Bekam, Sunnah atau Bukan Sunnah?
Tanya
:
Assalamu’alaikum wa rahmatullaahi wa barakatuh. Saya mau nanya tentang
bekam. Sebenarnya bekam itu termasuk sunnah atau bukan sunnah ? karena ada yang
mengatakan bahwa bekam itu bukan termasuk sunnah Nabi. Terima kasih atas
jawabannya.
Jawab :
Wa’alaikumus-salaam warahmatullaahi wabarakatuh. Terima kasih pula atas
pertanyaannya. Ada beberapa hadits yang berkaitan dengan bekam di antaranya :
أَخْبَرَنَا
إِسْحَاقُ بْنُ إِبْرَاهِيمَ، قَالَ: ثنا الْمُعْتَمِرُ، عَنْ حُمَيْدٍ، عَنْ
أَنَسٍ، أَنّ رَسُولَ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ قَالَ: "
أَفْضَلُ مَا تَدَاوَيْتُمْ بِهِ الْحِجَامَةُ، وَالْقُسْطُ الْبَحْرِيُّ "
Telah
mengkhabarkan kepada kami Ishaaq bin Ibraahiim[1],
ia berkata : Telah menceritakan kepada kami Al-Mu’tamir[2],
dari Humaid[3], dari Anas[4]
: Bahwasannya Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Sebaik-baik
pengobatan yang kalian berobat dengannya adalah bekam dan al-qusthul-bahr”
[Diriwayatkan oleh An-Nasaa’iy dalam Al-Kubraa no. 7537; shahih].
Dalam
jalur lain, disebutkan dengan lafadh yang mengandung perintah :
حَدَّثَنَا
الْحَسَنُ بْنُ الصَّبَّاحِ، نَا عَبْدُ الْوَهَّابِ بْنُ عَطَاءٍ، نَا سَعِيدٌ،
عَنْ قَتَادَةَ، عَنْ أَنَسٍ: أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ
قَالَ: عَلَيْكُمْ بِالْحِجَامَةِ وَالْقُسْطِ الْبَحَرِيِّ.
Telah
menceritakan kepada kami Al-Hasan bin Ash-Shabbaah[5]
: Telah mengkhabarkan kepada kami ‘Abdul-Wahhaab bin ‘Athaa’[6] : Telah menceritakan kepada kami
Sa’iid[7], dari Qataadah[8],
dari Anas : Bahwasannya Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam bersabda : “Hendaknya
kalian melakukan bekam dan terapi al-qusthul-bahr” [Diriwayatkan oleh
Al-Bazzaar dalam Al-Bahr no. 7098].
Sanad riwayat ini hasan.
Al-Hasan bin Ash-Shabbaah mempunyai mutaba’ah
dari Ibnu Sa’d sebagaimana dalam Thabaqaat-nya 1/218 dan Umayyah
bin Bisthaam sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath 3/170
no. 2831 – dengan lafadh sebagaimana dibawakan An-Nasaa’iy.
Perintah
untuk berbekam ini lebih dikhususkan pada waktu-waktu tertentu sebagaimana
riwayat :
حَدَّثَنَا
مُحَمَّدُ بْنُ يَعْقُوبَ، ثنا أَحْمَدُ بْنُ عَبْدِ الْحَمِيدِ الْحَارِثِيُّ،
ثنا حُسَيْنُ بْنُ عَلِيٍّ الْجُعْفِيُّ، عَنْ حَمْزَةَ الزَّيَّاتِ، عَنْ أَبَانِ
بنِ صَالِحٍ عَنْ أَنَسٍ قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ: " احْتَجِمُوا لِخَمْسَ عَشْرَةَ، وَفِي سَبْعَ عَشْرَةَ، أَوْ
تِسْعَ عَشْرَةَ، أَوْ إِحْدَى وَعِشْرِينَ، لا يَتَبَيَّغْ بِكُمُ الدَّمُ "
Telah
menceritakan kepada kami Muhammad bin Ya’quub[9]
: Telah menceritakan kepada kami Ahmad bin ‘Abdil-Hamiid Al-Haaritsiy[10] : Telah menceritakan kepada kami
Husain bin ‘Aliy Al-Ju’fiy[11], dari Hamzah Az-Zayyaat[12], dari Abaan bin Shaalih[13], dari Anas, ia berkata : Telah
bersabda Rasulullah shallallaahu ‘alaihi wa sallam : “Berbekamlah
pada tanggal 15, 17, 19, atau 21. Jangan sampai darahmu bergolak “ [Al-Amaaliy,
no. 331].
Sanad
riwayat ini shahih.
Abaan
mempunyai mutaba’aat dari :
1. An-Nahhaas
bin Qahm Al-Qaisiy; sebagaimana diriwayatkan oleh Ibnu Maajah no. 3486, namun
sanadnya sangat lemah, terutama disebabkan oleh ‘Utsmaan bin Mathr
Asy-Syaibaaniy, munkarul-hadiits.
2. Mu’aawiyyah
bin Qurrah Al-Muzanniy; sebagaimana diriwayatkan oleh Al-Baihaqiy dalam Al-Kubraa,
9/340 dengan sanad lemah. Kelemahannya terletak pada Zaid Al-Hawaariy
Al-‘Ammiy.
3. Qataadah
bin Di’aamah; sebagaimana diriwayatkan oleh Ath-Thabaraaniy dalam Al-Ausath no.
5652, namun sanadnya sangat lemah dikarenakan Yuusuf bin ‘Athiyyah
Ash-Shaffaar, seorang yang tertuduh memalsukan hadits.
Hadits
Anas ini mempunyai syaahid dari Ibnu ‘Abbaas dengan sanad lemah
sebagaimana diterangkan oleh Al-Albaaniy dalam Adl-Dla’iifah no. 1863.
Juga
dari Abu Hurairah radliyallaahu ‘anhu :
حَدَّثَنَا
أَبُو تَوْبَةَ الرَّبِيعُ بْنُ نَافِعٍ، حَدَّثَنَا سَعِيدُ بْنُ عَبْدِ
الرَّحْمَنِ الْجُمَحِيُّ، عَنْ سُهَيْلٍ، عَنْ أَبِيهِ، عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ،
قَالَ: قَالَ رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ: " مَنِ احْتَجَمَ
لِسَبْعَ عَشْرَةَ، وَتِسْعَ عَشْرَةَ، وَإِحْدَى وَعِشْرِينَ، كَانَ شِفَاءً مِنْ
كُلِّ دَاءٍ "
Telah
menceritakan kepada kami Abu Taubah Ar-Rabii’ bin Naafi’ : Telah menceritakan
kepada kami Sa’iid bin bin ‘Abdirrahmaan Al-Jumahiy, dari Suhail, dari ayahnya,
dari Abu Hurairah, ia berkata : Telah bersabda Rasulullah shallallaahu
‘alaihi wa sallam : “Barangsiapa yang berbekam pada tanggap 17, 19, atau
21, maka ia menjadi obat bagi segala macam penyakit” [Diriwayatkan oleh Abu
Daawud no. 3861; dihasankan oleh Al-Albaaniy dalam Shahiih Sunan Abi Daawud,
2/463].
Perintah berbekam dari Nabi shallallaahu
‘alaihi wa sallam ini didasari oleh perintah malaikat saat beliau israa’,
sebagaimana yang beliau sabdakan :
ما
مررت ليلة أسري بي بملإ من الملائكة ، إلا كلهم يقول لي : عليك يا محمد بالحجامة
“Tidaklah aku melewati satu malaikat
pada malam aku di-isra’-kan, kecuali mereka semua berkata kepadaku :
“Lakukanlah bekan wahai Muhammad”.
Di lain lafadh :
مُرْ
أُمَّتَكَ بِالْحِجَامَةِ
‘Perintahkanlah umatmu untuk
berbekam” [lihat : Ash-Shahiihah no. 2263].
Tidaklah
malaikat memerintahkan kepada Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam kecuali
perintah itu datang dari Allah ta’ala[14]
yang mengandung kebaikan.
Dari
beberapa hadits di atas dapat kita ambil beberapa faedah, bahwasannya bekam :
a. adalah
sebaik-baik pengobatan;
b. diperintahkan
oleh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam;
c. diperintahkan
oleh malaikat;
Bahkan
dalam satu hadits disebutkan bahwa bekam terkandung barakah :
الْحِجَامَةُ
عَلَى الرِّيقِ أَمْثَلُ، وَفِيهَا شِفَاءٌ وَبَرَكَةٌ، وَهِيَ تَزِيدُ فِي
الْعَقْلِ، وَتَزِيدُ فِي الْحِفْظِ، وَتَزِيدُ الْحَافِظَ حِفْظًا......
“Berbekam
sebelum makan pagi sangat baik, karena padanya terdapat obat dan barakah, dapat
menambah kecerdasan dan hapalan. Menambah hapalan seorang penghapal....”
[lihat : Ash-Shahiihah no. 766].
Seandainya
hadits ini shahih,[15] maka aktifitas berbekam merupakan
aktifitas tabarruk, dan tabarruk sendiri adalah ibadah.
Dari
sini dapat diketahui – sebagaimana hal yang Anda tanyakan di atas – bahwa bekam
itu merupakan sunnah Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam. Yaitu, sunnah
dalam pengobatan yang dilakukan ketika ada kebutuhan.[16]
Inilah yang dikatakan beberapa ulama kita.[17]
Tentu
saja, Allah ta’ala akan memberikan pahala dan kebaikan bagi siapa saja
yang melakukannya (karena mencontoh Nabinya shallallaahu ‘alaihi wa sallam).
Wallaahu a’lam.
Semoga
jawaban ringkas ini ada manfaatnya.
[abul-jauzaa
– wonokarto, wonogiri – 25032012].
[1] Ishaaq bin Ibraahiim bin Habiib bin Asy-Syahiid, Abu Ya’quub
Al-Bashriy Asy-Syahiidiy; seorang yang tsiqah. Termasuk thabaqah ke-10, wafat tahun
257 H. Dipakai oleh Abu Daawud dalam Al-Maraasiil, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 125 no. 326].
[2] Mu’tamir bin
Sulaimaan bin Tharkhaan At-Taimiy, Abu Muhammad Al-Bashriy; seorang yang tsiqah.
Termasuk thabaqah ke-9, lahir tahun 106 H, dan wafat tahun 187 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 958 no. 6833].
[3] Humaid bin Abi Humaid Ath-Thawiil Al-Bashriy, Abu ‘Ubaidah
Al-Khuzaa’iy; seorang yang tsiqah, namun sering melakukan tadliis. Termasuk thabaqah ke-5, lahir tahun 68 H, dan wafat tahun 142/143 H. Dipakai
oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu
Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 274 no. 1553].
[4] Anas bin Maalik bin An-Nadlr bin Dlamdlam bin Zaid bin
Haraam bin Jundab bin ‘Aamir bin Ghunm bin ‘Adiy bin An-Najjaar Al-Anshaariy
An-Najjaariy, Abu Hamzah Al-Madaniy; salah seorang shahabat masyhuur. Wafat tahun 93 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 154 no. 570].
[5] Al-Hasan bin Ash-Shabbaah bin Muhammad Al-Bazzaar, Abu ‘Aliy
Al-Waasithiy tsumma Al-Baghdaadiy; seorang yang dikatakan Ibnu Hajar :
‘jujur namun sering ragu (yahimu)’. Ahmad berkata : “Tsiqah,
shaahibus-sunnah”. Abu Haatim berkata : “Shaduuq” Muhammad
bin Jum’ah Al-Haafidh berkata : “Salah seorang dari kalangan orang-orang
shaalih”. An-Nasaa’iy berkata : “Tidak kuat (laisa bil-qawiy)”. Di lain
tempat ia berkata : “Shaalih”. Oleh karenannya yang benar
tentang dirinya bahwasannya ia seorang yang shaduuq. Termasuk thabaqah
ke-10, dan wafat tahun 249 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, dan An-Nasaa’iy [Taqriibut-Tahdziib hal. 239 no. 1261 dan Tahriirut-Taqriib
1/274-275 no. 1251].
[6] ‘Abdul-Wahhaab bin ‘Athaa’ Al-Khaffaaf, Abu Nashr Al-‘Ijliy;
seorang yang shaduuq, namun kadang keliru. Termasuk thabaqah ke-9, wafat tahun 204 H atau 209 H. Dipakai oleh
Al-Bukhaariy dalam Khalqu Af’aalil-‘Ibaad, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu
Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 633 no. 4290]. Perinciannya adalah sebagai berikut :
‘Abdul-Wahhaab, ia adalah Ibnu ‘Athaa’
Al-Khaffaaf; seorang yang diperselisihkan. Ahmad berkata : “Dla’iiful-hadiits, mudltharib” [Mausu’ah Aqwaal
Al-Imam Ahmad, 2/399]. Telah
berkata ‘Utsmaan bin Sa’iid Ad-Daarimiy dan Abu Bakr bin Abi Khaitsamah, dari
Yahyaa bin Ma’iin : “Tidak mengapa dengannya”. Telah berkata Al-Ghallaabiy dari
Yahyaa bin Ma’iin : “Ditulis haditsnya”. Dan telah berkata ‘Abbaas Ad-Duuriy
dari Yahyaa bin Ma’iin : “Tsiqah”. As-Saajiy berkata : “Shaduuq, namun tidak kuat”. Ibnu Abi Haatim berkata : Aku pernah
bertanya kepada ayahku tentangnya, lalu ia menjawab : ‘Tempatnya kejujuran’.
Aku bertanya lagi : ‘Apakah ia lebih engkau senangi ataukah Abu Zaid An-Nahwiy
dalam riwayat Ibnu Abi ‘Aruubah ?’. Ia menjawab : ‘’Abdul-Wahhaab di sisi
mereka bukanlah seorang yang kuat dalam hadits”. Ibnu Sa’d berkata : “Ia
seorang yang shaduuq, insya Allah”. Ibnu Hibbaan dan Ibnu Syaahiin menyebutkannya dalam Ats-Tsiqaat.
Ad-Daaruquthniy berkata : “Tsiqah”. Al-Bukhaariy berkata : “Ditulis haditsnya,….aku harapkan
(haditsnya dapat dipergunakan sebagai hujjah)”. An-Nasaa’iy dan Ibnu ‘Adiy
berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Al-Hasan bin Sufyaan berkata : “Tsiqah”. Al-Bazzaar berkata
: “Tidak kuat. Namun para ulama telah membawakan haditsnya” [lihat : Tahdziibut-Tahdziib,
6/450-453 no. 838]. Adz-Dzahabiy berkata : “Shaduuq” [Miizaanul-I’tidaal, 2/681 no. 5322].
Kesimpulannya, ia seorang yang shaduuq. Wallaahu a’lam.
[7] Sa’iid bin Abi ‘Aruubah Mihraan Al-‘Adawiy, Abun-Nadlr Al-Yasykuriy
Al-Bashriy; seorang yang tsiqah haafidh,
mempunyai banyak tulisan, akan tetapi banyak melakukan tadliis dan
tercampur hapalannya (di akhir usianya). Ia orang yang paling tsabt dalam
periwayatan hadits Qataadah. Termasuk thabaqah ke-6, dan wafat tahun 156
H/157 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 384 no. 2378 dan Ar-Ruwaatuts-Tsiqaat
Al-Mutakallamu fiihim bimaa Laa Yuujibu Raddahum oleh Adz-Dzahabiy, hal. 97 no. 37].
Ibnu Hajar memasukkannya dalam thabaqah
kedua perawi mudallis [Thabaqaatul-Mudallisiin, no. 50].
Catatan : ‘Abdul-Wahhaab bin ‘Athaa’
mendengar hadits sebelum ikhtilaath-nya, dan sekaligus orang yang paling
tahu tentang hadits Sa’iid bin Abi ‘Aruubah sebagaimana dikatakan Ahmad bin
Hanbal rahimahullah.
[8] Qataadah bin Di’aamah bin Qataadah As-Saduusiy,
Abul-Khaththaab Al-Bashriy; seorang yang tsiqah lagi tsabat, namun banyak
melakukan tadliis. Termasuk thabaqah ke-4, lahir tahun 60 H/61 H, dan
wafat tahun 117 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy,
An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib hal. 798 no. 5553, Ta’riifu Ahlit-Taqdis hal. 102 no. 92, Al-Mudallisiin
lil-‘Iraaqiy hal. 79-80 no. 49, dan Riwaayaatul-Mudallisiin fii Shahiih Al-Bukhaariy hal. 483-484].
[9] Muhammad bin Ya’quub bin Yuunus bin Ma’qil bin Sinaan,
Abul-‘Abbaas – terkenal dengan nama Al-Asham; seorang muhaddits di jamannya,
tsiqah, ma’muun, tidak diperselisihkan tentang kejujuran dan keshahihan
penyimakan haditsnya [lihat Siyaru
A’laamin-Nubalaa’, 15/452-460 no.
258].
[10] Ahmad bin
‘Abdil-Hamiid bin Khaalid, Abu Ja’far Al-Haaritsiy Al-Kuufiy; seorang yang tsiqah
[Mausu’ah Aqwaal Ad-Daaruquthniy, hal. 72 hal. 259].
[11] Al-Husain bin ‘Aliy bin Al-Waliid Al-Ju’fiy, Abu
‘Abdillah/Muhammad Al-Kuufiy Al-Muqri’; seorang yang tsiqah lagi ‘aabid. Termasuk thabaqah ke-9, dan wafat tahun 203 H/204 H. Dipakai oleh Al-Bukhaariy, Muslim, Abu
Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 249 no. 1344].
[12] Hamzah bin Habiib
bin ‘Ammaarah Az-Zayyaat Al-Qaari’, Abu ‘Ammaarah Al-Kuufiy At-Taimiy; seorang yang shaduuq, zaahid, namun kadang ragu.
Termasuk thabaqah ke-7, lahir tahun 80 H, dan wafat 156 H/157 H. Dipakai
oleh Muslim, Abu Daawud, At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib,
hal. 271 no. 1526]. Namun yang benar ia seorang yang lebih mendekati tsiqah.
Telah di-tsiqah-kan oleh Ahmad, Ibnu Ma’iin, Ibnu Hibbaan, Al-‘Ijliy,
dan Al-Fasawiy. An-Nasaa’iy berkata : “Tidak mengapa dengannya”. Ibnu Sa’d
berkata : “Ia seorang laki-laki shaalih, memiliki beberapa hadits, shaduuq,
lagi shaahibus-sunnah”. Adapun Al-Azdiy dan As-Saajiy mengkritik bahwa
ia jelek hapalannya. Sudah dimaklumi bahwasannya keduanya (As-Saajiy dan
Al-Azdiy) adalah sangat ketat dalam penilaian perawi [lihat : Tahriirut-Taqriib,
1/322 no. 1518].
[13] Abaan bin Shaalih
bin ‘Umair Al-Qurasyiy, Abu Bakr Al-Madaniy atau Al-Makkiy; seorang yang tsiqah.
Termasuk thabaqah ke-5, lahir tahun 60 H, dan wafat tahun 115 H (dalam
usia 55 tahun). Dipakai oleh Al-Bukhaariy secara mu’allaq, Abu Daawud,
At-Tirmidziy, An-Nasaa’iy, dan Ibnu Maajah [Taqriibut-Tahdziib, hal. 103
no. 138].
لا
يَسْبِقُونَهُ بِالْقَوْلِ وَهُمْ بِأَمْرِهِ يَعْمَلُونَ
“Mereka
itu tidak mendahului-Nya
dengan perkataan dan mereka mengerjakan perintah-perintah-Nya" [QS. Al-Anbiyaa' : 27].
Ayat
ini memberikan penjelasan bahwa para malaikat adalah makhluk yang tidak akan
pernah mendahului Allah ta'ala dalam hal perintah (dan
larangan)-Nya.
[16] Seandainya bekam
dikeluarkan dari lingkup sunnah secara mutlak, lantas apa faedahnya malaikat
menyuruh Nabi shallallaahu ‘alaihi wa sallam agar berbekam, dan kemudian
beliau pun memerintahkan umatnya untuk berbekam ?. Apa pula faedahnya beliau shallallaahu
‘alaihi wa sallam memerintahkan umatnya berbekam pada waktu-waktu khusus
yang beliau katakan mempunyai faedah dan keutamaan (sehingga bisa dimasukkan
dalam sunnah) ?.
http://abul-jauzaa.blogspot.com
0 komentar:
Posting Komentar