Istriku Berselingkuh, Apa Yang Harus Aku Perbuat?
Pertanyaan
Para ulama' menyatakan: Nabi shallallahu
'alaihi wassalam memulai dengan menyebutkan zina mata, karena zina
mata adalah asal usul terjadinya zina tangan, lisan kaki, dan kemaluan[1] .
Pertanyaan
Ass. Wr. Wb. (baca; assalamu'alaikum warahmatullohi wabarakatuh)
Yth.
para ustadz
Kiranya bolehkah saya bertanya mengenai hukum atau cara apa yang
harus saya sikapi untuk istri yang berselingkuh?
Perselingkuhan itu sendiri terjadi 2 waktu, pertama saat kami baru menikah dan
pada saat hamil 2 bulan, ia (istri) saya telah berjalan dengan kekasih lamanya
beberapa kali, dan pada saat2 itu mereka sempat masuk hoteluntuk berzina .....
kemudian beberapa tahun kemudian setelah anak saya pertama lahir, mereka sempat
berhubungan kembali dan beberapa kali juga masuk hotel dan berzina.
Kemudian setelah itu kami memliki anak kedua.
Kejadian itu telah terjadi 7 tahun yang lalu, tetapi saya baru mengetahuinya saat ini. Yang diakibatkan dari kenalan lamanya yang terlalu dekat dan saya curigai.
Selama beberapa tahun terkahir ini, ia mengakui telah bertobat dan tidak pernah melakukannya lagi serta sudah memutuskan hubungan dengan lelaki itu (karena dia sudah berkeluarga juga) dan mengatakan bahwa semua anak itu adalah anak kami. istri saya telah bersumpah di atas Al'Quran untuk semua pengakuan ini.
Kemudian setelah itu kami memliki anak kedua.
Kejadian itu telah terjadi 7 tahun yang lalu, tetapi saya baru mengetahuinya saat ini. Yang diakibatkan dari kenalan lamanya yang terlalu dekat dan saya curigai.
Selama beberapa tahun terkahir ini, ia mengakui telah bertobat dan tidak pernah melakukannya lagi serta sudah memutuskan hubungan dengan lelaki itu (karena dia sudah berkeluarga juga) dan mengatakan bahwa semua anak itu adalah anak kami. istri saya telah bersumpah di atas Al'Quran untuk semua pengakuan ini.
Pertanyaan saya, harus bagaimana saya bersikap? apakah saya
wajib menceraikan dia? atau boleh memaafkan (mengingat kami memiliki 2 orang
putri dan saya masih menyayanginya).Tetapi apapun saya akan menuruti menurut
hukum dari sisi pandang agama yang saya selalu yakini, Islam.
Bagaimana saya bersikap terhadap lelaki itu?
Pak Ustadz ... mohon bantuan dalam bentuk saran dan hukum yang benar untuk permasalahan ini, saya benar2 bingung mengalami hal seperti ini.
Sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih dan mohon sekali atas bantuannya.
Wass.
Xxxxx
Bagaimana saya bersikap terhadap lelaki itu?
Pak Ustadz ... mohon bantuan dalam bentuk saran dan hukum yang benar untuk permasalahan ini, saya benar2 bingung mengalami hal seperti ini.
Sebelumnya saya ucapkan banyak terima kasih dan mohon sekali atas bantuannya.
Wass.
Xxxxx
Jawaban
Alhamdulillah, sholawat dan salam semoga senantiasa
terlimpahkan kepada Nabi Muhammad, keluarga dan seluruh sahabatnya:
Tidak
diragukan bahwa perbuatan zina adalah perbuatan dosa besar. Dan diantara
penyebab terjerumusnya seseorang kedalam kenistaan ini ialah rendahnya iman dan
moral masyarakat, serta praktek obral aurat dengan murah, terutama dari kaum
wanita.
Diantara
faktor yang menyuburkan perilaku hina ini ialah merajalelanya pergaulan bebas
antara lelaki dan perempuan. Banyak dari kita yang berhati dingin tanpa takut
dosa, mengumbar seluruh indranya untuk menikmati sesuatu yang tidak halal
baginya. Perilaku ini sering kali menjadi langkah pertama begi terjerumusnya
seseorang kedalam perbuatan nista ini. Oleh karena itu, jauh-jauh hari Allah
dan Rasul-Nya shallallahu
'alaihi wassalam telah memperingatkan kita dari berbagai perangkap perzinaan ini
(قُل لِّلْمُؤْمِنِينَ يَغُضُّوا مِنْ
أَبْصَارِهِمْ وَيَحْفَظُوا فُرُوجَهُمْ ذَلِكَ أَزْكَى لَهُمْ إِنَّ اللَّهَ
خَبِيرٌ بِمَا يَصْنَعُونَ {30} وَقُل لِّلْمُؤْمِنَاتِ يَغْضُضْنَ مِنْ
أَبْصَارِهِنَّ وَيَحْفَظْنَ فُرُوجَهُنَّ وَلَا يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا
مَا ظَهَرَ مِنْهَا وَلْيَضْرِبْنَ بِخُمُرِهِنَّ عَلَى جُيُوبِهِنَّ وَلَا
يُبْدِينَ زِينَتَهُنَّ إِلَّا لِبُعُولَتِهِنَّ أَوْ آبَائِهِنَّ أَوْ آبَاء
بُعُولَتِهِنَّ أَوْ أَبْنَائِهِنَّ أَوْ أَبْنَاء بُعُولَتِهِنَّ أَوْ
إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي إِخْوَانِهِنَّ أَوْ بَنِي أَخَوَاتِهِنَّ أَوْ
نِسَائِهِنَّ أَوْ مَا مَلَكَتْ أَيْمَانُهُنَّ أَوِ التَّابِعِينَ غَيْرِ أُوْلِي
الْإِرْبَةِ مِنَ الرِّجَالِ أَوِ الطِّفْلِ الَّذِينَ لَمْ يَظْهَرُوا عَلَى
عَوْرَاتِ النِّسَاء وَلَا يَضْرِبْنَ بِأَرْجُلِهِنَّ لِيُعْلَمَ مَا يُخْفِينَ
مِن زِينَتِهِنَّ وَتُوبُوا إِلَى اللَّهِ جَمِيعًا أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ
لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ)
"Katakanlah kepada laki-laki
yang beriman "hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya, yang demikian itu adalah lebih suci bagi mereka, sesungguhnya
Allah maha Mengetahui apa yang mereka perbuat. Dan katakan kepada wanita yang
beriman: "hendaklah mereka menahan pandangannya, dan memelihara
kemaluannya, dan janganlah mereka menampakkan perhiasannya, kecuali kepada suami
atau ayah, atau ayah suami atau putra-putra mereka atau putra-putra suami
mereka atau saudara laki-laki atau putra-putra saudara laki-laki atau
putra-putra saudari perempuan mereka, atau wanita-wanita muslimah atau
budak-budak yang mereka miliki atau pelayan-pelayan laki-laki yang tidak
mempunyai keinginan (kepada wanita) atau anak-anak yang belum mengerti tentang
aurat wanita. Dan janganlah mereka menghentakkan kakinya agar diketahui
perhiasan yang mereka sembunyikan. Dan bertaubatlah kamu sekalian kepada Allah,
hai orang-orang yang beriman supaya kamu beruntung." (An
Nur: 30-31)
Dan Rasulullah rjuga bersabda:
(كُتِبَ
على بن آدَمَ نَصِيبُهُ من الزِّنَا، مُدْرِكٌ ذلك لا مَحَالَةَ، فَالْعَيْنَانِ زِنَاهُمَا النَّظَرُ،
وَالأُذُنَانِ زِنَاهُمَا الاسْتِمَاعُ، وَاللِّسَانُ زِنَاهُ الْكَلامُ،
وَالْيَدُ زِنَاهَا الْبَطْشُ، وَالرِّجْلُ زِنَاهَا الْخُطَا، وَالْقَلْبُ
يَهْوَى وَيَتَمَنَّى، وَيُصَدِّقُ ذلك الْفَرْجُ وَيُكَذِّبُهُ) متفق عليه
"Telah
ditentukan atas setiap anak Adam bagiannya dari perbuatan zina, ia pasti
melakukannya. Zina kedua mata adalah dengan memandang, zina kedua telinga
adalah dengan mendengarkan, zina lisan adalah dengan berbicara, zina kedua
tangan adalah dengan menggenggam, dan zina kedua kaki adalah dengan melangkah,
sedangkan hati berkeinginan dan berandai-andai, dan kemaluan mempraktekkan
keinginan untuk berzina itu atau menolaknya."Muttafaqun 'alaih
Oleh
karena itu hendaknya kita senantiasa waspada dan berusaha sekuat tenaga untuk
menjauhi perangkap-perangkap perzinaan diatas, agar tidak terjerumus kedalam
kenistaan ini, Allah ta'ala:
)وَلاَ تَقْرَبُواْ الزِّنَى
إِنَّهُ كَانَ فَاحِشَةً وَسَاء سَبِيلاً(
"Dan
janganlah kamu mendekati zina, sesungguhnya zina itu adalah suatu perbuatan
yang keji. Dan suatu jalan yang buruk." Al Isra' 32
Ketahuilah
saudaraku, sesungguhnya zina adalah piutang yang pasti anda tebus, dan
tebusannya ada pada keluarga anda sendiri, dalam pepatah
dinyatakan
عفوا تعف
نساؤكم وأبناؤكم وبروا أباءكم يبركم أبناؤكم
Jagalah
dirimu niscaya istri dan anakmu mu akan menjaga dirinya dan berbaktilah kepada
orang tuamu, niscaya anakmu akan berbakti kepadamu."[2]
Dan dalam pepatah arab lainnya dinyatakan:
الزنا
دين قضاؤه في أهلك
"Perbuatan
zina adalah suatu piutang, dan tebusannya ada pada keluargamu."
Masing-masing
dari kita seyogyanya bertanya kepada hati nurani masing-masing: Relakah kita
bila anak gadis, atau saudara wanita atau ibu kita dizinai oleh orang lain?
Bila tidak rela, maka janganlah berzina dengan anak atau seudara wanita atau
ibu orang lain.
Dan bila
anda telah tega menzinai anak atau saudara wanita atau ibu seseorang, maka
semenjak itu ingatlah selalu bahwa pada suatu saat perbuatan yang serupa akan
menimpa anak gadis anda atau saudara wanita anda atau bahkan ibu anda.
Oleh karena itu
hendaknya anda senantiasa berpikir panjang bila tergoda setan untuk melakukan
berzina, baik zina kemaluan atau zina pandangan atau lainnya. Sebagaimana
pedihnya hukuman Allah di dunia dan akhirat senantiasa anda ingat, agar anda tidak
mudah terjerembab ke dalam kenistaan ini.
Diantara
bentuk hukuman yang diberikan oleh Islam kepada para pezina selain dicambuk
ialah diharamkannya menikah dengan mereka hingga mereka bertaubat. Allah
Ta'ala berfirman:
}الْخَبِيثَاتُ لِلْخَبِيثِينَ
وَالْخَبِيثُونَ لِلْخَبِيثَاتِ وَالطَّيِّبَاتُ لِلطَّيِّبِينَ وَالطَّيِّبُونَ
لِلطَّيِّبَاتِ { النور 26
"Wanita-wanita
yang keji adalah untuk laki-laki yang keji dan laki-laki yang keji adalah untuk
wanita-wanita yang keji (pula) dan wanita-wanita yang baik untuk laki-laki yang
baik, dan laki-laki yang baik untuk wanita-wanita yang baik( pula)." (An
Nur: 26)
Sebagian
ulama' ahli tafsir menyatakan bahwa ayat ini ada kaitannya dengan ayat ke-3
dari surat yang
sama, yaitu firman Allah Ta'ala:
} الزَّانِي لا يَنكِحُ إلاَّ
زَانِيَةً أَوْ مُشْرِكَةً وَالزَّانِيَةُ لا يَنكِحُهَا إِلاَّ زَانٍ أَوْ
مُشْرِكٌ وَحُرِّمَ ذَلِكَ عَلَى الْمُؤْمِنِينَ {
"Lelaki yang
berzina tidak mengawini melainkan perempuan yang berzina, atau perempuan yang
musyrik, dan perempuan yang berzina tidak dikawini melainkan oleh lelaki yang
berzina atau lelaki yang musyrik, dan yang demikian itu diharamkan atas
orang-orang yang beriman." (An Nur: 3).
Sehingga penafsiran
ayat ini menunjukkan bahwa lelaki yang tidak baik adalah pasangannya wanita
yang tidak baik pula, dan sebaliknya wanita yang tidak baik adalah pasangannya
orang yang tidak baik pula. Dan haram hukumnya bagi lelaki baik atau wanita
baik untuk menikahi wanita atau lelaki yang tidak baik.[3]
Sebagian
ulama' menjabarkan penafsiran ini dengan lebih jelas lagi: Barang siapa yang
menikahi wanita pezina yang belum bertaubat, maka ia telah meridhai perbuatan
zina. Dan orang yang meridhai perbuatan zina, maka seakan ia telah berzina.
Bila seorang lelaki rela andai istrinya berzina dengan lelaki lain, maka akan
lebih ringan baginya untuk berbuat zina. Bila ia tidak cemburu ketika
mengetahui istrinya berzina, maka akankah ada rasa sungkan di hatinya untuk
berbuat serupa?! Dan wanita yang rela bila suaminya adalah pezina yang belum
bertaubat, maka berarti ia juga rela dengan perbuatan tersebut. Barang siapa
rela dengan perbuatan zina, maka ia seakan-akan telah berzina. Bila seorang
wanita rela andai suaminya merasa tidak puas dengan dirinya, maka ini pertanda
bahwa iapun tidak puas dengan suaminya.
Oleh karena
itu, orang yang terlanjur terjerumus kedalam kenistaan ini, hendaknya segera
kembali kepada jalan yang benar. Hendaknya ia menyadari bahwa perbuatan zina
telah meruntuhkan kehormatan dan jati dirinya. Sebagaimana hendaknya ia juga
senantiasa waspada dari balasan Allah Ta'ala yang mungkin akan segera menimpa
keluarganya.
Bila
penyesalan dan rasa pilu telah menyelimuti sanubari, dan tekad untuk tidak
mengulangi kenistaan ini telah menjadi bulat, istighfar kepada
Allah senantiasa dipanjatkan. Bila berbagai jalan-jalan yang akan menjerumuskan
kembali kedalam kenistaan ini, telah ditinggalkan, maka semoga berbagai dosa dan
hukuman Allah atas perbuatan ini dapat terhapuskan.
Mungkin ada yang bertanya: bagaimana halnya dengan hukuman dera
atau cambuk yang belum ditegakkan atas pezina tersebut, apakah taubatnya dapat
diterima?
Ketahuilah saudaraklu, bahwa: Sahabat Ma'iz bin Malik t mengaku kepada, Rasulullah r bahwa ia telah berzina. Berdasarkan pengakuan ini,
Rasulullah r memerintahkan agar ia dirajam.
Tatkala perajaman telah dimulai, dan sahabat Ma'iz merasakan pedihnya dirajam,
iapun berusaha melarikan diri. Akan tetapi para sahabat yang merajamnya
berusaha untuk mengejarnya dan merajamnya hingga meninggal. Ketika
Rasulullah r dikabarai bahwa sahabat Ma'iz
berusaha melarikan diri, beliau bersabda:
(هلا تركتموه لعله أن يتوب فيتوب الله عليه ) . أخرجه أحمد وأبو
داود وابن أ بي شيبة
"Tidahkah
kalian tinggalkan dia, mungkin saja ia benar-benar bertaubat, sehingga Allah
akan mengampuninya." Riwayat Ahmad, Abu Dawud, dan
Ibnu Abi Syaibah.
Berdasarkan
hadits ini dan juga lainnya para ulama' menyatakan bahwa orang yang berzina taubatnya
dapat diterima Allah, walaupun tidak ditegakkan padanya hukum dera atau rajam.
Dinatara yang menguatkan pendapat ini ialah firman Allah Ta'ala:
]وَالَّذِينَ لا يَدْعُونَ مَعَ اللَّهِ إِلَهًا آخَرَ وَلا
يَقْتُلُونَ النَّفْسَ الَّتِي حَرَّمَ اللَّهُ إِلاَّ بِالْحَقِّ وَلا يَزْنُونَ
وَمَن يَفْعَلْ ذَلِكَ يَلْقَ أَثَامًا {68} يُضَاعَفْ لَهُ الْعَذَابُ يَوْمَ
الْقِيَامَةِ وَيَخْلُدْ فِيهِ مُهَانًا {69} إِلاَّ مَن تَابَ وَآمَنَ وَعَمِلَ
عَمَلاً صَالِحًا فَأُوْلَئِكَ يُبَدِّلُ اللَّهُ سَيِّئَاتِهِمْ حَسَنَاتٍ
وَكَانَ اللَّهُ غَفُورًا رَّحِيمًا [
"Dan
orang-orang yang tidak menyembah tuhan lain berserta Allah dan tidak membunuh
jiwa yang diharamkan Allah (membunuhnya) kecuali dengan alasan yang
benar, dan tidak berzina, barang siapa yang melakukan demikian itu niscaya dia
mendapat pembalasan atas dosanya. Yakni akan dilipat gandakan azab untuknya
pada hari qiyamat dan ia akan kekal dalam azab itu, dalam keadaan terhina.
Kecuali orang-orang yang bertaubat, beriman dan mengerjakan amal shaleh, maka
kejahatannya diganti Allah dengan kebajikan. Dan adalah Allah Maha Pengampun
lagi Maha Penyayang." Al Furqaan 68-70
Ibnu
Katsir berkata: "Tafsiran kedua: bahwa kejelekan yang telah lalu dengan
benar-benar bertaubat akan berubah menjadi kebaikan. Yang demikian itu karena
setiap kali pelaku dosa teringat akan lembaran kelamnya, ia menyesali, hatinya
pilu, dan bertaubat/ memperbaharui penyesalannya. Dengan penafsiran
demikian ini, dosa-dosa itu berubah menjadi ketaatan kelak pada hari qiyamat.
Walaupun dosa-dosa itu tetap saja tertuliskan atasnya, akan tetapi itu semua
tidak membahayakannya. Bahkan itu akan berubah menjadi kebaikan pada lembaran
catatan amalnya, sebagaimana dinyatakan dalam hadits-hadits yang shohih, dan
keterangan ulama' salaf."[4]
Berdasarkan keterangan ini, maka banyak dari ulama' yang
berkredibilitas tinggi membolehkan kita untuk menikah dengan pezina yang
benar-benar telah bertaubat.
Syeikh
As Syinqithy berkata: "Ketahuilah bahwa menurutku pendapat ulama'
yang paling kuat adalah: bila lelaki pezina dan wanita pezina telah berhenti
dari perbuatan zina, menyesali perbuatan mereka, dan bertekad untuk tidak
mengulanginya, maka pernikahan mereka adalah sah. Sehingga seorang lelaki
dibenarkan untuk menikahi wanita yang pernah ia zinahi setelah keduanya
bertaubat. Sebagaimana dibolehkan bagi orang lain untuk menikahi mereka,
tentunya setelah mereka bertaubat. Yang demikian itu karena orang yang telah
bertaubat dari dosa bagaikan orang yang tidak pernah melakukan dosa."[5]
Bila pezina adalah seorang wanita, dan ia hamil dari hasil
perzinaan itu, maka untuk dapat menikahinya disyaratkan hal lain, yaitu ia
telah melahirkan anak yang ia kandung, sebagaimana ditegaskan pada fatwa Komite
Tetap Untuk Fatwa Kerajaan Saudi Arabia
berikut : "Tidak dibenarkan menikahi wanita pezina dan tidak sah akad
nikah dengannya, hingga ia benar-benar telah bertaubat dan telah
selesai masa iddahnya."[6]
Saudaraku,
ketahuilah bahwa diantara perwujudan dari taubat kita dari perbuatan dosa ialah
dengan tidak menceritakan perbuatan dosa kita kepada orang lain. Karena menceritakan
lembaran kelam kepada orang lain merupakan pertanda akan lemahnya rasa malu,
penyesalan dan rasa takut kepada Allah. Bahkan bisa saja perbuatan ini menjadi
pertanda adanya kebanggaan dengan perbuatan nista tersebut. Simaklah sabda
Rasulullah rberikut:
(كل أمتي معافى إلا المجاهرين وإن من المجاهرة أن يعمل الرجل عملا
بالليل ثم يصبح وقد ستره الله . فيقول : يا فلان عملت البارحة كذا وكذا وقد بات
يستره ربه ويصبح يكشف ستر الله عنه ) . متفق عليه
"Setiap
ummatku akan diampuni, kecuali orang-orang yang berterus-terang dalam
bermaksiat. Dan diantara perbuatan berterus-terang dalam bermaksiat ialah bila
seseorang melakukan kemaksiatan pada malam hari, lalu Allah telah menutupi
perbuatannya, akan tetapi ia malah berkata: wahai fulan, sungguh tadi malam aku
telah berbuat demikian dan demikian. Padahal Tuhan-Nya telah menutupi
perbuatannya, dan ia malah menyingkap tabir Allah dari dirinya." Muttafaqun 'Alaih. Dan pada hadits lain beliau bersabda:
(اجتنبوا هذه القاذورة التي نهى
الله عز وجل عنها ، فمن ألم فليستتر بستر الله عز وجل ، فإنه من يبد لنا صفحته نقم
عليه كتاب الله)
"Jauhilah
olehmu perbuatan-perbuatan nista yang telah Alla Azza wa Jalla larang, dan
barang siapa yang melakukannya, maka hendaknya ia menutupi dirinya dengan tabir
Allah Azza wa Jalla, karena barang siapa yang menampakkan kepada kami jati
dirinya, maka kamipun akan menegakkan hukum Allah." Riwayat Al Baihaqi dan
dihasankan oleh Al Albani.
Berdasarkan
dalil ini dan juga lainnya, para ulama' menyatakan bahwa dianjurkan bagi orang
yang telah terjerumus ke dalam dosa, agar merahasiakan dosanya tersebut, dan
tidak menceritakannya. Oleh karena itu tidak sepantasnya anda menceritakan masa
lampau anda kepada siapapun termasuk kepada lelaki yang melamar anda.
Terlebih-lebih bila anda benar-benar telah bertaubat, dan menyesali dosa anda.
Karena yang wajib untuk diceritakan kepada pelamar anda adalah cacat atau
hal-hal yang akan menghalangi atau mengurangi kesempurnaan hubungan suami
istri.[7]Adapun perbuatan dosa, terlebih-lebih yang telah ditinggalkan dan
disesali, maka tidak boleh diceritakan, karena siapakah dari kita yang tidak
pernah berbuat dosa?
Pada
kesempatan ini saya merasa perlu untuk mengingatkan saudara-saudaraku sekalian
agar senantiasa menjadikan pasangan hidupnya sebagai cermin akan jati dirinya.
Bila anda menjadi marah atau benci karena mengetahui ada kekurangan pada
pasangan anda, maka ketahuilah bahwa andapun memiliki kekurangan yang serupa
atau lainnya yang mungkin lebih besar dari kekurangannya. Dan bila anda merasa
bahwa diri anda memiliki kelebihan yang tidak dimiliki oleh pasangan anda, maka
ketahuilah bahwa iapun memiliki kelebihan yang tidak ada pada diri anda. Oleh
karena itu jauh-jauh hari Nabi r berpesan kepada kita dengan sabdanya:
(لا يَفْرَكْ مُؤْمِنٌ مؤمنة إن كَرِهَ منها خُلُقًا رضى منها
آخَرَ)
"Janganlah
seorang mukmin membenci wanita mukmin, bila ia membenci suatu perangai darinya,
niscaya ia suka dengan perangai yang lain." Muslim.
Demikianlah
seyogyanya seorang muslim bersikap dan berfikir, tidak sepantasnya kita
bersifat egois, hanya suka menuntut, akan tetapi tidak menyadari akan
kekurangan diri sendiri. Bila kita menuntut agar pada diri calon pasangan kita
terdapat berbagai kriteria yang indah, maka ketahuilah bahwa calon pasangan
kitapun memiliki berbagai impian tentang pasangan hidup yang ia dambakan.
Karenanya, sebelum kita menuntut, terlebih dahulu wujudkanlah tuntutan kita
pada diri kita sendiri, dengan demikian kita akan dapat berbuat adil dan tidak
semena-mena dalam bersikap dan menentukan kriteria ideal calon pasangan hidup.
Semoga
pemaparan singkat ini dapat bermanfaat bagi kita semua, dan semoga Allah Ta'ala
mensucikan jiwa kita dari noda-noda kenistaan. wallahu ta'ala a'alam bisshowab.
(Dijawab oleh ust. Arifin badri,Lc,MA)
Catatan Kaki:
[1] Baca: Fathul Bari
oleh ibnu Hajar Al Asqalani 11/504, & Faidhul Qadir oleh Al Munawi 2/247.
[2] Majmu' fatawa oleh Ibnu Taimiyyah 15/315-323
[3] Baca Tafsir Ibnu Jarir At Thobary 18/108, Tafsir Al Qurthuby
12/211, Majmu' Fatawa Ibnu Taimiyyah 15/322, dan Tafsir Ibnu Katsir 3/278.
[4] Tafsir Ibnu Katsir 3/328.
[5] Adhwa'ul Bayan oleh Muhammad Al Amin As Syinqithy 5/429.
[6] Majmu' Fatawa Lajnah Ad Daimah 18/383, fatwa no: 17776.
[7] Baca As Syarhul Mumti' oleh Ibnu Utsaimin 12/203.
Disalin oleh: http://hidayahsalaf.blogspot.com/
sumber: http://www.serambimadinah.com
0 komentar:
Posting Komentar