yufid.com

Rabu, 10 Februari 2016

Kewajiban orangtua kepada anak-anak

Posted by Abu Abdillah Riza Firmansyah On 02.29 No comments
Hak Anak-anak
Yang dimaksud anak adalah mencakup anak laki-laki dan perempuan. Anak-anak memiliki hak yang banyak, yang terpenting adalah pendidikan, yaitu menumbuhkan agama dan akhlak dalam diri mereka sehingga mereka memiliki pendidikan agama serta akhlak yang baik. Allah Ta’ala berfirman (artinya):
“Hai orang-orang yang beriman, peliharalah dirimu dan keluargamu dari api neraka yang bahan bakarnya adalah manusia dan batu”. QS. At Tahrim: 6
Nabi r bersabda:
“Kalian semua adalah pemimpin, dan kalian bertanggung jawab atas orang-orang yang dipimpinnya, seorang suami adalah pemimpin di keluarganya dan ia bertanggung jawab atas yang dipimpinnya”. HR. Bukhari dan Muslim


Anak-anak adalah amanah di pundak kedua orang tuanya dan mereka berdua akan diminta pertanggung jawabannya pada hari kiamat akan anak-anak mereka. Dengan memberinya pendidikan Islam dan akhlak mulia menjadikan kedua orang tuanya terbebas dari tanggung jawab tersebut dan anak-anaknya menjadi keturunan yang soleh sehingga mereka menjadi buah hati kedua orang tuanya di dunia dan akhirat. Allah Ta’ala berfirman (artinya):
Dan orang-oranng yang beriman, dan yang anak cucu mereka mengikuti mereka dalam keimanan, Kami hubungkan anak cucu mereka dengan mereka, dan Kami tiada mengurangi sedikitpun dari pahala amal mereka. tiap-tiap manusia terikat dengan apa yang dikerjakannya”. QS. Ath Thur: 21
Nabi r bersabda:
“Jika seorang hamba meninggal dunia maka terputuslah amalannya kecuali tiga hal; sedekah jariyah, ilmu yang bermanfaat setelahnya atau anak soleh yang mendoakannya”. HR. Muslim
Ini adalah termasuk buah dari pendidikan terhadap anak jika ia dididik dengan cara yang benar dapat mendatangkan manfaat bagi orang tuanya bahkan hingga setelah kematiannya.
Sebagian orang tua ada yang menganggap remeh hak ini, mereka melalaikan anak-anaknya dan melupakannya seakan-akan tidak ada tanggung jawab bagi mereka terhadap anak-anaknya , tidak ditanyakan ke mana mereka pergi dan kapan mereka datang, siapa teman dan sahabatnya, mereka tidak diarahkan kepada kebaikan dan tidak dilarang dari perbuatan buruk. Yang mengherankan adalah bahwa sebagian mereka bersusah payah menjaga harta bendanya dan mengembangkannya, mengusahakannya hingga larut malam padahal maslahat dari upaya tersebut pada umumnya untuk orang lain. Sementara untuk anak-anaknya tidak mereka perhatikan sama sekali, padahal memperhatikan mereka lebih utama dan lebih bermanfaat di dunia dan akhirat.

Kedua Orang tuanya juga berkewajiban atas sandang pangannya, seperti makanan dan minuman serta pakaian, mereka juga wajib memperhatikan kebutuhan hatinya berupa ilmu dan iman serta mengenakan untuknya pakaian takwa, itulah yang terbaik.
Termasuk hak anak-anak adalah membiayai mereka untuk hal-hal yang baik tanpa berlebihan dan kekurangan karena itu termasuk kewajiban mereka terhadap anak-anaknya dan sebagai tanda syukur kepada Allah Ta’ala atas apa yang mereka terima berupa harta. Seharusnya mereka tidak menahan hartanya dan pelit kepada anak-anaknya, padahal anak-anaknya tetap akan mengambilnya setelah kematiannya. Bahkan seandainya ada kepala keluarga yang pelit dalam pemberian harta yang wajib maka mereka boleh mengambil hartanya sesuai dengan kebutuhannya sebagaimana yang difatwakan oleh Rasulullah r kepada Hindun binti Utbah.

Termasuk hak anak-anak adalah tidak membeda-bedakan diantara mereka satu sama lain dalam pemberian, tidak boleh sebagian anaknya diberi sesuatu sementara yang lainnya diabaikan, hal tersebut merupakan kezaliman dan Allah tidak menyukai orang-orang yang zalim, karena itu akan mengakibatkan mereka yang terabaikan menjauh dan terjadi permusuhan diantara yang diberi dan yang diabaikan bahkan bisa jadi permusuhan akan terjadi diantara mereka yang tidak diberi dengan orang tuanya. Sebagian orang lagi mengistimewakan sebagian anaknya dibanding yang lainnya dengan perlakuan dan kasih sayang dari orang tuanya, maka orang tuanya mengkhususkan dalam hal pemberian dengan alasan bahwa anak-anaknya tersebut berbakti kepadanya melebihi yang lainnya. Hal tersebut tidak dapat dijadikan alasan untuk membedakan perlakuan terhadap mereka. Baktinya anak melebihi yang lainnya tidak boleh diberi sesuatu sebagai imbalan atas baktinya tersebut karena balasan dari baktinya tersebut adalah pahala dari Allah Ta’ala, disamping itu mengistimewakannya akan membuatnya takabbur dan menganggap dirinya lebih utama sementara yang lainnya akan menjauh dan semakin durhaka, kemudian kitapun tidak tahu, bisa jadi ada perubahan keadaan, anak yang tadinya berbakti berbalik menjadi anak durhaka sementara yang durhaka menjadi anak yang berbakti, karena hati seseorang di tangan Allah, Dia membolak-balikkannya kapan saja sesukanya.

Dalam shahih Bukhari dan Muslim dari Nu’man bin Basyir diriwayatkan bahwa bapaknya memberikan seorang budak, lalu dia memberitahukan hal tersebut kepada Nabi, maka Nabi r bersabda:
“Apakah kepada semua anak kamu berikan seperti ini”, dia menjawab: “tidak”, Beliau bersabda: “kembalikan”, dalam riwayat lain Beliau bersabda:
“Bertakwalah kamu dan berlakulah adil diantara anak-anakmu”. Di dalam sebuah riwayat : “Persaksikanlah kepadaku selain ini, karena sesungguhnya aku tidak mempersaksikan sesuatu yang aniaya”. HR. Bukhari dan Muslim

Rasulullah r menamakan sikap yang melebihkan antara anak sebagai sebuah aniaya, sedangkan perbuatan aniaya adalah kezaliman dan haram hukumnya.
Akan tetapi dapat saja orang tua memberi sebagian anaknya karena kebutuhannya dan sebagian lainnya tidak diberi karena tidak adanya kebutuhan apadanya. Seperti ada diantara mereka yang membutuhkan alat-alat tulis, atau biaya pengobatan atau pernikahan, maka tidaklah mengapa mengkhususkan apa yang mereka perlukan, karena pengkhususan tersebut karena adanya kebutuhan seperti nafkah.

Dan ketika orang tua menunaikan kewajibannya terhadap anakanya berupa pendidikan dan nafkah, maka besar harapan baginya mendapatkan perlakuan yang baik dari anaknya dengan baktinya dan pemenuhan hak-haknya. Sementara ketika orang tua mengabaikan kewajibannya maka sangat mungkin mengakibatkan anak-anaknya tidak mengakui hak-haknya dan mendapatkan perlakuan yang setimpal, siapa yang menabur angin dialah yang menuai badai.
[Huquq Da’at ilaiha al Fithrah wa Qarraratha asy Syari’ah, Syaikh Muhammad bin Sholih Al Utsaimin]


ditulis oleh Abu Abdillah

0 komentar:

Cari Artikel Hidayahsalaf