّاسُ اتَّقُوا رَبَّكُمُ الَّذِي خَلَقَكُمْ مِنْ نَفْسٍ وَاحِدَةٍ
وَخَلَقَ مِنْهَا زَوْجَهَا وَبَثَّ مِنْهُمَا رِجَالًا كَثِيرًا وَنِسَاءً ۚ
وَاتَّقُوا اللَّهَ الَّذِي تَسَاءَلُونَ بِهِ وَالْأَرْحَامَ ۚ
إِنَّ اللَّهَ كَانَ عَلَيْكُمْ رَقِيبًا
يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آَمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَقُولُوا قَوْلًا سَدِيدًا يُصْلِحْ لَكُمْ أَعْمَالَكُمْ وَيَغْفِرْ
لَكُمْ ذُنُوبَكُمْ وَمَنْ يُطِعِ اللَّهَ وَرَسُولَهُ فَقَدْ فَازَ فَوْزًا عَظِيمًا
أما بعد:
فإن أصدق الحديث كتاب الله - تعالى - وخير الهدي هدي محمد - صلى الله عليه وسلم -
وشر الأمور محدثاتها وكل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة وكل ضلالة في النار، أما بعد:
Ma`asyiral Muslimin wal Muslimat
Rahimakumullah...
Puji dan syukur marilah senantiasa
kita ucapkan kehadirat Allah Ta’ala yang selalu melimpahkan ni`mat dan karuniaNya
bagi kita semua setiap saat, tidak ada satu detikpun
hidup yang kita jalani
kecuali pada saat itu ada ni`mat Allah yang menyertai kita, udara yang sedang
kita hirup, darah yang masih mengalir di tubuh kita, denyut jantung yang tak
pernah berhenti, serta ni`mat-ni`mat yang lainnya yang takkan pernah bisa kita
hitung jumlahnya. Itu artinya bahwa Allah Ta’ala tidak pernah melupakan
hamba-hambaNya meskipun sesaat, akan tetapi hambaNyalah yang selalu melupakan
Dia, bahkan sebagian dari hamba Allah itu justru menggunakan ni`mat yang
diberikan untuk berbuat maksiat kepadaNya, untuk itu mari kita sadari dan kita
renungkan, semoga kita tidak termasuk kedalam golongan tersebut, akan tetapi
kita harus menjadi hambaNya bersyukur agar ni`mat-nikmat tersebut ditambah oleh
Allah Ta’ala. Allah Ta’ala berfirman:
(( لَئِنْ
شَكَرْتُمْ لَأَزِيْدَنَّكُمْ وَلَئِنْ كَفَرْتُمْ إِنَّ عَذَابِيْ لَشَدِيْدٌ ))
(سورة إبراهيم: 7)
“Jika kalian bersyukur terhadap
nikmatku niscaya akan aku tambah ni`mat tersebut, tetapi jika kalian kufur
sungguh azabKu sangatlah pedih”
(Q.S. Ibrahim: 7 )
Shalawat dan salam juga haruslah
selalu kita perbanyak untuk Rasulullah Shallallahu’alaihi wa sallam yang
telah berjuang dan mengorbankan segala-galanya untuk kemaslahatan dan
kebahagiaan ummatnya, baik di dunia maupun di akhirat. Semoga saja kecintaan
kita kepada Beliau selalu bertambah dan tak pernah pudar, dan kita berharap
semoga ungkapan shalawat yang selalu membasahi lidah kita itu membuat kita
menjadi orang yang berhak mendapatkan syafa`atnya di Yaumil Mahsyar nanti. Amin
Ma`asyiral Muslimin wal Muslimat Rahimakumullah
Pada hari yang mulia ini umat Islam
di barbagai belahan dunia beramai-ramai melantunkan kata-kata Takbir, Tahmid
dan Tahlil sebagai wujud rasa bahagia dalam menyambut hari kemenangan. Mereka
semua berbahagia karena sebulan penuh telah berhasil melawan hawa nafsu serta
mengisi detik-detik waktunya dengan berbagai macam bentuk kebaikan yang akan
mendekatkan diri mereka kepada Allah Ta’ala. Berpuasa di siang hari,
shalat di malam hari, memperbanyak tilawah Al-Quran, berdo`a dan beristighfar,
berinfaq dan bersedekah, menjalin hubungan silaturrahim, dan lain sebagainya,
seraya berharap semua kebaikan tersebut diterima hendaknya oleh Allah Ta’ala
dan dapat memperpanjang catatan amalan kebaikan kita yang akan diperlihatkan di
akhirat kelak.
Kitapun sebagai umat Islam patut
bersyukur karena masih dapat melantunkan kalimat-kalimat takbir yang tidaklah
sia-sia begitu saja tanpa arti sebaliknya memiliki makna yang sangat baik dan
mendalam.
Ibnu Jarir Ath Thabari rahimahullah menafsirkan firman Allah dalam
surat Al Israa: 111 “Dan agungkanlah Dia dengan pengagungan yang
sebesar-besarnya”. Beliau berkata: “Allah berfirman: agungkanlah Rabbmu
wahai Muhammad dengan apa yang Allah perintahkan untuk mengagungkannya dari
perkataan dan perbuatan, dan taatilah apa yang Dia perintahkan dan larang”.
(Jamiul Bayan 9/179)Syaikh Muhammad bin Al Amiin Asy Syanqithi rahimahullah berkata: “Artinya agungkanlah Dia dengan sebesar-besarnya pengagungan, dan pengagungan Allah tampak dalam kekuatan menjaga perintahNya dan menjauhi laranganNya, dan bersegera kepada apa yang mendatangkan keridhaanNya”. (Adl waa-ul Bayaan 3/635).
Ini semua mengisyaratkan bahwa agama ini seluruhnya adalah perincian dari kalimat Allahu Akbar, maka seorang muslim yang melaksanakan ketaatan dan ibadah adalah sebagai perealisasian dari takbir dan pengagungan kepada Allah Ta’ala. Dan ini menjelaskan keagungan kalimat ini dan kedudukannya yang tinggi, oleh karena itu diriwayatkan dari Umar bin al Khathab bahwa ia berkata: “Perkataan seorang hamba: “Allahu Akbar” lebih baik dari dunia dan seisinya”. (Disebutkan oleh al Qurthubi dalam tafsirnya 10/223).
Maha besar Allah dan baginya pujian yang banyak. (Fiqhul ad’iyati wal adzkar hal 280-284.)
Syaikh Abdurrazzaq berkata: “Takbir adalah mengagungkan Rabb Tabaraka wa Ta’ala dan membesarkanNya, dan meyakini bahwa tidak ada yang lebih besar dan lebih agung dariNya, semua yang besar menjadi kecil di hadapanNya, para diktator menjadi hina, dan wajah-wajah akan tertunduk kepadaNya, dan segala sesuatu menjadi rendah di hadapanNya.
Al Imam Al Azhari dalam kitabnya Tahdzib al Lughah menyegutkan dua makna “Allahu Akbar”, makna yang pertama adalah Allah besar, dan makna kedua adalah Allah yang paling besar dari semua yang besar. Dan yang benar dari kedua pendapat tersebut adalah yang kedua, syaikhul Islam ibnu Taimiyah rahimahullah berkata: “Takbir maknanya adalah Allah paling besar dari semua yang besar bagi seorang hamba, sebagaimana Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda kepada Adiy bin Hatim: “Wahai Adiy, apa yang membuatmu lari? Apakah kamu lari dari ucapan Laa ilaaha illallah? Apakah kamu mengetahui ada ilah yang berhak disembah selain Allah? Apakah kamu lari dari ucapan Allah Akbar?? Adakah sesuatu yang lebih besar dari Allah? Hadits ini membatalkan pendapat orang yang mengatakan bahwa makna Akbar sama dengan makna kabiir. (Majmu’ al Fatawa 5/239).
Hadits Adiy ini diriwayatkan oleh imam Ahmad, At Tirmidzi, ibnu Hibban dan lainnya dengan sanad jayyid. (Musnad Ahmad (4/378), Sunan At Tirmidzi (no 2935), Shahih ibnu Hibban (no 7206).)
Seorang Muslim, apabila ia yakin dan beriman bahwa Allah paling besar dari segala sesuatu, dan bahwa sebesar apapun makhluk, ia menjadi kecil di depan kebesaran Allah dan keagunganNya, dari sana ia akan mengetahui dengan pengetahuan yang pasti, bahwa kebesaran Allah, keagungan, kemuliaan dan keindahanNya bahkan semua sifatNya adalah perkara yang tidak mungkin diliputi oleh akal, tidak pula dapat digambarkan oleh pikiran, dan mata siapapun tidak akan mampu meliputiNya, karena Allah sangat luar biasa besar, bahkan akal dan pikiran kita saja tidak mampu meliputi banyak makhluk-makhluk Allah yang besar, bagaimana dengan penciptanya??
Abu Dzarr berkata: “Aku mendengar Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
مَا
السَّمَاوَاتُ السَّبْعُ فِي الْكُرْسِيِّ إِلاَّ كَحَلَقَةٍ مُلْقَاةٍ بِأَرْضِ
فَلاَةٍ وَفَضْلُ الْعَرْشِ عَلَى الْكُرْسِيِّ كَفَضْلِ تِلْكَ الْفَلاَةِ عَلَى
تِلْكَ الْحَلَقَةِ .
“Tidaklah tujuh langit dibandingkan kursi (Allah) kecuali seperti cincin
yang dilemparkan di tanah lapang, dan besarnya ‘Arasy dibandingkan kursi adalah
seperti tanah lapang dibandingkan dengan cincin“. (HR Abu Nu’aim dalam Al Hilyah (1/166), Abu Syaikh dalam Al ‘Adzamah
(2/648-649), Al Baihaqi dalan al Asmaa was Sifaat (2/300-301) dan lainnya, dan
dishahihkan oleh Syaikh Al Al Bani dalam silsilah shahihah no 109 dengan
menggabungkan semua jalannya.)Perhatikanlah, bagaimana besarnya langit dibandingkan dengan bumi, bagaimana besarnya kursi dibandingkan dengan langit, dan bagaimana besarnya ‘Arasy dibandingkan dengan kursi, sesungguhnya akal manusia lemah untuk memikirkan dan meliputi kesempurnaan makhluk-makhluk ini, terlebih untuk membayangkan bentuk dan sifatnya, bagaimana dengan pencipta makhluk-makhluk tersebut ?? pastilah Dia lebih besar dan lebih agung dari itu semua, lebih agung dari pemikiran akal tentang hakikat sifat kebesaran dan keagungaNya, karena akal tidak mempu memikirkannya, dan Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam melarang memikirkan dzat Allah Ta’ala, karena pikiran dan akal kita tidak akan mampu mengetahui hakikatnya, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda:
تَفَكَّرُوا فِي آلَاءِ اللهِ وَلَا تتَفَكَّرُوا فِي اللهِ
“Pikirkanlah ni’mat-ni’mat Allah, dan jangan memikirkan dzat Allah”. HR Al Lalikai
Ma’asyiral muslimin rahimakumullah….
Orang yang berbahagia sesungguhnya
adalah mereka yang telah mendapatkan ampunan dan maghfirah Allah Ta’ala
karena telah memanfaatkan detik-detik Ramadhan secara maksimal untuk berbagai
bentuk kebaikan yang dilaksanakan atas dasar iman dan penuh harapan. Sesuai
dengan sabda Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam:
(مَنْ صَامَ
رَمَضَانَ إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ)
(رواه البخاري ومسلم)
"Siapa yang melaksanakan puasa
Ramadhan dengan penuh iman dan mengharapkan pahala dan ampunan maka diampuni
dosa-dosanya yang telah berlalu” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
( مَنْ قَامَ رَمَضَانَ
إِيْمَانًا وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ ) (رواه
البخاري ومسلم)
“ siapa yang menghidupkan malam
ramadhan dengan dasar iman dan mengharapkan pahala dan ampunan maka
diampuni dosa-dosanya yang telah berlalu” (H.R. Al-Bukhari dan Muslim)
Ma`asyiral muslimin Rahimakumullah ...
Perbuatan dan amal baik yang
sudah menjadi kebiasaan umat Islam untuk dilakukan selama Ramadhan diharapkan
mampu membentuk karakter dan tabi`at mereka untuk berbuat hal yang sama
setelah Ramadhan berlalu, janganlah pernah menjadikan Ramadhan sebagai topeng
dalam kehidupan kita, tapi jadikanlah sebagai wajah asli kita dalam menjalani
sebelas bulan kehidupan berikutnya.
Apabila selama Ramadhan kita selalu
menyempatkan diri untuk membaca Al-Quran, mendatangi masjid untuk shalat
berjama`ah, bangun di sepertiga malam untuk sahur dan tahajjud, berempati
terhadap fakir miskin, meneteskan air mata saat bermunajat dan bersimpuh di
hadapan Allah Ta’ala, serta berbagai kebaikan lainnya, maka janganlah
sampai kebaikan-kebaikan tersebut menjadi wajah indah kita yang bersifat
sesaat, akan tetapi jadikanlah ia sebagai perhiasan jiwa yang tetap bertahan
dan terlaksana setelah Ramadhan meninggalkan kita. Ketahuilah bahwa Tuhannya
Ramadhan adalah Tuhannya Syawwal juga, dan Tuhan sebelas bulan berikutnya.
Oleh karena itu hari raya idul fitri
yang dijadikan sebagai agenda terakhir dari seluruh rangkaian ibadah Ramdhan
pada hakikatnya bukanlah saat-saat berakhirnya peluang untuk mendulang
kebaikan, tapi justru sebaliknya bahwa idul fitri adalah saat awal memulai
kehidupan baru dengan hati yang baru dan semangat yang baru pula.
Semoga kita semua diizinkan kembali
untuk menikmati indahnya Ramadhan pada masa yang akan datang. Amin ya rabbal
`alamin.
إِنَّ اللهَ وَمَلاَئِكَتَهُ يُصَلُّوْنَ عَلىَ النَّبِي
يَاأَيُّهاَ الَّذِيْنَ ءَامَنُوْا صَلُّوْا عَلَيْهِ وَسَلِّمُوْا تَسْلِيْمًا.
اَللّهُمَّ صَلِّ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ مُحَمَّدٍ كَمَا صَلَّيْتَ عَلىَ
اِبْرَاهِيْم وَعَلىَ آلِ اِبْرَاهِيْم وَباَرِكْ عَلىَ مُحَمَّدٍ وَعَلىَ آلِ
مُحَمَّدٍ كَمَا باَرَكْتَ عَلىَ اِبْرَاهِيْم اِنَّكَ حَمِيْدٌ مَجِيْد.
اللَّهُمَّ اغْفِرْلَنَا ذُنُوْبَنَا وَلِوَالِدَيْنَا
وَارْحَمْهُما كَمَارَبَّيانَا صَغِيرًا وَلِجَمِيْعِ اْلمُسْلِمِيْنَ
وَالْمُسْلِمَات وَاْلمُؤْمِنِيْنَ وَالْمُؤْمِناَتِ اْلأَحْياَءِ مِنْهُمْ
وَاْلأَمْواَتِ بِرَحْمَتِكَ ياَ أَرْحَمَ الرَّاحِمِيْنَ
اَللّهُمَّ آرِناَ الْحَقَّ حَقاًّ وَارْزُقْناَ اتِّباَعَهُ
وَآرِناَ اْلباَطِلَ باَطِلاً وَارْزُقْناَ اجْتِناَبَهُ.
اللّهُمَّ انْصُرْ المُسْلِمِينَ فِي كُلِّ مَكَانٍ
اللّهُمَّ انْصُرْ مُسْلِمِينَ فِي سُورِيَا وَبُورْمَا
اللّهُمَّ انْصُرْ مُسْلِمِينَ فِي سُورِيَا وَبُورْمَا
رَبَّناَ آتِناَ فِي الدُّنْياَ حَسَنَةِ وَفِى اْلآخِرَةِ
حَسَنَةِ وَقِناَ عَذاَبَ الناَّر. وَصَلَّى اللهُ عَلىَ سَيِّدِناَ مُحَمَّدٍ
وَعَلَى آلِهِ وَصَحْبِهِ اَجْمَعِيْنَ وَالحَمْدُ للهِ رَبِّ
العَالَمِيْنَ.
0 komentar:
Posting Komentar