yufid.com

Senin, 27 Juni 2016

Tarbiyah anak, antara teori dan bukti

Posted by Abu Abdillah Riza Firmansyah On 02.02 No comments
Tarbiyah Anak, antara Teori dan Bukti
ditulis oleh Abu Abdillah Riza

Segala puji hanya bagi Allah, semoga shalawat serta salam selalu tercurah kepada Nabi Muhammad saw sebagai sebaik-baik contoh bagi umatnya dalam segenap bidang kehidupan, juga kepada keluarga serta para Sahabat dan pengikut setia Beliau.
Orang tua dan para pendidik mendapatkan ganjaran pahala yang besar jika mereka tulus ikhlas berusaha mencontoh Nabi shallallahu’alaihi wasallam mereka yang mulia dalam hal tarbiyah kepada anak secara khusus dan umat secara umum.

“Sesungguhnya Allah dan para Malaikat, serta semua makhluk di langit dan di bumi, sampai semut dalam lubangnya dan ikan (di lautan), benar-benar bershalawat/mendoakan kebaikan bagi orang yang mengajarkan kebaikan (ilmu agama) kepada manusia”. HR at-Tirmidzi no. 2685 dan ath-Thabrani dalam “al-Mu’jamul kabiir” no. 7912 dishahihkan oleh Imam Al Albani 

Melihat ironi zaman sekarang ini dimana maksiat dan kemungkaran lainnya terlalu banyak bermunculan yang dilakoni tua dan muda, kaum adam maupun kaum hawa. Padahal telah banyak pendidikan, lembaga-lembaga pendidikan, tenaga pendidik, media atau sarana pendidikan lebih memadai, orang-orang yang bertitel, parenting-parenting maupun seminar dan lainnya akan tetapi sedikit dari mereka yang benar-benar mengikuti dan iltizam secara ilmu dan praktek dalam hal tarbiyah mengaca kepada sunnah Nabi dan para Sahabat yang telah Allah ridhoi.

Anak-anak ibarat kaset kosong, diisi dengan musik maka ia akan menjadi atau seperti penyanyi, begitu juga sebaliknya apabila diisi dengan Al Qur’an dan As Sunnah maka ia akan menjadi atau seperti Ulama.
Anak-anak jika terlalu dimanja dan dibiarkan tanpa dididik maka akan tetap bengkok, terlalu keras dan membenci anak juga membuat mereka lari dan tidak bisa mengaji.

Maka seorang pendidik harus memiliki 3 unsur pokok dalam mentarbiyah anak:

1.       Orang tua atau pendidik harus bertakwa dan lebih dahulu, mengamalkan sebelum mengajarkan anak-anak mereka.
Misalnya orang tua terlebih dahulu belajar agama, bertakwa dengan mengamalkan syariat dan meninggalkan maksiat. Contoh lain sebelum menegaskan kepada anak-anaknya untuk menghafal Al Qur’an Hadits juga bahasa Arab, maka orang tua atau pendidik harus memberi contoh terlebih dahulu.
Allah Ta’ala berfirman: Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka”. QS. at-Tahrîm: 6   
"Wahai orang-orang yang beriman, kenapa kamu mengatakan sesuatu yang tidak kamu kerjakan? Amat besar kebencian di sisi Allah bahwa kamu mengatakan apa-apa yang tidak kamu kerjakan." QS. As-Shaff: 2-3

2.       Berlemah lembut dalam mengajarkan dan menasehati anak-anak terutama ketika mereka masih kecil.
Nabi shallallahu’alaihi wasallam bersabda:
“Jika Allah menginginkan kebaikan bagi sebuah anggota keluarga maka Dia akan memasukkan kelembutan kepada mereka”. HR. Ahmad 6/71, 6/104-105, hadits shahih
Orang tua atau pendidik hendaknya memahami fiqih berlemah lembut dalam tarbiyah. Disamping ia memahami karakter masing-masing anak demikian juga mental dan motorik mereka.
Nasehat lebih baik daripada memukul. Selama dalam tarbiyah ataupun perbaikan tidak memerlukan pemukulan maka janganlah memukul. Karena Nabi shallallahu’alaihi wasallam sendiri bila harus memilih antara dua pilihan maka beliau memilih yang paling mudah selama bukan dosa. HR. Bukhari 3560 dan Muslim 2327 dari ‘Aisyah secara marfu’
Maka kita sebaiknya menggunakan kata-kata nasehat jika ingin memperbaiki perilaku anak atau dengan menggunakan dorongan dan motivasi.
Bila kata-kata yang baik tidak berpengaruh maka kita gunakan kata-kata yang berisi teguran dan ancaman sesuai dengan kesalahan anak. Bila juga tidak bermanfaat maka saatnya memukul. Untuk itu kondisi tabiat anak berbeda-beda.
Diantara mereka ada yang cukup dengan isyarat mata untuk menghukum dan menegurnya. Isyarat mata ini memberikan pengaruh yang kuat pada dirinya dan menjadi sebab berhenti dari kesalahan yang ia lakukan.
Diantara mereka ada yang jika Anda membuang muka darinya maka dia segera paham maksud Anda dan berhenti dari kesalahannya.
Diantara mereka ada yang berubah dengan kata-kata baik. Maka gunakan kata-kata yang baik untuk anak yang seperti ini.
Dan diantara mereka tidak ada yang membuatnya sadar kecuali harus dengan pukulan dan perlakukan keras. Maka untuk anak tipe seperti inilah kita lakukan pemukulan dan berlaku keras. Akan tetapi sesuai dengan kebutuhan saja serta tidak menjadikannya kebiasaan. Seperti halnya seorang dokter yang memberi suntikan kepada pasiennya walaupun suntikan itu menyakitkan akan tetapi suntikan itu sebatas kadar penyakitnya saja.
3.       Bersikap tegas bahkan dibolehkan memukul mereka jika dibutuhkan dengan pukulan mendidik yang tidak membahayakan.     
Allah Ta’ala berfirman (artinya): “Maka mengapa tidak ada dari umat-umat sebelum kamu orang-orang yang mempunyai keutamaan melarang dari mengerjakan kerusakan di bumi. Kecuali sebagian kecil diantara orang-orang yang telah Kami selamatkan diantara mereka.” QS. Hud: 16

Bila kerusakan dan kezhaliman yang timbul dari ulah si anak tidak dapat hilang kecuali dengan pemukulan maka saat itu juga dia harus dipukul pada tempat selain wajah. Hal yang paling penting yakni harus memperhatikan syarat-syarat bolehnya memukul diantaranya; tidak terburu-buru, tidak didasari oleh emosi atau hati sedang kacau, tidak memukul wajah, pukulan pertama pada anak kecil dengan pelan kemudian ditambah sedikit demi sedikit sesuai usia mereka, memukul ketika berusia sepuluh tahun, dan semisalnya (lihat kembali penjelasan pada point ke 2 sebagai tambahan).
Sabda Nabi shallallahu’alaihi wasallam, Perintahkanlah anakmu shalat pada usia tujuh tahun dan pukullah dia karena (meninggalkan)nya pada usia 10 tahun dan pisahkan tempat tidur mereka.(HR. Abu Daud no. 495 dengan sanad hasan)
Terkadang sebagian orang terutama di negeri kita beralasan bahwa pemukulan anak tidaklah mendidik dan anak dapat menjadi stress dan kurang mentalnya jika dipukul. Sebagian lagi mengatakan bahwa ini kan orang Arab ya wajar sedangkan kita bukan orang Arab.
Ketahuilah saudaraku, bahwa Allah Ta’ala Dzat yang Maha Mengetahui kemampuan, mental, dan segala sesuatu. Dan ingatlah bahwa Allah Ta’ala ketika melihat dan menyeleksi semua hamba, maka Allah Ta’ala memilih dari kalangan bangsa Arab Nabi Muhammad shallallahu’alaihi wasallam sebagai Nabi yang harus dan mutlak dicontoh tanpa harus ditolak dengan argumen dan perasaan hawa nafsu kita.
Sungguh ada beberapa riwayat dari Para Ulama’pewaris para Nabi di kalangan Sahabat seperti Abu Bakr Ash Shiddiq dan Ibnu Abbas, juga para Tabi’in dan Atba’ Tabiin dalam hal ketegasan ini jika dibutuhkan.  Wallahu A’lam










0 komentar:

Cari Artikel Hidayahsalaf