yufid.com

Selasa, 15 April 2014

JANGAN SALAH PILIH PANUTAN

Posted by Abu Abdillah Riza Firmansyah On 23.20 No comments

JANGAN SALAH PILIH PANUTAN

Kepribadian, akhlaq, tingkah laku dan karakter seseorang terkadang memang merupakan pembawaan yang diberikan oleh Alloh Ta’ala  sejak lahirnya . Ada yang diusahakan dengan mempelajari agama dengan benar ada juga perubahan karakter tersebut terpengaruh dengan orang-orang yang berada di sekitarnya dan di luar lingkungannya.


Hal yang kita sepakati bersama bahwa Rasululloh shallallohu’alaihi wa sallam adalah sebaik-baik manusia yang patut kita contoh dalam segenap perbuatan, perkataan, dan tingkah lakunya.
Alloh Ta’ala berfirman:

لَقَدْ كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا

“Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak menyebut Allah”.QS. Al Ahzab: 21
Dan sebaik-baik manusia yang pernah mencontoh Beliau shallallohu’alaihi wa sallam adalah para Sahabat kemudian yang mencontoh setelahnya (Tabi’in) dan kemudian generasi setelahnya (Atba’ Tabi’in), mereka adalah tiga generasi yang telah diberikan tazkiyah/ rekomendasi langsung dari Rasululloh shallallohu’alaihi wa sallam.

Manusia dalam hal mengambil contoh panutan berbeda-beda, diantara manusia ada yang mengambil panutan seseorang dikarenakan melihat jabatannya, ada juga yang mengambil panutan seseorang karena melihat hartanya, karena melihat postur tubuh dan kekuatan ototnya, karena melihat cara bicaranya yang diklaim lembut dan pandai mengolah kata, karena melihat cara bergaulnya yang luwes dan lunak, karena melihatnya sering tampil dan terlihat bahwa ia adalah donator yang perhatian, dan faktor-faktor lainnya.

Disamping itu juga setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan. Maka manakah diantara faktor yang kita dahulukan dalam hal ini.

Pengertian

Al Uswah (suri tauladan) diambil dari kata Al Qudwah  sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Manzhur.
Dan apabila disebutkan I’tasi bihi maksudnya iqtadi bihi (mencontohlah kepadanya) dan menjadilah seperti dia.

Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahulloh tatkala menafsirkan surat Al Mumtahanah ayat 4, mengatakan: “Al Uswah adalah Al Qudwah yaitu mengikuti orang lain dari sebuah keadaan dari dua macam yang baik ataupun yang buruk”. [Adhwaul Bayan  8/135]

Dalil-dalil Al Uswah

Dalil-dalil dari Al Qur’an sudah disebutkan di atas; antara lain:
-Surat Al Ahzab ayat 21
-Surat Al Mumtahanah 4-6

Dan ayat-ayat yang semakna dengannya seperti surat Al Ahqof ayat 35 dan semisalnya.

Adapun dalil dari hadits

عن ابن عمر- رضي الله عنهما- أنّه قال: قدم رسول الله صلّى الله عليه وسلّم فطاف بالبيت سبعا وصلّى خلف المقام ركعتين وطاف بين الصّفا والمروة، وقال: لَقَدْ كانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallohu’anhuma bahwasanya ia berkata; ‘Rasululloh shallallohu’alaihi wa sallam datang kemudian melakukan thawaf mengelilingi ka’bah kemudian sholat dua raka’at di belakang maqom dan berjalan mengitari (melakukan sa’i) antara Sofa dan Marwah, dan berkata: “Sesungguhnya telah ada pada (diri) Rasululloh itu suri teladan yang baik bagimu (al Ahzab: 21)”. HR. An Nasa’i: 5/235

عن ابن عمر- رضي الله عنهما- قال: اتّخذ النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم خاتما من ذهب فاتّخذ النّاس خواتيم من ذهب، فقال النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم: «إنّي اتّخذت خاتما من ذهب» . فنبذه وقال: «إنّي لن ألبسه أبدا فنبذ النّاس خواتيمهم

Dari Ibnu ‘Umar radhiyallohu’anhuma berkata: “Nabi shallallohu’alaihi wa sallam pernah mengambil sebuah cincin emas, kemudian para Sahabatpun mengambil cincin-cincin emas mereka. Nabi shallallohu’alaihi wa sallam bersabda: “sungguh Saya mengambil cincin emas kemudian melemparkannya, seraya berkata: “Sungguh Saya tidak akan memakainya selamanya, kemudian para Sahabat juga melempar cincin-cincin mereka”. HR.  Al Bukhori di dalam Al Fath 13 no. 7298

Dalil-dalil lainnya dari atsar, diantaranya:

عن عمر- رضي الله عنه- أنّه جاء إلى الحجر الأسود فقبّله، فقال: «إنّي أعلم أنّك حجر لا تضرّ ولا تنفع، ولولا أنّي رأيت النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم يقبّلك ما قبّلتك

Dari ‘Umar radhiyallohu ‘anhu bahwasanya ia pernah mendatangi hajar aswad kemudian menciumnya, seraya berkata: “Sungguh Saya telah mengetahui bahwa kamu adalah hanya sebuah batu yang tidak dapat mendatangkan mudarat dan juga manfaat, seandainya Saya tidak melihat Nabi shallallohu’alaihi wa sallam mencium kamu maka Saya tidak akan mencium kamu”. HR. Al Bukhori di dalam Al Fath 3 no.1597

Menjadikan seseorang sebagai panutan yang diidolakan dan dipegang karakternya terlebih orang-orang yang hidup di akhir zaman ini yang dimana tersebarnya banyak kemaksiatan tidaklah dapat terwujud dengan benar melainkan ia harus memperhatikan beberapa hal penting diantara hal-hal penting lainnya;

-memahami Ushul pokok Qudwah, yaitu:

1. Kebaikan, yang menakup 3 rukun penting; iman, ibadah, dan ikhlas.

2. Akhlaq yang baik.

3. Perkataan yang sesuai dengan perbuatan.

[lihat Mabadi’ wa Namadzij Al Qudwah oleh Syaikh Sholih Al Humaid 6-11]

Hal yang sering dilalaikan oleh sebagian besar orang yaitu dikarenakan dangkalnya pemahaman mereka akan ilmu agama sehingga hanya lebih mengutamakan sikap baik dan lembut di mata manusia dan tidak memandang dari pokok akhlaq yang terbesar yaitu berakhlaq kepada Alloh Ta’ala dan bemanhaj sesuai keinginan Alloh Ta’ala dan Rasul-Nya yang dipraktekkan oleh para Sahabat.

Cermatilah dengan teliti tingkatan ushul pokok Qudwah di atas yang pertama adalah kebaikan, akan tetapi bukan kebaikan menurut kebanyakan orang dan menurut adat istiadat atau kelompoknya masing-masing, akan tetapi kebaikan tidaklah dikatakan kebaikan melainkan harus didasarkan atas iman yang benar difahami dengan menyeluruh, juga digandengkan dengan ibadah harus didasari atas ilmu yang benar dan ikhlas semata-mata karena mengharap pahala dari Alloh Ta’ala bukan selainNya.

Kemudian akhlaq yang baik yang juga harus didasari dengan ilmu yang benar. Maka dalam hal ini dengan mendahulukan dan mengutamakan orang yang berakhlaq kepada Alloh Ta’ala daripada berakhlaq di mata manusia. Sebuah contoh kesalahan dalam akhlaq dan mengambil panutan yaitu ketika ada acara berkumpul yang di dalamnya terdapat amalan-amalan serta tawassul syirik kepada Nabi dan orang-orang yang dianggap sholih ketika melihat saudaranya tidak mau melakukan hal itu dianggap tidak berakhlaq dan tidak mau bersosialisasi bersama masyarakat.

Contoh yang benar dalam berakhlaq; lebih mencintai orang yang bermanhaj salaf dan bertauhid walaupun tidak lembut daripada orang yang bermanhaj khowarij, sururi, bid’ah walaupun mereka memperindah perangainya di depan anda.

Adapun ushul yang ketiga maka seseorang dituntut agar sebelum menyeru orang lain kepada kebaikan maka dia haruslah lebih dahulu melakukan kebaikan tersebut, ketika melarang dari sebuah kerburukan maka dia harus lebih dahulu meninggalkan keburukan tersebut dan bukannya masuk dan menganjurkan orang kepada keburukan tersebut.

Perhatikan juga urutan hak-hak atau hal mendahulukan akhlaq yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad Bin Sholih Al Utsaimin Rahimahulloh :

1 ـ حقوق الله تعالى .
Hak-hak Alloh Ta’ala
2 ـ حقوق النبي صلى الله عليه وسلم .
Hak-hak Nabi shallallohu’alaihi wa sallam
3 ـ حقوق الوالدين .
Hak-hak kedua orang tua
4 ـ حقوق الأولاد .
Hak-hak anak
5 ـ حقوق الأقارب .
Hak-hak kerabat
6 ـ حقوق الزوجين .
Hak-hak suami istri
7ـ حقوق الولاة والرعية .
Hak-hak pemimpin dan rakyat
8 ـ حقوق الجيران .
Hak-hak tetangga
9ـ حقوق المسلمين عموما ً .
Hak-hak kaum muslimin secara umum
10ـ حقوق غير المسلمين.
Hak-hak selain muslimin
 
Ditulis oleh Abu Abdillah Riza      

0 komentar:

Cari Artikel Hidayahsalaf