yufid.com

Senin, 14 September 2015

Tahlil di bulan Dzulhijjah dan Hakekatnya

Posted by Abu Abdillah Riza Firmansyah On 21.37 No comments
Tahlil di bulan Dzulhijjah dan Hakekatnya

Segala puji hanya bagi Alloh Ta’ala, semoga shalawat serta salam tercurah kepada Nabi kita Muhammad shallallohu’alaihi wa sallam, keluarga beserta para Sahabat yang setia mengikutinya.
Para pembaca yang semoga kita diberikan petunjuk dan Rahmat pleh Alloh Ta’ala, Bulan Dzulhijjah merupakan bulan yang memiliki beberapa keutamaan yang telah disebutkan di dalam Al Qur’an dan Hadits Nabi shallallohu’alaihi wa sallam.
Alloh Ta’ala berfirman:
والفجــر. وليـــال عشر
“Demi (waktu) fajar (subuh). Dan malam yang sepuluh”. (Al-Fajr: 1-2)

Di dalam ringkasan tafsir ibnu Katsir yang berjudul Umdah At Tafsir An Ibni Katsir  hal. 680 menyebutkan:
“Malam yang sepuluh” maksudnya adalah sepuluh hari dzulhijjah sebagimana yang dikatakan oleh Ibnu Abbas, Ibnu Az Zubair, Mujahid, dan lainnya dari ulama Salaf dan Kholaf. Telah ditetapkan di dalam Shohih Al Bukhori, dari Ibnu Abbas secara marfu’:


ما من أيام العمل الصالح فيهن أحب إلى الله من هذه الأيام- يعني عشر ذي الحجة- قالوا: ولا الجهاد في سبيل الله؟ قال: «ولا الجهاد في سبيل الله, إلا رجل خرج بنفسه وماله فلم يرجع من ذلك بشيء .

Tidaklah ada dari hari-hari yang amal shalih pada hari-hari itu lebih dicintai oleh Allah dari pada hari-hari itu (yakni sepuluh pertama bulan Dzulhijjah.” Para sahabat bertanya: “Ya Rasulullah, tidak juga jihad fi sabilillah? Beliau menjawab: “Tidak  juga jihad fi sabilillah, kecuali seseorang yang keluar dengan jiwa dan hartanya kemudian tidak pulang dengan sesuatu apapun (yakni meninggal di medan jihad)”. (HR. Bukhari, dalam kitab Al-‘Idain , Bab Fadhilah Amal di Hari Tasyriq no. 969)

Banyak sekali amalan yang dianjurkan pada sepuluh hari tersebut diantaranya haji dan umroh, berkurban, puasa, amalan-amalan sholih lainnya, dzikir, tahlil, takbir dan tahmid.

Dan inti dari ibadah dan amalan-amalan tersebut adalah agar mentauhidkan Alloh ta’ala dalam setiap ibadah, sebagaimana yang telah diingatkan di dalam riwayat berikut ini.

Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda,
مَا مِنْ أَيَّامٍ أَعْظَمُ عِنْدَ اللَّهِ وَلَا أَحَبُّ إِلَيْهِ الْعَمَلُ فِيهِنَّ مِنْ هَذِهِ الْأَيَّامِ الْعَشْرِ فَأَكْثِرُوا فِيهِنَّ مِنْ التَّهْلِيلِ وَالتَّكْبِيرِ وَالتَّحْمِيدِ
“Tidak ada hari yang paling agung dan amat dicintai Allah untuk berbuat kebaikan di dalamnya daripada sepuluh hari ini (dari bulan Dzulhijjah). Maka, perbanyaklah pada saat itu tahlil, takbir dan tahmid.” (HR. Ahmad, no. 6154)

Islam mengajarkan mengajarkan kalimat Tahlil (La ilaha illalloh), akan tetapi hakekat Tahlil ini harus kita fahami berdasarkan Al Qur’an, As Sunnah dengan pemahaman para Sahabat Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam.
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:

وَمَا خَلَقْتُ الْجِنَّ وَاْلإِنْسَ إِلاَّ لِيَعْبُدُوْنِ
“Dan Aku tidak menciptakan jin dan manusia melainkan supaya mereka beribadah kepada-Ku.” (Adz-Dzariyat: 56)

Sebagian ulama menafsirkan kalimat:
لِيَعْبُدُوْنِ
“Supaya mereka beribadah kepada-Ku.”
dengan makna: لِيُوَحِّدُوْنِ (supaya mereka mentauhidkan-Ku.) (Lihat Al-Qaulul Mufid karya Asy-Syaikh Ibnu ‘Utsaimin, 1/20)

Kalimat tahlil memiliki keutamaan yang sangat agung dan mulia.

Dari Abu Hurairah -radhiyallahu ‘anhu-, dari Nabi -shalallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

أسعد الناس بشفاعتي يوم القيامة من قال لا اله الا الله خالصا من قلبه
“Manusia yang paling berbahagia mendapatkan syafaatku pada hari kiamat adalah yang mengucapkan Laa Ilaaha Illalloh dengan keikhlasan di dalam hatinya”. HR. Bukhari no.99

Dari Hudzaifah -radhiyallahu ‘anhu-, Nabi -shalallahu ‘alaihi wa sallam- bersabda:

من قال لا اله إلا الله ابتغاء وجه الله ختم له بها دخل الجنة. رواه أحمد وصححه الألباني

“Barangsiapa yang mengucapkan Laa Ilaaha Illallah dengan mengharapkan wajah Allah, ia akhiri (hidupnya) dengannya maka akan masuk surga. HR. Ahmad (5/391) dan dishahihkan Al Albani dlm Shahih Targhib (1/579).
Syaikh Sulaiman bin Abdullah mengatakan: “Adapun sekedar mengucapkannya saja tanpa mengetahui maknanya dan tidak mengamalkan konsekuensinya, maka hal itu tidaklah bermanfaat berdasar ijma(kesepakatan)” (Lihat Taisirul Azizil Hamid karya beliau).
Kesimpulannya, Laa ilaaha illallah adalah sebuah kalimat yang agung, dan harus terkumpul padanya 3 hal: mengucapkannya, mengetahui maknanya, dan mengamalkan konsekuensinya. 
(Lihat I’anatul Mustafid karya Syaikh Shalih Al Fauzan)

Jika peribadatan kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala tidak disertai dengan tauhid maka ibadah itu tidak akan bermanfaat. Amalan mana pun akan tertolak dan batal bila dicampuri oleh syirik. Bahkan bisa menggugurkan seluruh amalan yang lain bila perbuatan syirik yang dilakukan termasuk syirik besar. 
Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
وَلَوْ أَشْرَكُوا لَحَبِطَ عَنْهُمْ مَا كَانُوا يَعْمَلُوْنَ
“Seandainya mereka mempersekutukan Allah, niscaya lenyaplah dari mereka amalan yang telah mereka kerjakan.” (Al-An’am: 88)

لَئِنْ أَشْرَكْتَ لَيَحْبَطَنَّ عَمَلُكَ وَلَتَكُوْنَنَّ مِنَ الْخَاسِرِيْنَ
“Jika kamu mempersekutukan (Allah), niscaya akan hapuslah amalmu dan tentulah kamu termasuk orang-orang yang merugi.” (Az-Zumar: 65)

Ditulis dan dirangkum oleh Abu Abdillah Riza



0 komentar:

Cari Artikel Hidayahsalaf