yufid.com

Senin, 12 Agustus 2013

Sosok Pemimpin Islami

Posted by Abu Abdillah Riza Firmansyah On 01.03 No comments
Sosok Pemimpin Islami

Segala puji  hanya bagi Alloh, semoga shalawat serta salam tercurah kepada Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wa sallam, keluarga beserta para sahabat yang setia mengikuti sunnahnya.

Sekelompok masyarakat sangatlah membutuhkan sosok orang yang akan mengatur jalannya hidup dan kehidupan agar tercapainya kehidupan yang aman, adil, sejahtera yang hakiki dalam Islam.

Pemimpin adalah orang yang mengatur berbagai macam urusan. Pemimpin adalah contoh bagi yang dipimpinnya. Pemimpin adalah orang yang memiliki kemampuan terhadap yang dipimpinnya. Pemimpin bukanlah suatu profesi. Pemimpin memiliki tanggung jawab yang sangat besar. Dan masing-orang adalah pemimpin bagi dirinya sendiri.

Nabi  shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
كلكم راع و كلم مسئول عن رعيته فالإمام راع و هو مسئول عن رعيته و الرجل راع في أهله و هو مسئول عن رعيته و المرأة راعية في بيت زوجها و هي مسئولة عن رعيتها و الخادم راع في مال سيده و هو مسئول عن رعيته و الرجل راع في مال أبيه و هو مسئول عن رعيته فكلكم راع و كلكم مسئول عن رعيته

 “Masing-masing dari kalian adalah pemimpin, dan kalian semuanya akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang imam adalah pemimpin dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Seorang bapak adalah pemimpin bagi keluarganya dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang istri adalah pemimpin di rumah suaminya dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang pembantu adalah pemimpin di rumah tuannya dia akan ditanya tentang kepemimpinannya, seorang anak adalah pemimpin pada harta orang tuanya dia akan ditanya tentang kepemimpinannya. Maka kalian semua adalah pemimpin terhadap yang dipimpinnya”.
HR, Ahmad, Al Baihaqi, Ad Daruqutni, Abu Dawud, dan At Tirmidzi dari jalan Ibnu Umar. Berkata Syaikh al Albani Shohih. Lihat hadits no.4569 didalam Shohih Al Jami’

Maka apabila seorang pemimpin tidak mampu memimpin dirinya sendiri menjadi orang yang baik dan terbaik yang diharapkan di dalam Islam, maka bagaimana mungkin dia akan mampu mengatur negaranya yang terkecil yaitu keluarganya sebelum mengatur orang lain bahkan mengatur negara.
Krisis memang, ketika menjamurnya penyakit linglung dalam memilih sosok pemimpin di masyarakat terlebih ketika dia akan mengatur urusan orang banyak terutama yang berkaitan dengan urusan agama dan masalah keduniaan lainnya.

Orang sudah tidak lagi memprioritaskan kriteria yang ada pada sosok Rasululloh shallallahu’alaihi wa sallam, tidak pula sosok Abu Bakar Ash Shiddiq, tidak pula sosok Umar bin Khatthab, tidak pula sosok Utsman bin Affan, tidak pula sosok Ali bin Abi Thalib, tidak pula sosok Umar bin Abdul Aziz, tidak pula sosok para imam-imam salaf setelah mereka yang memiliki sikap profesionalis yang hakiki dalam hal keilmuan, ketakwaan, ibadah, muamalah, dan lainnya.

Sebaliknya sosok pemimpin yang diangkat adalah pemimpin yang memiliki profesionalis yang notabene ala barat seperti pandai berbicara, pandai menarik hati orang lain, memiliki kedudukan dan  gelar yang tinggi, memiliki keturunan dan dari keluarga yang sama, dan alasan-alasan lainnya yang pada dasarnya mereka tidak memiliki dasar agama yang kokoh kecuali sedikit.
Di samping itu fitnah-fitnah maksiat dan dunia juga menjadi faktor pendorong yang mendukung semakin menjalarnya penyakit linglung alias krisis memilih sosok pemimpin terlebih lagi kita hidup di zaman yang sudah sangat banyak tanda-tanda kiamat bertebaran diantaranya telah dibukanya pintu-pintu kekayaan dunia dan banyaknya maksiat di hadapan kita sehingga orang akan mendengar suara kebanyakan orang-orang yang terjangkit virus maksiat dan fitnah dunia di dalam hatinya dan meninggalkan perkataan orang-orang bertakwa yang disangka kaku dan kolot .

Al Mawardi rahimahulloh dalam kitab Al Ahkam Ash Shulthoniyah menyebutkan syarat-syarat seorang pemimpin, diantaranya:
Pertama, adil dengan ketentuan-ketentuannya.
Kedua, ilmu yang bisa mengantar  kepada ijtihad dalam menetapkan permasalahan kontemporer dan hukum-hukum.
Ketiga, sehat jasmani, berupa pendengaran, penglihatan dan lisan, agar dia dapat langsung menangani tugas kepemimpinannya.
Keempat, normal (tidak cacat) yang tidak menghalanginya untuk bergerak dan bereaksi.
Kelima, bijak yang bisa digunakan untuk mengurus rakyat dan kepentingan negara.
Keenam, keberanian yang bisa digunakan untuk melindungi wilayah dan memerangi musuh.

Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahulloh di dalam Adhwa Al Bayan 1/67 mengatakan:
“Pemimpin haruslah seseorang yang mampu menjadi Qadhi (hakim) bagi rakyatnya (kaum muslimin). Haruslah seorang Alim Mujtahid yang tidak perlu lagi meminta fatwa kepada orang lain dalam memecahkan kasus-kasus yang berkembang di tengah masyarakatnya”.

Sebagai penutup kata bahwasanya pemimpin kelak akan diminta pertanggung jawabannya di hadapan Alloh Ta’ala terhadap apa-apa yang dipimpinnya baik berkaitan dengan keilmuan pemimpin itu, sikap, manajemennya (dari salaf atau saduran barat), lingkungannya, dan masing-masing orang perorang dari bawahan atau rakyatnya.
وَقِفُوهُمْ إِنَّهُمْ مَسْؤُلُونَ
“Dan tahanlah mereka (di tempat perhentian) karena Sesungguhnya mereka akan ditanya”. QS. Ash Shofat: 24
Wallahu A’lam bisshowab.









0 komentar:

Cari Artikel Hidayahsalaf