VALENTINE’S DAY 14 februari (Fatwa-fatwa Ulama dalam Menyikapinya)
Saudara pembaca, semoga Allah subhanahu
wa ta’ala memberikan hidayah kepada kita semua..
Jauh dari ilmu agama dan cinta terhadap dunia beserta
segenap perhiasannya, adalah dua sebab mendasar yang membuat kaum muslimin
semakin jauh dari agamanya. Di sisi lain arus deras dari kebudayaan barat
(baca: kafir) terus merongrong umat ini, dengan embel-embel modernisasi,
intelektual, aspiratif, dan lain sebagainya. Sehingga membuat segala sesuatunya
(cara makan, gaya busana, pola hidup bermasyarakat, bahkan dalam berpolitik),
baik atau tidaknya diukur dari budaya barat.
Dalam kondisi seperti inilah umat Islam yang ‘semakin
minder’ dengan agamanya sangat mudah dipengaruhi, diombang-ambingkan,
ikut-ikutan semata, bagaikan asap yang terbang mengikuti arah angin berhembus.
Valentine’s Day misalnya, tidak sedikit dari kaum muslimin terkhusus kalangan
remajanya ikut larut dalam perayaan ini, meski tidak tahu-menahu hakikat
sebenarnya dari perayaan tersebut (lihat
Al-Ilmu edisi 6/ II/ VII/ 1430).
Risalah ini kami tujukan kepada para muda-mudi umat Islam
yang masih sayang pada dirinya, juga untuk para orang tua yang kelak (di yaumul
akhir) akan ditanya tentang kepemimpinannya (terhadap keluarganya), juga untuk
para pendidik yang masih peduli dengan adab dan akhlak anak didiknya, dan
segenap kalangan yang masih mencintai Islam ini sebagai agamanya.
Berikut ini kami sampaikan fatwa-fatwa ulama Ahlus Sunnah
berkaitan dengan Valentine’s Day.
Fatwa Asy-Syaikh Muhammad bin Shalih
Al-’Utsaimin.
Beliau ditanya: Telah banyak tersebar
baru-baru ini perayaan Valentine’s Day (‘Idul Hubb) -terkhusus di kalangan
pelajar putri- itu merupakan salah satu hari raya orang-orang Kristen. Pada
hari itu mode dan pakaian serba merah semua, baik pakaian maupun sepatu. Mereka
saling tukar/menghadiahkan bunga berwarna merah. Kami mohon penjelasan tentang
hukum perayaan seperti ini, dan bimbingan untuk kaum muslimim dalam
permasalahan ini? Semoga Allah senantiasa menjaga dan memelihara anda.
Jawaban: Merayakan Valentine’s
Day dilarang karena beberapa sebab:
1. Hal tersebut merupakan perayaan bid’i (yang
diada-adakan) tidak ada dasarnya dalam syari’ah.
2. Dapat mengantarkan kepada kecintaan dan
birahi.
3. Hal tersebut menyebabkan sibuknya hati
dengan perkara-perkara yang rendah dan menyelisihi bimbingan as-salafush shalih radhiyallaahu’anhum.
Maka tidak diperbolehkan pada hari tersebut melakukan
syi’ar-syi’ar hari raya Valentine’s Day sedikit pun, baik dalam hal makanan,
minuman, pakaian, saling memberi hadiah, dan yang lainnya. Wajib atas setiap
muslim untuk merasa mulia dengan agamanya dan tidak bersikap oportunis dengan
gampang mengikuti setiap seruan.
Saya mohon kepada Allah subhanahu
wa ta’ala agar melindungi kaum muslimin dari setiap fitnah yang nampak
maupun yang tersembunyi, dan agar Dia melindungi kami dengan perlindungan dan
taufiq-Nya.
[Majmu' Fatawa wa Rasail ibni 'Utsaimin
XVI/124]
Fatwa Al-Lajnah Ad-Da`imah Lil Buhutsil
‘Ilmiyyah wal Ifta` (Komite Tetap Untuk Riset Ilmiah dan Fatwa Kerajaan Saudi
Arabia)
Lajnah ditanya: Pada tanggal 14
Februari setiap tahun masehi sebagian orang merayakan hari kasih sayang yang
dikenal dengan Valentine’s Day. Pada hari itu mereka saling memberi hadiah
bunga mawar merah, memakai baju merah, dan saling memberikan ucapan selamat.
Demikian juga pabrik-pabrik permen, membuat permen dengan warna merah dan
membuat gambar hati padanya. Tidak ketinggalan juga sebagian toko mempromosikan
barang-barang khas hari tersebut. Bagaimana pendapat anda:
1. Merayakan hari tersebut?
2. Membeli dari toko-toko pada hari tersebut?
3. Para pemilik toko yang tidak ikut merayakan
hari tersebut tetapi menjual kepada orang yang hendak membeli hadiah pada hari
tersebut?
Jazaakumullahu khairan (semoga Allah subhanahu
wa ta’ala membalas anda semua dengan kebaikan)
Jawaban: Dalil-dalil yang tegas
dari Al-Qur’an dan As-Sunnah, sekaligus kesepakatan para Salaful Ummah, bahwa
hari raya dalam Islam hanya ada dua, yaitu hari raya ‘Idul Fitri dan ‘Idul
Adha. Adapun hari raya selain kedua hari tersebut, baik perayaan berkenaan
dengan seseorang, kelompok, peristiwa, atau makna apapun, maka itu merupakan
hari raya yang diada-adakan dalam agama. Tidak boleh bagi pemeluk agama Islam
untuk merayakannya, menyetujuinya, ataupun menampakkan kegembiraan terhadap
hari tersebut, serta tidak boleh pula membantu (perayaan tersebut) sedikitpun.
Karena perbuatan tersebut termasuk melanggar batasan-batasan Allah subhanahu
wa ta’ala,
dan barang siapa yang melanggar batasan-batasan Allah subhanahu
wa ta’ala maka dia telah menzhalimi dirinya sendiri. Berikutnya, disamping
ia perayaan yang diada-adakan dalam agama, ia juga merupakan hari rayanya orang
kafir, maka itu dosa di atas dosa. Karena pada perbuatan tersebut terdapat
unsur tasyabbuh (penyerupaan) dengan orang-orang kafir dan loyalitas kepada
mereka.
Sungguh Allah subhanahu
wa ta’ala telah melarang kaum mukminin dari perbuatan tasyabbuh dengan
orang-orang kafir dan Allah subhanahu wa ta’ala juga melarang kaum
muslimin dari berloyalitas kepada mereka dalam kitab-Nya yang mulia.
Telah pasti bahwa Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum,
maka dia termasuk dari golongan mereka.” [HR. Abu
Dawud no. 4031, Ahmad II/50]
Valentine’s Day termasuk jenis yang dimaksudkan di atas,
karena ia termasuk hari raya watsaniyyah (paganisme/para penyembah berhala)
nashraniyyah. Maka tidak diperbolehkan bagi seorang muslim yang telah
menyatakan diri beriman kepada Allah subhanahu
wa ta’ala dan hari akhir untuk ikut merayakan hari raya tersebut, atau
menyetujuinya, atau turut mengucapkan selamat. Sebaliknya, wajib atasnya untuk
meninggalkan dan menjauhinya dalam rangka memenuhi perintah Allah subhanahu
wa ta’ala dan Rasul-Nya, serta menjauhi sebab-sebab yang mendatangkan
kemurkaan dan adzab Allah subhanahu wa ta’ala.
Demikian juga haram atas seorang muslim untuk turut
membantu/berpartisipasi pada hari perayaan tersebut ataupun hari raya
kafir/bid’ah terlarang lainnya, dalam bentuk apapun, baik makanan, minuman,
jual beli, produksi, hadiah, kartu-kartu ucapan selamat, iklan, atau yang
lainnya. Karena itu semua merupakan bentuk kerja sama dalam perbuatan dosa dan
permusuhan, serta bentuk kemaksiatan kepada Allah subhanahu
wa ta’ala dan Rasul-Nya.
Allah subhanahu wa ta’ala berfirman:
وَتَعَاوَنُوا عَلَى الْبِرِّ
وَالتَّقْوَى وَلاَ تَعَاوَنُوا عَلَى الإِثْمِ وَالْعُدْوَانِ وَاتَّقُوا اللَّهَ
إِنَّ اللَّهَ شَدِيدُ الْعِقَابِ
“Tolong menolonglah kalian di atas
kebaikan dan ketakwaan, dan janganlah kalian tolong menolong dalam dosa dan permusuhan.
Bertakwalah (takutlah) kalian kepada Allah, karena sesungguhnya Allah Maha
Keras adzab-Nya.” (Al-Maidah: 2)
Wajib atas setiap muslim untuk berpegang teguh dengan
Al-Qur’an dan As-Sunnah dalam semua kondisinya, terutama ketika fitnah dan
kerusakan banyak bermunculan. Wajib atasnya untuk jeli berpikir dalam rangka
waspada dari terjatuh dalam kesesatan umat yang dimurkai (Yahudi) dan umat yang
tersesat (Nashrani), dan orang fasik yang tidak percaya akan kebesaran Allah subhanahu
wa ta’ala dan tidak peduli sama sekali terhadap Islam. Wajib atas setiap
muslim untuk kembali kepada Allah subhanahu
wa ta’aladengan
memohon hidayah-Nya dan keteguhan diri di atasnya. Karena sesungguhnya tidak
ada yang memberi hidayah dan mengokohkannya kecuali Allah subhanahu
wa ta’ala.
Wabillahi taufiq, washallallahu ‘ala
nabiyyina muhammad wa’ala alihi wa sallam.
[Fatwa No. 21203]
Fatwa ini ditandatangani oleh: Asy-Syaikh ‘Abdul ‘Aziz bin
‘Abdillah Alu Asy-Syaikh (Ketua), Asy-Syaikh Bakr Abu Zaid (Anggota),
Asy-Syaikh Shalih Al-Fauzan (Anggota), dan Asy-Syaikh ‘Abdullah bin Ghudayyan
(Anggota).
Mengapa Kaum Muslimin Tidak Boleh
Merayakan Valentine’s Day?
Sebagian kaum muslimin yang ikut merayakannya mengatakan
bahwa Islam juga mengajak kepada kecintaan dan kedamaian. Dan Hari Kasih Sayang
adalah saat yang tepat untuk menyebarkan rasa cinta di antara kaum muslimin.
Sehingga apa yang menghalangi untuk merayakannya?
Jawaban terhadap pernyataan ini dari beberapa sisi:
1. Hari Raya Dalam Islam Telah
Ditentukan
Hari raya dalam Islam adalah ibadah untuk mendekatkan diri
kepada Allah subhanahu wa ta’ala. Hari raya merupakan
salah satu syi’ar yang sangat agung. Sedangkan dalam Islam, tidak ada hari raya
kecuali hari Jum’at, Idul Fithri, dan Idul Adha. Perkara ibadah harus ada
dalilnya. Tidak boleh seseorang membuat hari raya sendiri yang tidak
disyariatkan oleh Allah subhanahu wa ta’ala dan Rasul-Nya.
Berdasarkan hal ini, perayaan Hari Kasih Sayang ataupun
selainnya yang diada-adakan adalah perbuatan mengada-adakan (bid’ah) dalam
agama, menambahi syariat, dan bentuk koreksi terhadap Allahsubhanahu
wa ta’ala,
Dzat yang menetapkan syariat.
2. Tasyabbuh Terhadap
Orang-orang Kafir.
Perayaan Hari Kasih Sayang merupakan bentuk tasyabbuh
(menyerupai) bangsa Romawi paganis, juga menyerupai kaum Nashrani yang meniru
mereka (Romawi), padahal ini tidak termasuk (amalan) agama mereka. Ketika
seorang muslim dilarang menyerupai kaum Nashrani dalam hal yang memang termasuk
agama mereka, maka bagaimana dengan hal-hal yang mereka ada-adakan dan mereka menirunya
dari para penyembah berhala?
Seorang muslim dilarang menyerupai orang-orang kafir -baik
penyembah berhala atau ahli kitab- baik dalam aqidah, ibadah, maupun dalam adat
yang menjadi kebiasan, akhlak, dan perilaku mereka. Allahsubhanahu
wa ta’ala berfirman:
وَلاَ تَكُونُوا كَالَّذِينَ تَفَرَّقُوا
وَاخْتَلَفُوا مِنْ بَعْدِ مَا جَاءَهُمُ الْبَيِّنَاتُ وَأُولَئِكَ لَهُمْ
عَذَابٌ عَظِيمٌ
“Dan janganlah kalian menyerupai
orang-orang yang bercerai-berai dan berselisih sesudah datang keterangan yang
jelas kepada mereka. Mereka itulah orang-orang yang mendapat siksa yang berat.”(Ali-’Imran:
105)
Dan juga Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
أَلَمْ يَأْنِ لِلَّذِينَ آَمَنُوا أَنْ
تَخْشَعَ قُلُوبُهُمْ لِذِكْرِ اللَّهِ وَمَا نَزَلَ مِنَ الْحَقِّ وَلاَ
يَكُونُوا كَالَّذِينَ أُوتُوا الْكِتَابَ مِنْ قَبْلُ فَطَالَ عَلَيْهِمُ
الأَمَدُ فَقَسَتْ قُلُوبُهُمْ وَكَثِيرٌ مِنْهُمْ فَاسِقُونَ
“Belumkah datang waktunya bagi
orang-orang yang beriman, untuk tunduk hati mereka mengingat Allah dan kepada
kebenaran yang telah turun (kepada mereka)? Dan janganlah mereka seperti
orang-orang yang sebelumnya Telah diturunkan Al Kitab kepadanya, Kemudian
berlalulah masa yang panjang atas mereka lalu hati mereka menjadi keras. Dan
kebanyakan di antara mereka adalah orang-orang yang fasik.”(Al-Hadid:
16)
Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ تَشَبَّهَ بِقَوْمٍ فَهُوَ مِنْهُمْ
“Barangsiapa yang menyerupai suatu kaum
maka dia termasuk dari golongan mereka.” [HR. Abu
Dawud no. 4031, Ahmad II/50]
Tasyabbuh terhadap orang kafir dalam perkara agama mereka
-diantaranya adalah Hari Kasih Sayang- lebih berbahaya daripada menyerupai
mereka dalam hal pakaian, adat, atau perilaku. Karena agama mereka tidak
terlepas dari tiga hal: yang diada-adakan, atau yang telah dirubah, atau yang
telah dihapuskan hukumnya (dengan datangnya Islam). Sehingga tidak ada
sesuatupun dari agama mereka yang bisa menjadi sarana mendekatkan diri kepada
Allah subhanahu wa ta’ala.
3. Perayaan Kasih Sayang
Untuk Semua Manusia.
Tujuan perayaan Hari Kasih Sayang pada masa ini adalah
menyebarkan kasih sayang di antara manusia seluruhnya, tanpa membedakan antara
orang yang beriman dengan orang kafir. Hal ini menyelisihi agama Islam. Hak
orang kafir yang harus ditunaikan kaum muslimin adalah bersikap adil dan tidak
menzhaliminya. Dia juga berhak mendapatkan sikap baik dengan syarat; tidak
memerangi atau membantu memerangi kaum muslimin. Allah subhanahu
wa ta’ala berfirman:
لاَ يَنْهَاكُمُ اللَّهُ عَنِ الَّذِينَ
لَمْ يُقَاتِلُوكُمْ فِي الدِّينِ وَلَمْ يُخْرِجُوكُمْ مِنْ دِيَارِكُمْ أَنْ
تَبَرُّوهُمْ وَتُقْسِطُوا إِلَيْهِمْ إِنَّ اللَّهَ يُحِبُّ الْمُقْسِطِينَ
“Allah tidak melarang kamu untuk berbuat
baik dan berlaku adil terhadap orang-orang yang tiada memerangimu karena agama
dan tidak (pula) mengusir kamu dari negerimu. Sesungguhnya Allah menyukai
orang-orang yang berlaku adil.” (Al-Mumtahanah:
8)
Bersikap adil dan baik terhadap orang kafir tidaklah
berkonsekuensi mencintai dan berkasih sayang dengan mereka. Allah subhanahu
wa ta’ala bahkan memerintahkan untuk tidak berkasih sayang dengan orang
kafir dalam firman-Nya:
لاَ تَجِدُ قَوْمًا يُؤْمِنُونَ بِاللَّهِ
وَالْيَوْمِ الآَخِرِ يُوَادُّونَ مَنْ حَادَّ اللَّهَ وَرَسُولَهُ وَلَوْ كَانُوا
آَبَاءَهُمْ أَوْ أَبْنَاءَهُمْ أَوْ إِخْوَانَهُمْ أَوْ عَشِيرَتَهُمْ
“Kamu tidak akan mendapati kaum yang
beriman pada Allah dan hari akhirat, saling berkasih-sayang dengan orang-orang
yang menentang Allah dan Rasul-Nya, sekalipun orang-orang itu bapak-bapak, atau
anak-anak atau saudara-saudara ataupun keluarga mereka.” (Al-Mujadilah:
22)
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyyah rahimahullah berkata: “Sikap
tasyabbuh akan melahirkan sikap kasih sayang, cinta, dan loyalitas di dalam
batin. Sebagaimana kecintaan yang ada di batin akan melahirkan sikap
menyerupai.” [Al-Iqtidha': I/490]
4. Kasih Sayang Karena
Syahwat.
Kasih sayang yang dimaksud dalam tasyabbuh ini semenjak
dihidupkan oleh kaum Nashrani adalah cinta, rindu, dan kasmaran di luar
hubungan pernikahan. Buahnya, tersebarnya zina dan kekejian yang karenanya
pemuka agama Nashrani -pada waktu itu- menentang dan melarangnya.
Kebanyakan para pemuda muslimin merayakannya pun karena
menuruti syahwat dan bukan karena keyakinan khurafat sebagaimana bangsa Romawi
dan kaum Nashrani. Namun hal ini tetaplah tidak bisa menafikan adanya sikap
tasyabbuh terhadap orang kafir dalam salah satu perkara agama mereka. Selain
itu, seorang muslim tidak diperbolehkan menjalin hubungan cinta dengan seorang
wanita yang tidak halal baginya, yang merupakan pintu menuju zina.
Buletin Islam AL ILMU Edisi: 8/II/VIII/1431 http://www.buletin-alilmu.com/
Wallahu ta’ala a’lam
bis showab.
0 komentar:
Posting Komentar