ضوابط الأطعمة المحرمة في
الشريعة الإسلامية / KRITERIA MAKANAN HALAL DAN HARAM DALAM
AGAMA ISLAM
Oleh : Muhammad Wasitho, Lc
http://abufawaz.wordpress.com
Agama Islam adalah agama yang
sangat sempurna, komprehensip dan mudah syariatnya. Diantara bukti kebaikan dan
kemudahan syari’at Islam, Allah Ta'ala menghalalkan
semua makanan dan minuman yang mengandung maslahat dan manfaat bagi
badan, ruh maupun akhlak manusia. Demikian pula sebaliknya, Allah mengharamkan
semua makanan dan minuman yang menimbulkan mudharat atau yang mengandung
mudharat lebih besar daripada manfaatnya. Hal ini tidak lain untuk menjaga
kesucian dan kebaikan hati, akal, ruh, dan jasad manusia.
KEWAJIBAN
MENGKONSUMSI MAKANAN YANG BAIK DAN HALAL
Bagi seorang muslim, makanan
bukan sekedar pengisi perut dan penyehat badan saja, sehingga diusahakan harus
sehat dan bergizi, tetapi di samping itu juga harus halal. Baik halal pada zat
makanan itu sendiri, yaitu tidak termasuk makanan yang diharamkan oleh Allah,
dan halal pada cara mendapatkannya.
Di dalam Al-Quran
Al-Karim Allah memerintahkan seluruh hamba-Nya yang beriman dan
yang kafir agar mereka makan makanan yang baik lagi halal, sebagaimana
firman-Nya:
يَاأَيُّهَا النَّاسُ كُلُوا مِمَّا فِي الْأَرْضِ حَلَالًا طَيِّبًا
“Hai sekalian manusia,
makanlah yang halal lagi baik dari apa yang terdapat di bumi.” (QS. Al-Baqarah:
168)
Dan firman-Nya pula:
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا كُلُوا مِن طَيِّبَاتِ مَارَزَقْنَاكُمْ
“Hai orang-orang yang
beriman, makanlah yang baik dari yang telah Kami rizkikan kepadamu.” (QS.
Al-Baqarah: 172).
Dalam menafsirkan ayat di
atas, Syaikh Abdurrahman bin Nashir As-Sa’di rahimahullah berkata: “Perintah
ini (yakni memakan makanan yang halal lagi baik) ditujukan kepada seluruh
manusia, baik dia seorang mukmin ataupun kafir. Mereka diperintahkan memakan
apa yang ada di bumi, baik berupa biji-bijian, buah-buahan, dan binatang yang halal.
Yaitu diperolehnya dengan cara yang halal (benar), bukan dengan cara merampas
atau dengan cara-cara yang tidak diperbolehkan. Dan Tayyiban (yang baik)
maksudnya bukan termasuk makanan yang keji atau kotor, seperti bangkai, darah,
daging babi, dan lainnya”. (Tafsir Taisir Karimirrahman, hal. 63).
Di dalam sebuah
hadits Nabi memberikan ancaman masuk neraka kepada siapa saja
yang mengkonsumsi makanan yang haram, sebagaimana sabda beliau:
أَيُّمَا لَحْمٍ نَبَتَ مِنَ الْحَرَامِ فَالنَّارُ أَوْلَى لَهُ
“Daging mana saja yang tumbuh
dari sesuatu (makanan) yang haram, maka neraka lebih pantas (sebagai tempat
tinggal, pent) baginya”.
Demikian pula orang yang
mengkonsumsi makanan yang haram, ia terancam ibadah (doa)nya tidak diterima dan
dikabulkan oleh Allah, sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah bahwa Nabi menceritakan ada seorang laki-laki yang
sedang musafir rambutnya kusut dan penuh debu. Dia menadahkan kedua tangannya
ke langit sembari berdo’a: “Wahai Tuhanku , wahai Tuhanku, sedangkan makanannya
haram, minumannya haram, pakaiannya haram, dan perutnya diisi dengan makanan
yang haram, maka : “Bagaimana mungkin permohonannya dikabulkan? (HR. Muslim II/703 no.1015)
KAIDAH
FIQIH: HUKUM ASAL SEGALA SESUATU (MAKANAN, BINATANG, DLL) ADALAH HALAL KECUALI
JIKA ADA DALIL
SYAR’I YANG MENGHARAMKANNYA.
Kaidah ini disimpulkan oleh
para ulama dari beberapa ayat Al-Qur’an, di antaranya firman Allah:
هُوَ الَّذِي خَلَقَ لَكُمْ مَا فِي الْأَرْضِ جَمِيعًا
“Dia-lah Allah, yang
menjadikan segala yang ada di bumi untuk kamu”. (QS. Al-Baqarah: 29)
Ayat ini menunjukkan bahwa
segala sesuatu (termasuk makanan dan binatang) yang ada di bumi adalah nikmat
dari Allah, maka ini menunjukkan bahwa hukum asalnya adalah halal dikonsumsi
dan boleh dimanfaatkan untuk keperluan lainnya, karena Allah tidaklah
memberikan nikmat kecuali yang halal dan baik.
Dan berdasarkan firman-Nya
pula:
وَقَدْ فَصَّلَ لَكُمْ مَا حَرَّمَ عَلَيْكُمْ إِلَّا مَا
اضْطُرِرْتُمْ إِلَيْهِ
“Sesungguhnya Allah telah
menjelaskan kepada kamu apa yang diharamkan-Nya atasmu, kecuali apa yang
terpaksa kamu memakannya”. (QS. Al-An’am: 119)
Maka semua makanan yang tidak
ada pengharamannya dalam syari’at Islam berarti hukumnya adalah halal sepanjang
tidak menimbulkan mudharat kepada dirinya. Demikian pula binatang yang tidak
ada pengharamannya dalam dalil-dalil syar’i dan tidak termasuk ke dalam
golongan binatang yang haram dikonsumsi, baik karena kesamaan jenis, bentuk
atau sifat, maka hukumnya halal dikonsumsi dan boleh dimanfaatkan untuk
keperluan lain seperti dijadikan kendaraan, perhiasan, hiburan atau selainnya.
Hal ini berdasarkan hadits yang diriwayatkan dari Abu Darda’ Rasulullah bersabda: “Apa saja yang dihalalkan oleh
Allah di dalam kitabNya
itulah yang halal, dan apa saja yang diharamkan oleh-Nya itulah yang haram,
adapun yang tidak dijelaskan, berarti termasuk yang dimaafkan bagimu. Dan
terimalah pemaafan Allah itu, karena Allah tidak mungkin melupakan sesuatu,
kemudian beliau membaca firman Allah:
وَماَ كَانَ رَبُّكَ نَسِيَّا
“Dan tidaklah Tuhanmu lupa”.
(QS. Maryam: 64.) (HR. Hakim II/406 no.3419 dan dia menshahihkannya).
MACAM-MACAM
MAKANAN:
Pada umumnya makanan yang
sering dikonsumsi manusia ada dua jenis, yaitu:
1. Makanan selain binatang
(nabati), terdiri dari biji-bijian, tumbuh-tumbuhan, buah-buahan, benda-benda
(roti, kue dan sejenisnya), dan yang berupa cairan (air dengan semua
bentuknya).
Ibnu Hubairah -rahimahullah-
dalam Al-Ifshoh (II/453) menukil kesepakatan ulama akan halalnya jenis ini
kecuali yang mengandung mudharat.
2. Binatang (hewani), yang
terdiri dari binatang darat dan binatang air.
Binatang darat ada dua macam;
1. Jinak, yaitu semua hewan yang hidup di sekitar
manusia dan diberi makan oleh manusia, seperti: hewan ternak (Onta, sapi,
kambing, ayam, bebek, dan semisalnya).
2. Liar, yaitu semua hewan yang tinggal jauh dari
manusia dan tidak diberi makan oleh manusia, baik dia buas maupun tidak.
Seperti: Singa, serigala, ayam hutan, kuda liar dan sejenisnya.
Hukum binatang darat dengan
kedua bentuknya adalah halal kecuali yang diharamkan oleh syari’at. (Manhajus
Salikin hal. 52)
Binatang air juga terbagi
menjadi 2:
1. Binatang yang hidup di air
yang jika dia keluar darinya akan segera mati, contohnya adalah ikan dan yang
sejenisnya.
2. Binatang yang hidup di dua
alam, seperti buaya dan kepiting. (Lihat pembagian ini dalam Tafsir Al-Qurthubi
VI/318 dan Al-Majmu’ IX/31-32)
Hukum binatang air bentuk
yang pertama, -menurut pendapat yang paling kuat- adalah halal untuk dikonsumsi
secara mutlak. Ini adalah pendapat Al-Malikiyah dan Asy-Syafi’iyah, mereka
berdalilkan dengan keumuman dalil dalam masalah ini, di antaranya adalah firman
Allah;
أُحِلَّ لَكُمْ صَيْدُ الْبَحْرِ وَطَعَامُهُ
“Dihalalkan bagimu binatang
buruan laut dan makanan (yang berasal) dari laut sebagai makanan yang lezat
bagimu” (QS. Al-Ma`idah: 96)
Dan sabda Rasulullah shallallohu'alai
wa sallam
هُوَ الطَّهُورُ مَاؤُهُ الْحِلُّ مَيْتَتُهُ
“Dia (laut) adalah pensuci
airnya dan halal bangkainya”. (HR. Abu Daud I/69 no.83, At-Tirmidzi I/100
no.69, An-Nasa`i I/50 no.59, dan Ibnu Majah I/136 no.386. Dan dishahihkan oleh
Syaikh Al-Albani).
Adapun bentuk yang kedua dari
binatang air, yaitu binatang yang hidup di dua alam, maka pendapat yang paling kuat adalah
pendapat Asy-Syafi’iyah yang menyatakan bahwa seluruh binatang
yang hidup di dua alam -baik yang masih hidup maupun yang sudah jadi bangkai-
seluruhnya adalah halal kecuali kodok. Dikecualikan darinya kodok
karena ada hadits yang mengharamkannya. (Lihat Al-Majmu’ IX/32-33).
KRITERIA
MAKANAN ATAU BINATANG YANG DIHARAMKAN DALAM ISLAM
Di dalam syari’at Islam,
makanan atau binatang yang haram dikonsumsi itu ada dua jenis:
Pertama:
Haram Lidzatihi (makanan
yang haram karena dzatnya). Maksudnya hukum asal dari makanan itu sendiri
memang sudah haram.
Berdasarkan firman Allah
di dalam Al Qur’an
dan sabda Nabi di dalam hadits-hadits beliau, maka dapat diketahui
beberapa jenis makanan yang haram dikonsumsi manusia karena memang dzat makanan
itu sendiri telah diharamkan oleh Allah dan Rasul-Nya, di antaranya ialah:
1. Darah
Darah yang mengalir dari binatang atau manusia haram dikonsumsi, baik secara langsung maupun dicampurkan pada bahan makanan karena dinilai najis, kotor, menjijikkan, dan dapat mengganggu kesehatan. Demikian juga darah yang sudah membeku yang dijadikan makanan dan diperjualbelikan oleh sebagian orang. Adapun darah yang melekat pada daging halal, boleh dimakan karena sulit dihindari. Hal ini :Iberdasarkan firman Allah
Darah yang mengalir dari binatang atau manusia haram dikonsumsi, baik secara langsung maupun dicampurkan pada bahan makanan karena dinilai najis, kotor, menjijikkan, dan dapat mengganggu kesehatan. Demikian juga darah yang sudah membeku yang dijadikan makanan dan diperjualbelikan oleh sebagian orang. Adapun darah yang melekat pada daging halal, boleh dimakan karena sulit dihindari. Hal ini :Iberdasarkan firman Allah
قُلْ لَا أَجِدُ فِي مَا أُوحِيَ إِلَيَّ مُحَرَّمًا عَلَى طَاعِمٍ
يَطْعَمُهُ إِلَّا أَنْ يَكُونَ مَيْتَةً أَوْ دَمًا مَسْفُوحًا أَوْ
لَحْمَ خِنْزِيرٍ فَإِنَّهُ رِجْسٌ أَوْ فِسْقًا أُهِلَّ لِغَيْرِ
اللَّهِ بِهِ
“Katakanlah: “Tiadalah aku
peroleh dalam wahyu yang diwahyukan kepadaku, sesuatu yang diharamkan bagi
orang yang hendak memakannya, kecuali kalau makanan itu bangkai, atau darah
yang mengalir atau daging babi -karena sesungguhnya semua itu kotor- atau
binatang yang disembelih atas nama selain Allah.” (QS. Al-An’am: 145)
2. Daging
Babi
:IPara ulama telah sepakat, daging babi
haram dikonsumsi. Hal ini berdasarkan firman Allah
إِنَّمَا حَرَّمَ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةَ وَالدَّمَ وَلَحْمَ
الْخِنْزِيرِ وَمَا أُهِلَّ بِهِ لِغَيْرِ اللَّه
“Sesungguhnya Allah hanya
mengharamkan bagimu bangkai, darah, daging babi dan binatang yang (ketika
disembelih) disebut (nama) selain Allah”. (QS. Al-Baqarah: 173)
Dan juga firman-Nya:
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ
وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ
“Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah…”. (QS. Al-Ma`idah: 3)
Demikian pula lemak babi yang
dipergunakan dalam industri makanan yang dikenal dengan istilah shortening,
serta semua zat yang berasal dari babi yang biasanya dijadikan bahan campuran
makanan (food additive).
Seluruh makanan, minuman,
obat-obatan, dan kosmetika yang mengandung unsur babi dalam bentuk apapun,
haram dikonsumsi. (Lihat Ahkam al-Ath’imah, karya Ath-Thuraiqi, hal: 307-314).
3. Khamar
(minuman keras)
Allah berfirman:I
يَاأَيُّهَا الَّذِينَ ءَامَنُوا إِنَّمَا الْخَمْرُ وَالْمَيْسِرُ
وَالْأَنْصَابُ وَالْأَزْلَامُ رِجْسٌ مِنْ عَمَلِ الشَّيْطَانِ
فَاجْتَنِبُوهُ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Hai orang-orang yang
beriman, sesungguhnya (meminum) khamar, berjudi, (berkorban untuk) berhala,
mengundi nasib dengan panah, adalah perbuatan keji termasuk perbuatan syaitan.
Maka jauhilah perbuatan-perbuatan itu agar kamu mendapat keberuntungan.” (QS.
Al-Ma`idah: 90)
Dan diriwayatkan dari Ibnu
‘Umar secara marfu’:
كُلُّ مُسْكِرٍ حَرَامٌ، وَكُلُّ خَمْرٍ حَرَامٌ
“Semua yang memabukkan adalah
haram, dan semua khamar adalah haram”. (HR. Muslim III/1587 no.2003)
Dan dapat dianalogikan
dengannya semua makanan dan minuman yang bisa menyebabkan hilangnya akal
(mabuk), misalnya narkoba dengan seluruh jenis dan macamnya.
4. Semua
Binatang Buas Yang Bertaring, Yang Dengan Taringnya Ia Memangsa Dan Menyerang
Mangsanya
Rasulullah t bersabda:r, Sebagaimana yang diriwayatkan oleh Abu Hurairah
كُلُّ ذِي نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ فَأَكْلُهُ حَرَامٌ
“Semua binatang buas yang
bertaring, maka mengkonsumsinya adalah haram.” (HR. Muslim III/1534 no.1933).
, ia berkata:tJuga apa yang diriwayatkan oleh Abu
Tsa’labah Al-Khusyani
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ – صلى الله عليه وسلم – نَهَى عَنْ أَكْلِ
كُلِّ ذِى نَابٍ مِنَ السِّبَاعِ
“Rasulullah melarang
memakan semua binatang buas yang mempunyair taring.”
(HR. Bukhari V/2103 no.5210, dan Muslim III/1533 no.1932).
Yang dimaksudkan di sini
adalah semua binatang buas yang bertaring dan menggunakan taringnya untuk
menghadapi dan memangsa manusia dan binatang lainnya. (Lihat I’lamul
Muwaqqi’in, karya Ibnul Qayyim II/117).
5. Semua
Jenis Burung Yang Bercakar, Yang Dengan Cakarnya Ia Mencengkeram Atau Menyerang
Mangsanya.
Sebagaimana hadits yang
diriwayatkan Ibnu Abbas radhiallahu ‘anhuma, ia berkata:
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ كُلِّ ذِى نَابٍ
مِنَ السِّبَاعِ وَعَنْ كُلِّ ذِى مِخْلَبٍ مِنَ الطَّيْرِ
“Rasulullah melarang memakan setiap binatang buas yang
bertaring danr semua burung yang mempunyai cakar.”
(HR.Muslim III/1534 no.1934)
Yang dimaksud burung yang
memiliki cakar di atas adalah yang buas, seperti burung Elang dan Rajawali.
Sehingga tidak termasuk sebangsa berkata:tayam,
burung merpati dan sejenisnya. Abu Musa Al-Asy’ari
رَأَيْتُ النَّبِىَّ – صلى الله عليه وسلم – يَأْكُلُ دَجَاجًا
“Saya melihat Rasulullah memakan daging ayam.” (HR. Bukhari V/2100
no.5198)r
6. Semua
Binatang Yang Diperintahkan Untuk Dibunuh
Di antara binatang-binatang
yang diperintahkan untuk dibunuh adalah sebagaimana hadits yang diriwayatkan
oleh Aisyah radhiyallahu ‘anha, bahwa Nabi bersabda:r
خَمْسٌ
فَوَاسِقُ يُقْتَلْنَ فِي الْحَرَمِ الْفَأْرَةُ وَالْعَقْرَبُ وَالْحُدَيَّا
وَالْغُرَابُ وَالْكَلْبُ الْعَقُورُ
“Lima binatang jahat yang boleh dibunuh, baik
di tanah haram (Mekkah dan Madinah, pent) atau di luarnya: tikus, kalajengking,
burung buas, gagak, dan anjing hitam.” (HR.Bukhari III/1204 No.3136, dan Muslim
II/856 no.1198)
Demikian pula cecak, termasuk
binatang yang diperintahkan untuk , diatdibunuh, sebagaimana diriwayatkan oleh Sa’ad bin Abi Waqqash berkata:
أَنَّ النَّبِيَّ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ أَمَرَ بِقَتْلِ
الْوَزَغِ وَسَمَّاهُ فُوَيْسِقًا
“Bahwa Nabi memerintahkan untuk membunuh cecak, dan
beliaur menamakannya Fuwaisiqah (binatang jahat yang kecil)”. (HR.
Muslim IV/1758 no.2238)
rPada riwayat lain Nabi bersabda:
مَنْ قَتَلَ وَزَغًا فِي أَوَّلِ ضَرْبَةٍ كُتِبَتْ لَهُ مِائَةُ حَسَنَةٍ وَفِي الثَّانِيَةِ دُونَ ذَلِكَ
وَفِي الثَّالِثَةِ دُونَ ذَلِكَ
“Barangsiapa membunuh cecak
dengan sekali pukulan, ditulis baginya seratus kebajikan, barangsiapa yang
membunuhnya pada pukulan yang kedua maka baginya kurang dari itu, dan pada
pukulan yang ketiga baginya kurang dari itu.” (HR. Muslim IV/1758 no.2240)
memerintahkan agarrDi dalam hadits-hadits yang telah lalu,
Nabi membunuh
binatang -binatang tersebut, maka itu sebagai isyarat atas larangan untuk
memakannya. Sebab, jika sekiranya binatang itu boleh dimakan, maka akan menjadi
mubadzir (sia-sia) kalau sekedar dibunuh, padahal Allah melarang hamba-Nya
untuk melakukan hal-hal yang mubadzir, sebagaimana firman-Nya dalam surat Al-Isra’ ayat
26-27.
7. Semua
Binatang Yang Dilarang Untuk Dibunuh.
Di antara binatang yang
dilarang untuk dibunuh adalah sebagaimana disebutkan dalam hadits Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhuma, ia berkata:
إِنَّ النَّبِيَّ صَلَّى
اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ نَهَى عَنْ
قَتْلِ أَرْبَعٍ مِنَ الدَّوَابِّ النَّمْلَةُ
وَالنَّحْلَةُ وَالْهُدْهُدُ
وَالصُّرَدُ
“Sesungguhnya Nabi melarang membunuh empat jenis binatang,
yaitu:r semut, lebah, burung hud-hud dan burung shurad (sejenis
burung gereja).” (HR. Abu Daud II/789 no.5267. Dan Syaikh Al-Albani
men-shahih-kannya).
Menurut pendapat sebagian
ulama, kodok juga termasuk binatang yang tidak boleh dibunuh. Sebagaimana yang
diriwayatkan oleh Abdurrahman bin , ia berkata:tUtsman
أَنَّ
طَبِيبًا سَأَلَ النَّبِىَّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ ضِفْدَعٍ يَجْعَلُهَا فِى دَوَاءٍ فَنَهَاهُ
النَّبِىُّ -صلى الله عليه وسلم- عَنْ قَتْلِهَا
tentangr“Bahwa ada seorang thabib (dokter)
bertanya kepada Rasulullah melarangnya untuk kodok yang dia racik sebagai obat, maka
Nabi membunuhnya.”
(HR.Abu Daud II/399 no.3871 dan II/789 no.5269. dan Syaikh Al-Albani
men-Shahih-kannya).
melarang membunuh
binatang-binatangrDi dalam hadits
tersebut, Nabi itu,
berarti dilarang pula memakannya. Sebab, jika binatang itu termasuk yang boleh
dimakan, bagaimana cara memakannya kalau dilarang membunuhnya?
8. Keledai
jinak (bukan yang liar)
Ini merupakan pendapat Empat
Imam madzhab selain Imam Malik dalam ,tsebagian riwayat darinya. Hal ini berdasarkan hadits Anas bin
Malik yang
berseru:ria berkata: Bahwa ada seorang pesuruh
Rasulullah
إِنَّ الله ورسوله يَنْهَيَاكُمْ عَنْ لُحُوْمِ ِالْحُمُرِ
الْأَهْلِيَّةِ, فَإِنَّهَا رِجْسٌ
“Sesungguhnya Allah dan
Rasul-Nya melarang kalian untuk memakan daging-daging keledai yang jinak,
karena dia adalah najis”. (HR. Bukhari V/2103 no.5208, dan Muslim III/1540
no.1940)
, ia berkata:tAdapun keledai liar, maka halal
dikonsumsi. Sebagaimana hadits Jabir
أَكَلْنَا زَمَنَ خَيْبَرٍ اَلْخَيْلَ وَحُمُرَ الْوَحْشِ ،
وَنَهَانَا النبي صلى الله عليه وسلم عَنِ الْحِمَارِ الْأَهْلِيْ
r“Saat (perang) Khaibar, kami memakan kuda
dan keledai liar, dan Nabi melarang kami dari (memakan) keledai jinak”. (HR. Muslim
III/1541 no.1941, dan Imam Ahmad III/322 no.14490)
Inilah pendapat yang paling kuat,
sampai-sampai Imam Ibnu ‘Abdil Barr menyatakan, “Tidak ada perselisihan di
kalangan ulama zaman ini tentang pengharamannya”. (Lihat Al-Mughni beserta
Asy-Syarhul Kabir IX/65).
9. Binatang
Yang Lahir Dari Perkawinan Dua Jenis Binatang Yang Berbeda, Yang Salah Satunya
Halal Dan Yang Lainnya Haram.
Hal ini karena
menggolongkannya kepada binatang yang haram lebih baik dan utama daripada
menggolongkannya kepada induknya yang halal. Seperti Bighal, yaitu hewan hasil
peranakan antara kuda yang halal dimakan dan keledai jinak yang haram dimakan.
berkata:tJabir bin Abdullah
حَرَّمَ رسول الله صلى الله عليه وسلم – يَعْنِي يَوْمَ خَيْبَرٍٍ –
لُحُوْمَ الْحُمُرِ الْإِنْسِيَّةِ، وَلُحُوْمَ الْبِغَالِ
“Rasulullah mengharamkan -yakni pada saat perang
Khaibar- dagingr keledai jinak dan daging bighal.” (HR.
Ahmad III/323 no.14503, dan At-Tirmidzi IV/73 no.1478)
Dan keharaman ini berlaku
untuk semua hewan hasil peranakan antara hewan yang halal dimakan dengan hewan
yang haram dimakan.
10. Anjing
Para ulama sepakat akan haramnya memakan anjing, karena ia telahrtermasuk binatang buas yang bertaring. Di samping itu Nabi mengharamkan harga jual-beli anjing dan menganggapnya sebagai sesuatu , iatyang buruk, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Anshari berkata:
Para ulama sepakat akan haramnya memakan anjing, karena ia telahrtermasuk binatang buas yang bertaring. Di samping itu Nabi mengharamkan harga jual-beli anjing dan menganggapnya sebagai sesuatu , iatyang buruk, sebagaimana diriwayatkan dari Abu Mas’ud Al-Anshari berkata:
أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- نَهَى عَنْ ثَمَنِ
الْكَلْبِ وَمَهْرِ الْبَغِىِّ وَحُلْوَانِ الْكَاهِنِ
“Bahwa Rasulullah melarang
dari harga (jual-beli) anjing, upah pelacuran dan hasil praktek perdukunan.” (HR. Bukhari
II/779 no.2122, dan Muslim III/1198 no.1567)
bersabda:r, bahwa Rasulullah tDan diriwayatkan dari Rafi’ bin Khadij
ثَمَنُ الْكَلْبِ خَبِيثٌ وَمَهْرُ الْبَغِىِّ خَبِيثٌ وَكَسْبُ
الْحَجَّامِ خَبِيثٌ
“Harga (jual-beli) anjing
adalah buruk, upah pelacur adalah buruk, dan pendapatan tunkang bekam adalah
buruk.” (HR. Muslim III/1199 no.1568, dan Ahmad IV/141 no.17309)
bersabda:rDan diriwayatkan dari Ibnu Abbas
radhiyallahu ‘anhuma, bahwa Rasulullah
إِنَّ اللَّهَ عَزَّ وَجَلَّ إِذَا حَرَّمَ أَكْلَ شَىْءٍ حَرَّمَ
ثَمَنَهُ
mengharamkan memakan
sesuatu, maka Dia akan mengharamkan harganya”. (HR. Ahmad I/293 no.2678)I“Sesungguhnya jika Allah
, ia berkata: “Kami
diperintahkan untuktDiriwayatkan
dari Ibnu Umar membunuh
anjing, kecuali anjing untuk berburu dan anjing untuk menjaga tanaman.” (HR.
Muslim III/1200 no.1571)
11. Binatang
Yang Buruk Atau Menjijikkan.
Semua yang menjijikkan –baik
hewani maupun nabati- diharamkan oleh Allah. Sebagaimana firmanNya:
وَيُحَرِّمُ عَلَيْهِمُ الْخَبَآئِثَ
) mengharamkan bagi mereka
segala yang buruk.” (QS. Al-A’raf: 157)r“Dan dia (Muhammad
Namun kriteria binatang yang
buruk dan menjijikkan pada setiap orang dan tempat pasti berbeda. Ada yang menjijikkan bagi
seseorang misalnya, tetapi tidak menjijikkan bagi yang lainnya. Maka yang
dijadikan standar oleh para ulama’ adalah tabiat dan perasaan orang yang normal
dari orang Arab yang tidak terlalu miskin yang membuatnya memakan apa saja.
Karena kepada merekalah Al-Qur’an diturunkan pertama kali dan dengan bahasa
merekalah semuanya dijelaskan. Sehingga merekalah yang paling mengetahui mana
binatang yang menjijikkan atau tidak. (lihat penjelasan syekhul Islam Ibnu
Taimiyah dalam Majmu’ Fatawa IX/26, dan seterusnya).
Kalau binatang itu tidak
diketahui oleh orang Arab, karena tidak ada binatang sejenis yang hidup di sana , maka dikiyaskan
(dianalogikan) dengan binatang yang paling dekat kemiripannya dengan binatang
yang ada di Arab. Jika ia mirip dengan binatang yang haram maka diharamkan, dan
sebaliknya. Tetapi jika tidak ada yang mirip dengan binatang tersebut maka
dikembalikan kepada urf (tradisi/penilaian) masyarakat setempat. Kalau
mayoritas mereka menganggapnya tidak menjijikkan, maka Imam at-Thabari
membolehkan untuk dimakan, karena pada asalnya semua binatang boleh dimakan,
kecuali kalau itu mengandung mudharat.
12. Semua
makanan yang bermudharat terhadap kesehatan manusia -apalagi kalau sampai
membunuh diri- baik dengan segera maupun dengan cara perlahan. Misalnya: racun, narkoba dengan semua
jenis dan macamnya, rokok, dan yang sejenisnya.
berfirman:IAllah
وَلاَ تُلْقُوا بِأَيْدِيكُمْ إِلَى التَّهْلُكَةِ
“Dan janganlah kamu
menjatuhkan dirimu sendiri ke dalam kebinasaan”. (QS. Al-Baqarah: 195)
bersabda:rJuga Nabi
لاَ ضَرَرَ وَلاَ ضِرَارَ
“Tidak boleh membahayakan
diri sendiri dan tidak boleh membahayakan orang lain”. (HR. Ahmad I/313
no.2867, dan Ibnu Majah no.2431)
Kedua:
Haram Lighairihi (makanan
yang haram karena faktor eksternal). Maksudnya hukum asal makanan itu sendiri
adalah halal, akan tetapi dia berubah menjadi haram karena adanya sebab yang
tidak berkaitan dengan makanan tersebut. Misalnya: makanan dari hasil mencuri
atau dibeli dengan uang hasil korupsi, transaksi riba, upah pelacuran, sesajen
perdukunan, dan lain sebagainya.
1. Binatang
Disembelih Untuk Sesaji
Hewan ternak yang disembelih
untuk sesaji atau dipersembahkan kepada makhluk halus, misalnya kerbau, yang
disembelih untuk ditanam kepalanya sebagai sesaji kepada dewa tanah agar
melindungi jembatan atau gedung yang akan dibangun, hewan ternak yang
disembelih untuk persembahan Nyai Roro Kidul dan sebagainya adalah haram
dimakan dagingnya, karena itu merupakan perbuatan syirik besar yang membatalkan
keislaman, sekalipun ketika disembelih dibacakan basmalah. Hal ini sebagaimana
firman Allah :I
حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ
الْخِنزيرِوَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ
بِهِ.................
“Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah, yang tercekik, yang terpukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan diterkam
binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya, dan (diharamkan bagimu)
yang disembelih untuk berhala….”. (QS. Al-Ma’idah: 3)
2. Binatang
Yang Disembelih Tanpa Membaca Basmalah
Hewan ternak yang disembelih
tanpa membaca basmalah adalah haram dimakan berfirman: Al An’am, 6:121.Idagingnya kecuali jika lupa. Allah
وَلَا تَأْكُلُوا مِمَّا لَمْ يُذْكَرِ اسْمُ اللَّهِ عَلَيْهِ
وَإِنَّهُ لَفِسْقٌ
“Dan janganlah kamu memakan
binatang-binatang yang tidak disebut nama Allah ketika menyembelihnya.
Sesungguhnya perbuatan yang semacam itu adalah suatu kefasikan.” (QS. Al-An’am:
121)
3. Bangkai
berfirman:IYaitu semua binatang yang mati tanpa penyembelihan yang syar’i dan juga bukan hasil perburuan. Allah
berfirman:IYaitu semua binatang yang mati tanpa penyembelihan yang syar’i dan juga bukan hasil perburuan. Allah
وَمَا أُهِلَّ لِغَيْرِ اللَّهِ بِهِ وَالْمُنْخَنِقَةُ
وَالْمَوْقُوذَةُ حُرِّمَتْ عَلَيْكُمُ
الْمَيْتَةُ وَالدَّمُ وَلَحْمُ الْخِنْزِيرِ
وَالْمُتَرَدِّيَةُ وَالنَّطِيحَةُ وَمَا أَكَلَ السَّبُعُ
إِلَّا مَاذَكَّيْتُمْ
“Diharamkan bagimu (memakan)
bangkai, darah, daging babi, (daging hewan) yang disembelih atas nama selain
Allah, yang tercekik, yang dipukul, yang jatuh, yang ditanduk, dan yang
diterkam binatang buas, kecuali yang sempat kamu menyembelihnya”. (QS.
Al-Ma`idah: 3)
Jenis-jenis
bangkai berdasarkan ayat di atas:
1. Al-Munhaniqoh, yaitu
binatang yang mati karena tercekik.
2. Al-Mauqudzah, yaitu binatang
yang mati karena terkena pukulan keras.
3. Al-Mutaroddiyah, yaitu
binatang yang mati karena jatuh dari tempat yang tinggi.
4. An-Nathihah, yaitu
binatang yang mati karena ditanduk oleh binatang lainnya.
5. Binatang yang mati karena
dimangsa oleh binatang buas.
6. Semua binatang yang mati
tanpa penyembelihan, seperti disetrum.
7. Semua binatang yang
disembelih dengan sengaja tidak membaca basmalah.
8. Semua hewan yang
disembelih untuk selain Allah walaupun dengan membaca basmalah.
9. Semua bagian tubuh hewan
yang terpotong/terpisah dari tubuhnya. Hal secara marfu’:tini berdasarkan hadits Abu Waqid Al-Laitsi
مَا قُطِعَ مِنَ الْبَهِيْمَةِ وَهِيَ حَيَّةٌ، فَهُوَ مَيْتَةٌ
“Apa saja yang terpotong dari
binatang dalam keadaan binatang itu masih hidup, maka potongan itu adalah
bangkai”. (HR. Ahmad V/218 no.21953, Abu Daud II/123 no.2858, At-Tirmidzi IV/74
no.1480, dan ia men-shahih-kannya).
Diperkecualikan darinya 3
bangkai, ketiga bangkai ini halal dimakan:
1. Ikan, karena dia termasuk
hewan air dan telah berlalu penjelasan bahwa semua hewan air adalah halal
bangkainya kecuali kodok.
bersabda:r, bahwa Rasulullah t2. Belalang. Berdasarkan hadits Abdullah
bin Umar
أُحِلَّتْ لَنَا مَيْتَتَانِ وَدَمَانِ فَأَمَّا الْمَيْتَتَانِ فَالْحُوتُ وَالْجَرَادُ وَأَمَّا الدَّمَانِ
فَالْكَبِدُ وَالطِّحَالُ
“Dihalalkan untuk kita dua
bangkai dan dua darah. Adapun kedua bangkai itu adalah ikan dan belalang. Dan
adapun kedua darah itu adalah hati dan limfa”. (HR. Ahmad II/97 no.5723, dan
Ibnu Majah II/1102 no.3314. dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)
bersabda:r, bahwa Nabi t3. Janin yang berada dalam perut hewan
yang disembelih. Hal ini berdasarkan hadits Abu Sa’id Al-Khudri
ذَكَاةُ الْجَنِيْنِ ذَكَاةُ أُمِّهِ
“Penyembelihan untuk janin
adalah penyembelihan induknya”. (HR. Ahmad III/39 no.11361, Abu Daud II/114
no.2828, At-Tirmidzi IV/72 no.1476, dan Ibnu Majah II/1066 no.3199)
Maksudnya jika hewan yang
disembelih sedang hamil, maka janin yang ada dalam perutnya halal untuk dimakan
tanpa harus disembelih ulang.
4. Makanan
Halal Yang Diperoleh Dengan Cara Haram
Pada dasarnya semua makanan
(nabati dan hewani) yang ada di muka bumi ini halal dikonsumsi sepanjang tidak
berbahaya bagi fisik dan psikis manusia. Akan tetapi akan dapat berubah menjadi
haram, jika diperoleh . Misalnya, makanan hasil curian,Idengan cara yang diharamkan Allah atau dibeli dari uang hasil korupsi,
manipulasi, riba (rentenir), perjudian, pelacuran, dan sebagainya. Hal ini
sebagaimana firman Allah :I
وَلَا تَأْكُلُوا أَمْوَالَكُمْ بَيْنَكُمْ بِالْبَاطِلِ وَتُدْلُوا
بِهَا إِلَى الْحُكَّامِ لِتَأْكُلُوا فَرِيقًا
مِنْ أَمْوَالِ النَّاسِ بِالْإِثْمِ وَأَنْتُمْ
تَعْلَمُونَ(188)
“Dan janganlah sebahagian
kamu memakan harta sebahagian yang lain di antara kamu dengan jalan yang bathil
dan (janganlah) kamu membawa (urusan) harta itu kepada hakim, supaya kamu dapat
memakan sebahagian daripada harta benda orang lain itu dengan (jalan berbuat)
dosa, padahal kamu Mengetahui.” (QS. Al-Baqarah: 188)
5. Jallalah
Yaitu binatang yang sebagian
besar makanannya adalah feses (kotoran manusia atau hewan lain atau najis),
baik berupa onta, sapi, dan kambing, maupun yang berupa burung, seperti:
garuda, angsa (yang memakan feses), ayam (pemakan feses), dan selainnya.
Hukumnya adalah haram,
walaupun pada awalnya ia adalah binatang yang halal dimakan, tetapi menjadi
tidak boleh dimakan apabila binatang tersebut tidak mau makan atau lebih banyak
memakan sesuatu yang kotor. , ia berkata:tHal ini berdasarkan hadits Abdullah bin umar
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ عَنْ
أَكْلِ الْجَلَّالَةِ وَأَلْبَانِهَا
melarang memakan
Jallalah dan meminum susunya.” (HR.Abur“Rasulullah Daud
II/379 No. 3785, dan di-shahih-kan oleh Syaikh Al-Albani)
berkata:tDalam riwayat lain, Abdullah bin Umar
نَهَى رَسُولُ اللَّهِ -صلى الله عليه وسلم- عَنِ الْجَلاَّلَةِ فِى الإِبِلِ أَنْ يُرْكَبَ عَلَيْهَا أَوْ
يُشْرَبَ مِنْ أَلْبَانِهَا
melarang memakan
Jallalah dari onta, menunggangnya, dan meminum susunya.” (HR.Abu Daud II/379
no.3787).r“Rasulullah
Agar Jallalah tersebut
menjadi halal diharuskan untuk dikurung minimal tiga hari, dan diberi makanan
yang bersih atau suci, sebagaimana , bahwa ia pernah mengurungtyang dicontohkan oleh Abdullah bin
Umar ayam yang
suka makan feses (kotoran atau najis) selama tiga hari. (Hadits Shahih riwayat Ibnu
Abi Syaibah. Lihat Irwa’ Al-Ghalil, karya Syaikh Al-Albani No.2504).
Hanya saja para ulama
berselisih pendapat mengenai berapa lamanya jallalah itu dibiarkan atau
dikurung agar binatang tersebut menjadi normal kembali, yaitu memakan makanan
bersih yang biasa ia makan? Menurut pendapat yang benar adalah dikembalikan
kepada ukuran adat kebiasaan atau kepada sangkaan besar. (Lihat Al-Majmu’,
karya An-Nawawi IX/28).
6. Semua
Makanan Halal Yang Tercampur Najis
Contohnya seperti mentega,
madu, susu, minyak goreng atau selainnya yang kejatuhan tikus atau cecak.
Hukumnya sebagaimana yang disebutkan dalam ditanya tentang minyakrhadits Maimunah -radhiallahu ‘anha- bahwa
Nabi samin
(lemak) yang kejatuhan tikus, maka beliau bersabda:
أَلْقُوهَا وَمَا حَوْلَهَا فَاطْرَحُوهُ . وَكُلُوا سَمْنَكُمْ
“Buanglah tikusnya dan buang
juga lemak yang berada di sekitarnya lalu makanlah (sisa) lemak kalian”. (HR.
Bukhari I/93 no.233, 234)
Jadi jika yang kejatuhan
najis adalah makanan padat, maka cara membersihkannya adalah dengan membuang
najisnya dan makanan yang ada di sekitarnya, adapun sisanya boleh untuk
dimakan. Akan tetapi jika yang kejatuhan najis adalah makanan yang berupa
cairan, maka hukumnya dirinci; jika najis ini merubah salah satu dari tiga
sifatnya (bau, rasa, dan warna), maka makanannya dihukumi najis sehingga tidak
boleh dikonsumsi, demikian pula sebaliknya.
Demikian pembahasan tentang
kaidah dan kriteria makanan dan binatang yang diharamkan dalam agama Islam yang
dapat kami sebutkan. Semoga apa yang kami tulis menjadi amal shalih dan ilmu
yang bermanfaat bagi penulisnya maupun pembaca semuanya.
[SUMBER: MAJALAH
PENGUSAHA MUSLIM EDISI 15 VOLUME 2 / 15 MARET 2011 DAN EDISI 16 VOLUME 2 / 15
APRIL 2011].
disalin oleh
http://hidayahsalaf.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar