Sindiran bukanlah Nasehat
Agama itu adalah nasehat sebagaimana yang pernah dikatakan oleh Rasululloh Shallallohu
‘alaihi wa Sallam. Nasehat sebagaimana yang disebutkan di dalam Al
Mu’jamul Wasith
النَّصِيحَةُ : قولٌ فيه دعوةٌ إِلى صلاح ونَهْيٌ عن فساد
“Nasehat adalah sebuah perkataan yang mengandung dakwah (seruan) kepada
kebaikan dan larangan dari kerusakan”.
Ketika nasehat mengandung seruan kepada
kebaikan maka tentulah harus dengan cara-cara yang baik pula yakni dengan
memiliki beberapa unsur yang harus dilakoni oleh orang yang memberikan nasehat,
diantaranya;
Kedua, berdasarkan ilmu. Memberi nasihat dengan ilmu merupakan sebuah keharusan dalam arti menguasai materi yang akan dinasihatkan. Tanpa didasari ilmu, bisa jadi seseorang akan menasihati dengan hal-hal yang mungkar dan justru melarang yang ma’ruf (baik).
Ketiga, berhias diri dengan akhlak lemah lembut. Pemberi nasihat wajib memiliki akhlak yang lemah lembut dan santun dalam menyampaikan nasihat. Hal ini diperintahkan Alloh Ta’ala kepada Nabi Musa Alaihissalam dan Harun Alaihissalam saat berdakwah kepada Fir’aun.
”Maka berbicaralah kamu berdua kepadanya (Firaun) dengan kata-kata yang lembut, mudah-mudahan dia sadar atau takut.” (QS Thaha:44).
Keempat, memilih cara yang tepat. Cara memberi nasihat berbeda-beda sesuai dengan situasi, kondisi dan kepribadian seseorang. Dalam banyak keadaan, manusia justru membutuhkan nasihat melalui keteladanan dari seorang figur. Menasihati anak-anak berbeda dengan menasihati orang dewasa.
Kelima, tidak bertujuan mencela atau menyebarkan keburukan.
Keenam, nasihat meliputi urusan agama dan dunia.
Ketujuh, menasihati secara rahasia.
Kedelapan, si pemberi nasihat wajib bersabar bila orang itu tidak bersedia menerima nasihatnya.
Berbeda dengan sindiran maka hal
ini bukanlah nasehat walupun ia nampak serupa dengan nasehat akan tetapi
sindiran membawa ketidak berkahan dikarenakan di dalamnya terdapat Taubikh atau
membuat buruk saudaranya dengan mengumbar aibnya di depan forum musyawarah,
rapat atau semisalnya.
Nabi Shallallohu ‘alaihi wa Sallam:
اَلْمُسْلِمُ أَخُو الْمُسْلِمِ، لاَ يَظْلِمُهُ وَلاَ يَخْذُلُهُ، وَلاَ يَكْذِبُهُ، وَلاَ يَحْقِرُهُ، اَلتَّقْوَى هَا هُنَا»، -وَيُشِيْرُ إِلَى صَدْرِهِ ثَلاَثَ مَرَّاتٍ-، «بِحَسْبِ امْرِئٍ مِنَ الشَّرِّ أَنْ يَحْقِرَ أخَاهُ الْمُسْلِمَ، كُلُّ الْمُسْلِمِ عَلَى الْمُسْلِمِ حَرَامٌ؛ دَمُهُ وَمَالُهُ وَعِرْضُهُ»
"Seorang Muslim adalah saudara bagi Muslim yang lainnya. Tidak boleh ia
menzhaliminya, tidak boleh mengacuhkannya, tidak boleh berbohong kepadanya, dan
tidak boleh meremehkannya/merendahkannya. Takwa
itu ada di sini”, -dan
beliau menunjuk ke dadanya tiga kali-. “Cukuplah seseorang dikatakan buruk/jahat, jika ia menghina/merendahkan saudaranya yang Muslim. Setiap
Muslim atas Muslim yang lainnya, haram (menumpahkan) darahnya, haram
(mengambil) hartanya (tanpa hak), dan (mengganggu)
harga dirinya/kehormatannya”.
Diriwayatkan oleh Muslim
Imam Asy Syafi’i berkata:
Sengajalah
menasehatiku saat ku sendiri
Jauhkan aku dari nasehat di depan khalayak ramai
Karena nasehat di tengah manusia itu bentuk mempermalukan
dan aku tidak rela untuk mendengarkan
Dan jika perkataanku ini tidak engkau ikuti
maka jangan kaget bila nasehatmu tidak ditaati
(Diwan Imam Syafi'i, hal: 96)
Jauhkan aku dari nasehat di depan khalayak ramai
Karena nasehat di tengah manusia itu bentuk mempermalukan
dan aku tidak rela untuk mendengarkan
Dan jika perkataanku ini tidak engkau ikuti
maka jangan kaget bila nasehatmu tidak ditaati
(Diwan Imam Syafi'i, hal: 96)
Wallohu A’lam
bisshowab
Maraji’: Al Farqu Baina An Nashihah wa At Ta’yir-Ibnu Rajab, dan
sumber lainnya.
Abu Abdillah Riza
0 komentar:
Posting Komentar