yufid.com

Rabu, 20 Maret 2013

PEMIMPIN IDEAL

Posted by Abu Abdillah Riza Firmansyah On 01.52 No comments
PEMIMPIN IDEAL menurut Ahlussunnah wal Jama'ah

Segala puji hanya bagi Alloh Ta'ala Raja yang menguasai seluruh makhluq ciptaanNya. semoga shalawat serta salam tercurah kepada Nabi Muhammad shallallohu'alaihi wasallam, keluarga, beserta para pengikut Beliau yang setia.
Diantara fitrah yang melekat pada diri manusia sejak lahirnya adalah senang untuk dipuji oleh orang lain bahkan diangkat kedudukannya di hadapan orang banyak. Kepemimpinan, adalah puncak dari semua itu. bukan suatu yang aneh lagi dimana manusia dengan berbagai macam corak tindak-tanduknya untuk meraih yang namanya kepemimpinan, mulai dari sarana harta, gelar-gelar, keturunan bangsawan sampai mengaku sebagai keturunan Nabi, dan masih banyak corak yang berlaku seperti saat ini yang kian menjamur.
Di samping itu masyarakat terkadang terperdaya dengan penampilan sosok sang pemimpin yang memiliki badan yang besar gagah perkasa ditambah lagi dengan suara-suara yang dapat 'menyihir' lawan bicaranya.  
Marilah kita simak sebuah tulisan oleh Ustadz Abu Ihsan Al Atsari yang saya copas dari http://salafiyunpad.wordpress.com/ tentang beberapa pemaparan di bawah semoga bermanfaat dan dapat kita amalkan.
PEMIMPIN IDEAL

Al-Mawardi rahimahullah dalam kitab al-Ahkam ash-Shulthaniyah menyebutkan syarat-syarat seorang pemimpin, di antaranya: Pertama, adil dengan ketentuan-ketentuannya. Kedua, ilmu yang bisa mengantar kepada ijtihad dalam menetapkan permasalahan kontemporer dan hukum-hukum. Ketiga, sehat jasmani, berupa pendengaran, penglihatan dan lisan, agar ia dapat langung menangani tugas kepemimpinan. Keempat, normal (tidak cacat), yang tidak menghalanginya untuk bergerak dan beraksi. Kelima, bijak, yang bisa digunakan untuk mengurus rakyat dan mengatur kepentingan Negara. Keenam, keberanian, yang bisa digunakan untuk melindungi wilayah dan memerangi musuh.
Nilai lebih dalam hal kebijakan, kesabaran, keberanian, sehat jasmani dan rohani serta kecerdikan merupakan kriteria yang mutlak harus dimiliki oleh seorang pemimpin. Tanpa memiliki kriteria itu, seorang pemimpin akan kesulitan dalam mengatur dan mengurus Negara dan rakyatnya.
Muhammad al-Amin asy-Syinqithi menjelaskan, “Pemimpin haruslah seseorang yang mampu menjadi Qadhi (hakim) bagi rakyatnya (kaum muslimin). Haruslah seorang alim mujtahid yang tidak perlu lagi meminta fatwa kepada orang lain dalam memecahkan kasus-kasus yang berkembang di tengah masyarakatnya!” [1]
Ibnul-Muqaffa’ dalam kitab al-Adabul-Kabir wa Adabush-Shaghir menyebutkan plar-pilar penting yang harus diketahui seorang pemimpin: “Tanggungjawab kepemimpinan merupakan sebuah bala’ (ujian) yang besar. Seorang pemimpin harus memiliki empat kriteria yang merupakan pilar dan rukun kepemimpinan. Di antara keempat kriteria inilah sebuah kepemimpinan akan tegak, (yaitu): tepat dalam memilih, keberanian dalam bertindak, pengawasan yang ketat, dan keberanian dalam menjalankan hukum” .

Lebih lanjut ia mengatakan: “Pemimpin tidak akan bisa berjalan tanpa menteri dan para pembantu. Dan para menteri tidak akan bermanfaat tanpa kasih sayang dna nasihat. Dan tidak ada kasih sayang yanpa akal yang bijaksana dan kehormatan diri”.
Dia menambahkan: “Para pemimpin hendaklah selalu mengawasi para bawahannya dna menanyakan keadaan mereka. Sehingga keadaan bawahan tidak ada yang tidak diketahui, yang baik maupun yang buruk. Setelah itu, janganlah ia membiarkan pegawai yang baik tanpa memberikan balasan, dna janganlah membiarkan pegawai yang nakal dan yang lemah tanpa memberikan hukuman ataupun tindakan atas kenakalan dan kelemahannya itu. Jika dibiarkan, maka pegawai yang baik akan bermalas-malasan dan pegawai yang nakal akan semakin berani. Jika demikian, kacaulah urusan dan rusaklah pekerjaan.”
Ath-Thurtusyi dalam Sirajul-Muluk mengatakan: “Allah Subhanahu wa Ta’ala telah berfirman (yang artinya):
Seandainya Allah tidak menolak (keganasan) sebahagian manusia dengan sebahagian yang lain, pasti rusaklah bumi ini. (QS. Al-Baqarah/2: 251).
Yakni, seandainya Allah tidak menegakkan pemimpin di muka bumi untuk menolak kesemena-menaan yang kuat terhadap yang lemah dan membela orang yang dizhalimi atas yang menzhalimi, niscaya hancurlah orang-orang yang lemah. Manusia akan salin memangsa. Segala urusan menjadi tidak akan teratur, dan hiduppun tidak akan tenang. Rusaklah kehidupan di atas muka bumi. Kemudian Allah menurunkan karunia kepada umat manusia dengan menegakkan kepemimpinan. Allah Subhanahu wa Ta’ala mengatakan, tetapi Allah mempunyai karunia (yang dicurahkan) atas semesta alam. –QS. Al-Baqarah/2: ayat 251- yaitu dengan mengadakan pemerintahan di muka bumi, sehingga kehidupan manusia menjadi aman.
Karunia Allah ‘Azza wa Jalla atas orang yang zhalim, ialah dengan menahan tangannya dari perbuatan zhalim. Sedangkan karunia-Nya atas orang yang dizhalimi, ialah dengan memberikan keamanan dan tertahannya tangan orang yang zhalim terhadapnya.
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu telah meriwayatkan, bahwa Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya):
Tiga doa yang tidak tertolak: Doa pemimpin yang adil, orang yang puasa hingga berbuka, dan doa orang yang dizhalimi.[2]
Diriwayatkan, Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda (yang artinya):
Tujuh orang yang akan dinaungi Allah pada hari yang tiada naungan selain naungan-Nya: (1) Seorang imam yang adil (2) Seorang pemuda yang menghabiskan masa mudanya dengan beribadah kepada Allah. (3) Seorang yang hatinya selalu terkait dengan masjid. (4) Dua orang yang saling mencintai karena Allah, berkumpul karena Allah dan berpisah karena Allah. (5) lelaki yang diajak seorang wanita yang cantik dan terpandang untuk berxina lantas ia berkata: “Sesungguhnya aku takut kepada Allah”. (6) Seorang yang menyembunyikan sedekahnya sehingga tangan kirinya tidak mengetahui apa yang disedekahkan oleh tangan kanannya. (7) seorang yang berdzikir kepada Allah seorang diri hingga menetes air matanya.[3]
Abu Hurairah radhiallahu ‘anhu berkata, “Ámal seorang imam yang adil terhadap rakyatnya selama sehari, lebih utama daripada ibadah seorang ahli ibadah di tengah keluarganya selama seratus atau lima puluh tahun.”
Qeis bin Sa’ad berkata, “Sehari bagi imam yang adil, lebih baik daripada ibadah seseorang di rumahnya selama enam puluh tahun.”
Masruq berkata, “Andaikata aku memutuskan hukum dengan hak (benar) selama sehari, maka itu lebih aku sukai daripada aku berperang setahun fi sabilillah.”

Catatan kaki:
[1] Adhwa’ul-bayan, I/67.
[2] HR. at-Tirmidzi dan Ibnu Majah. Hadits ini dishahihkan oleh Syaikh al-Albani rahimahullah dalam Shahih Sunan Ibnu Majah, no. 1432.
[3] HR. Bukhari dan Muslim.

http://hidayahsalaf.blogspot.com/


0 komentar:

Cari Artikel Hidayahsalaf