Kesepian Ditinggal Suami ke Luar Negeri
SOAL:
Assalamu’alaikum. Ustadz, bolehkah seorang suami meninggalkan istrinya untuk bekerja selama dua tahun ke luar negeri? Bagaimana dengan hadits tentang seorang wanita yang mengeluh kepada Rosululloh sholallohu ‘alaihi wassalam ketika ditinggal jihad oleh suaminya? Jika hal ini dibolehkan, bagaimana tentang hak anak-anaknya yang membutuhkan pendidikan dari ayahnya? Ana bingung, manakah yang kuat dalilnya, Ustadz? Syukron.
Assalamu’alaikum. Ustadz, bolehkah seorang suami meninggalkan istrinya untuk bekerja selama dua tahun ke luar negeri? Bagaimana dengan hadits tentang seorang wanita yang mengeluh kepada Rosululloh sholallohu ‘alaihi wassalam ketika ditinggal jihad oleh suaminya? Jika hal ini dibolehkan, bagaimana tentang hak anak-anaknya yang membutuhkan pendidikan dari ayahnya? Ana bingung, manakah yang kuat dalilnya, Ustadz? Syukron.
(Abu Zaky, Karawang, +628138361xxxx)
JAWAB:
Wa’alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh.
Menurut asal, ketika seseorang telah menikah ia wajib menafkahi istrinya baik lahir maupun batin dan wajib mendidik istri dan anak-anaknya dengan pendidikan yang baik, dalilnya:
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena bisa jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Alloh menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. an-Nisa’ [4]: 19)
Wa’alaikumussalam warohmatullohi wabarokatuh.
Menurut asal, ketika seseorang telah menikah ia wajib menafkahi istrinya baik lahir maupun batin dan wajib mendidik istri dan anak-anaknya dengan pendidikan yang baik, dalilnya:
Dan bergaullah dengan mereka secara patut. Kemudian bila kamu tidak menyukai mereka, (maka bersabarlah) karena bisa jadi kamu tidak menyukai sesuatu, padahal Alloh menjadikan padanya kebaikan yang banyak. (QS. an-Nisa’ [4]: 19)
Hendaklah orang yang
mampu memberi nafkah menurut kemampuannya. Dan orang yang disempitkan
rezekinya, hendaklah memberi nafkah dari harta yang diberikan Alloh kepadanya.
(QS. at-Tholaq [65]: 7)
Adapun tentang suami yang meninggalkan istrinya
untuk bekerja selama dua tahun di luar negeri maka dilihat dulu duduk
masalahnya; apabila istrinya ditinggal dalam keadaan aman, seperti tinggal di
rumah mertuanya atau bersama ibunya di rumah, di sisi lain (dalam keadaan darurat)
suami harus mencarikan nafkah untuk istri dan anaknya, maka boleh. Sebab dia
meninggalkan istri untuk perkara yang wajib, mencari nafkah. Adapun dalil
tentang larangan meninggalkan keluarga lebih dari 4 bulan, yaitu firman Alloh
Shubhanahu wa Ta’ala:
Kepada orang-orang yang
meng-ila’ istrinya (bersumpah tidak menggauli istrinya) diberi tangguh hingga
empat bulan (lamanya). Kemudian jika mereka kembali (kepada istrinya), maka
sesungguhnya Alloh Maha Pengampun lagi Maha Penyayang. (QS. al-Baqoroh [2]: 226)
adalah dalil yang berhubungan dengan orang yang
sengaja bersumpah untuk tidak menggauli istrinya. Jadi, tidak tepat bila dalil
tersebut digunakan untuk masalah di atas.
Ada orang yang bertanya kepada Syaikh Ibnu
Utsaimin rahimahullah : ‘Al-Qur’an memberi batasan waktu bahwa suami boleh
meninggalkan istrinya selama empat bulan. Akan tetapi saya punya ikatan kerja,
tidak ada libur bagiku kecuali setelah satu tahun, bahkan terkadang lebih dari
itu sesuai dengan tugas yang ada, bagaimana hukumnya?’
Beliau menjawab: “Pertama, perkataan penanya
bahwa al-Qur’an memberi batasan waktu kepada suami bahwa ia tidak boleh
meninggalkan istrinya lebih dari empat bulan adalah (perkataan yang) salah. Tak
ada satu pun ayat yang menerangkan demikian. Tetapi al-Qur’an membolehkan
kepada suami yang bersumpah untuk tidak menggauli (menyetubuhi) istrinya dengan
batas waktu maksimal 4 bulan, berdasarkan surat al-Baqoroh ayat 226 [baca ayat
di atas].
Adapun tentang suami yang meninggalkan istrinya
(maka dilihat dulu), jika wanita itu ridho maka tidak mengapa suami
meninggalkannya selama 4 bulan, 6 bulan, satu tahun, atau dua tahun, dengan
syarat istrinya aman di negeri yang ia tinggalkan dan ridho atas kepergiannya
mencari rezeki. Adapun apabila istri yang ditinggalkan tidak merasa aman maka
tidak boleh suami pergi dalam keadaan istrinya tidak aman. Dan apabila istri
yang ditinggalkan itu dalam keadaan aman namun tidak ridho ditinggal lebih dari
4 atau 6 bulan sesuai keputusan hakim di negerinya, maka suami tidak boleh
meninggalkannya tapi hendaknya menggauli istrinya dengan baik.” (Majmu’
Durus wa Fatawa al-Harom al-Makki, Ibnu Utsaimin 3/270)
Adapun maksud hadits di atas adalah karena wanita
itu merasa kesepian ditinggal oleh suaminya dan membutuhkan kasih sayangnya,
maka Rosululloh sholallohu ‘alaihi wassalam menyuruhnya pulang. Wallohu a’lam.
Adapun tentang pendidikan anak, maka hendaknya istri mendidik anaknya dengan
baik sesuai kemampuan. Sebab tatkala suami tidak ada di rumah, istrilah yang
bertanggung jawab atas pendidikannya.
وَالْمَرْأَةُ رَاعِيَةٌ فِي بَيْتِ زَوْجِهَا وَمَسْئُولَةٌ عَنْ
رَعِيَّتِهَا
“Dan wanita itu pemimpin di rumah suaminya
dan bertanggung jawab atas kepemimpinannya.” (HR. Bukhori 3/414)
Almawaddah.co.nr
0 komentar:
Posting Komentar