JANGAN SALAH PILIH PANUTAN
Kepribadian,
akhlaq, tingkah laku dan karakter seseorang terkadang memang merupakan
pembawaan yang diberikan oleh Alloh Ta’ala sejak lahirnya . Ada yang diusahakan dengan
mempelajari agama dengan benar ada juga perubahan karakter tersebut terpengaruh
dengan orang-orang yang berada di sekitarnya dan di luar lingkungannya.
Hal yang kita
sepakati bersama bahwa Rasululloh shallallohu’alaihi wa sallam adalah
sebaik-baik manusia yang patut kita contoh dalam segenap perbuatan, perkataan,
dan tingkah lakunya.
Alloh Ta’ala berfirman:
لَقَدْ
كَانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ حَسَنَةٌ لِمَنْ كَانَ يَرْجُو اللَّهَ
وَالْيَوْمَ الْآخِرَ وَذَكَرَ اللَّهَ كَثِيرًا
“Sesungguhnya
telah ada pada (diri) Rasulullah itu suri teladan yang baik bagimu (yaitu) bagi
orang yang mengharap (rahmat) Allah dan (kedatangan) hari kiamat dan dia banyak
menyebut Allah”.QS. Al Ahzab: 21
Dan
sebaik-baik manusia yang pernah mencontoh Beliau shallallohu’alaihi wa sallam adalah para Sahabat kemudian yang mencontoh setelahnya
(Tabi’in) dan kemudian generasi setelahnya (Atba’ Tabi’in), mereka adalah tiga
generasi yang telah diberikan tazkiyah/ rekomendasi langsung dari Rasululloh shallallohu’alaihi wa sallam.
Manusia dalam hal mengambil
contoh panutan berbeda-beda, diantara manusia ada yang mengambil panutan
seseorang dikarenakan melihat jabatannya, ada juga yang mengambil panutan
seseorang karena melihat hartanya, karena melihat postur tubuh dan kekuatan
ototnya, karena melihat cara bicaranya yang diklaim lembut dan pandai mengolah kata, karena melihat
cara bergaulnya yang luwes dan lunak, karena melihatnya sering tampil dan
terlihat bahwa ia adalah donator yang perhatian, dan faktor-faktor lainnya.
Disamping itu juga setiap manusia pasti memiliki kelebihan dan kekurangan.
Maka manakah diantara faktor yang kita dahulukan dalam hal ini.
Pengertian
Al Uswah (suri tauladan) diambil
dari kata Al Qudwah sebagaimana yang dijelaskan oleh Ibnu Manzhur.
Dan apabila disebutkan I’tasi bihi maksudnya iqtadi bihi (mencontohlah
kepadanya) dan menjadilah seperti dia.
Syaikh Muhammad Al Amin Asy Syinqithi rahimahulloh tatkala
menafsirkan surat Al Mumtahanah ayat 4, mengatakan: “Al Uswah adalah Al Qudwah yaitu mengikuti orang
lain dari sebuah keadaan dari dua macam yang baik ataupun yang buruk”. [Adhwaul
Bayan 8/135]
Dalil-dalil Al Uswah
Dalil-dalil dari Al Qur’an sudah
disebutkan di atas; antara lain:
-Surat Al Ahzab ayat 21
-Surat Al Mumtahanah 4-6
Dan ayat-ayat yang semakna
dengannya seperti surat Al Ahqof ayat 35 dan semisalnya.
Adapun dalil dari hadits
عن ابن عمر- رضي الله عنهما- أنّه قال:
قدم رسول الله صلّى الله عليه وسلّم فطاف بالبيت سبعا وصلّى خلف المقام ركعتين
وطاف بين الصّفا والمروة، وقال: لَقَدْ كانَ لَكُمْ فِي رَسُولِ اللَّهِ أُسْوَةٌ
حَسَنَةٌ
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallohu’anhuma bahwasanya
ia berkata; ‘Rasululloh shallallohu’alaihi wa sallam datang kemudian
melakukan thawaf mengelilingi ka’bah kemudian sholat dua raka’at di belakang
maqom dan berjalan mengitari (melakukan sa’i) antara Sofa dan Marwah, dan
berkata: “Sesungguhnya telah
ada pada (diri) Rasululloh itu suri teladan yang baik bagimu (al Ahzab: 21)”. HR. An Nasa’i: 5/235
عن ابن عمر- رضي الله عنهما- قال: اتّخذ النّبيّ صلّى الله عليه
وسلّم خاتما من ذهب فاتّخذ النّاس خواتيم من ذهب، فقال النّبيّ صلّى الله عليه
وسلّم: «إنّي اتّخذت خاتما من ذهب» . فنبذه وقال: «إنّي لن ألبسه أبدا فنبذ النّاس
خواتيمهم
Dari Ibnu ‘Umar radhiyallohu’anhuma berkata:
“Nabi shallallohu’alaihi wa sallam pernah
mengambil sebuah cincin emas, kemudian para Sahabatpun mengambil cincin-cincin
emas mereka. Nabi shallallohu’alaihi wa sallam bersabda: “sungguh Saya
mengambil cincin emas kemudian melemparkannya, seraya berkata: “Sungguh Saya
tidak akan memakainya selamanya, kemudian para Sahabat juga melempar
cincin-cincin mereka”. HR. Al Bukhori di dalam Al
Fath 13 no. 7298
Dalil-dalil lainnya dari atsar, diantaranya:
عن عمر- رضي الله عنه- أنّه جاء إلى
الحجر الأسود فقبّله، فقال: «إنّي أعلم أنّك حجر لا تضرّ ولا تنفع، ولولا أنّي
رأيت النّبيّ صلّى الله عليه وسلّم يقبّلك ما قبّلتك
Dari ‘Umar radhiyallohu ‘anhu bahwasanya ia
pernah mendatangi hajar aswad kemudian menciumnya, seraya berkata: “Sungguh
Saya telah mengetahui bahwa kamu adalah hanya sebuah batu yang tidak dapat
mendatangkan mudarat dan juga manfaat, seandainya Saya tidak melihat Nabi shallallohu’alaihi wa sallam mencium kamu maka Saya tidak
akan mencium kamu”. HR. Al Bukhori di dalam Al Fath 3
no.1597
Menjadikan seseorang sebagai panutan yang diidolakan
dan dipegang karakternya terlebih orang-orang yang hidup di akhir zaman ini
yang dimana tersebarnya banyak kemaksiatan tidaklah dapat terwujud dengan benar
melainkan ia harus memperhatikan beberapa hal penting diantara hal-hal penting
lainnya;
-memahami Ushul pokok Qudwah, yaitu:
1. Kebaikan, yang menakup 3 rukun penting; iman, ibadah,
dan ikhlas.
2. Akhlaq yang baik.
3. Perkataan yang
sesuai dengan perbuatan.
[lihat Mabadi’ wa Namadzij Al Qudwah oleh Syaikh Sholih
Al Humaid 6-11]
Hal yang sering dilalaikan oleh sebagian besar orang
yaitu dikarenakan dangkalnya pemahaman mereka akan ilmu agama sehingga hanya
lebih mengutamakan sikap baik dan lembut di mata manusia dan tidak memandang
dari pokok akhlaq yang terbesar yaitu berakhlaq kepada Alloh Ta’ala dan
bemanhaj sesuai keinginan Alloh Ta’ala dan Rasul-Nya yang dipraktekkan
oleh para Sahabat.
Cermatilah dengan teliti tingkatan ushul pokok Qudwah
di atas yang pertama adalah kebaikan, akan tetapi bukan kebaikan menurut
kebanyakan orang dan menurut adat istiadat atau kelompoknya masing-masing, akan
tetapi kebaikan tidaklah dikatakan kebaikan melainkan harus didasarkan atas
iman yang benar difahami dengan menyeluruh, juga digandengkan dengan ibadah
harus didasari atas ilmu yang benar dan ikhlas semata-mata karena mengharap
pahala dari Alloh Ta’ala bukan selainNya.
Kemudian akhlaq yang baik yang juga harus didasari
dengan ilmu yang benar. Maka dalam hal ini dengan mendahulukan dan mengutamakan
orang yang berakhlaq kepada Alloh Ta’ala daripada berakhlaq di mata
manusia. Sebuah contoh kesalahan dalam akhlaq dan mengambil panutan yaitu
ketika ada acara berkumpul yang di dalamnya terdapat amalan-amalan serta
tawassul syirik kepada Nabi dan orang-orang yang dianggap sholih
ketika melihat saudaranya tidak mau melakukan hal itu dianggap tidak berakhlaq
dan tidak mau bersosialisasi bersama masyarakat.
Contoh yang benar dalam berakhlaq; lebih mencintai
orang yang bermanhaj salaf dan bertauhid walaupun tidak lembut daripada orang
yang bermanhaj khowarij, sururi, bid’ah walaupun mereka memperindah perangainya
di depan anda.
Adapun ushul
yang ketiga maka seseorang dituntut agar sebelum menyeru orang lain kepada
kebaikan maka dia haruslah lebih dahulu melakukan kebaikan tersebut, ketika
melarang dari sebuah kerburukan maka dia harus lebih dahulu meninggalkan
keburukan tersebut dan bukannya masuk dan menganjurkan orang kepada keburukan
tersebut.
Perhatikan juga urutan hak-hak atau hal mendahulukan
akhlaq yang disebutkan oleh Syaikh Muhammad Bin Sholih Al Utsaimin Rahimahulloh
:
1
ـ حقوق الله تعالى .
Hak-hak Alloh Ta’ala
2
ـ حقوق النبي صلى الله عليه وسلم .
Hak-hak Nabi shallallohu’alaihi wa
sallam
3 ـ حقوق
الوالدين .
Hak-hak kedua orang tua
4 ـ حقوق
الأولاد .
Hak-hak anak
5 ـ حقوق
الأقارب .
Hak-hak kerabat
6 ـ حقوق
الزوجين .
Hak-hak suami istri
7ـ حقوق
الولاة والرعية .
Hak-hak pemimpin dan rakyat
8 ـ حقوق
الجيران .
Hak-hak tetangga
9ـ حقوق
المسلمين عموما ً .
Hak-hak kaum muslimin secara umum
10ـ حقوق
غير المسلمين.
Hak-hak selain muslimin
Ditulis oleh Abu Abdillah Riza
0 komentar:
Posting Komentar