HADITS SHOLAT TASBIH
an-nashihah.com
PERTANYAAN
Sering
terdengar, bahkan pernah terlihat, bahwa ada kaum muslimin yang melakukan
shalat tasbih pada malam-malam tertentu, khususnya malam Jum’at. Apakah hal ini
ada dasarnya dari Al-Qur`ân dan sunnah?
JAWABAN
Ada beberapa
hadits yang menjelaskan tentang shalat tasbih:
Hadits
Pertama
Hadits Ibnu
‘Abbâs,
عَنْ ابْنِ
عَبَّاسٍ رَضِيَ اللهُ عَنْهُ أَنَّ رَسُوْلَ اللهِ صَلَّى اللهُ عَلَيْهِ
وَسَلَّمَ قَالَ لِلْعَبَّاسِ بْنِ عَبْدِ الْمُطَّلِبِ يَا عَبَّاسُ يَا عَمَّاهْ
أَلاَ أُعْطِيْكَ أَلاَ أُمْنِحُكَ أَلاَ أُحِبُّوْكَ أَلاَ أَفْعَلُ بِكَ عَشْرَ
خِصَالٍ إِذَا أَنْتَ فَعَلْتَ ذَلِكَ غَفَرَ اللهُ لَكَ ذَنْبَكَ أَوَّلَهُ
وَآخِرَهُ قَدِيْمَهُ وَحَدِيْثَهُ خَطْأَهُ وَعَمْدَهُ صَغِيْرَهُ وَكَبِيْرَهُ
سِرَّهُ وَعَلاَنِيَّتَهُ عَشَرَ خِصَالٍ أَنْ تُصَلِّيَ أَرْبَعَ رَكْعَاتٍ
تَقْرَأُ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ فَاتِحَةَ الْكِتَابِ وِسُوْرَةً فَإِذَا فَرَغْتَ
مِنْ الْقُرْاءَةِ فِيْ أَوَّلِ رَكْعَةٍ وَأَنْتَ قَائِمٌ قُلْتَ سُبْحَانَ اللهِ
وَالْحَمْدُ لِلَّهِ وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ خَمْسَ عَشَرَةَ
مَرَّةً ثُمَّ تَرْكَعُ فَتَقُوْلُهَا وَأَنْتَ رَاكِعٌ عَشَرًا ثُمَّ تَرْفَعُ
رَأْسَكَ مِنَ الرُّكُوْعِ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا ثُمَّ تّهْوِيْ سَاجِدًا
فَتَقُوْلُهَا وَأَنْتَ سَاجِدٌ عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ رَأْسَكَ مِنَ السُّجُوْدِ
فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَسْجُدُ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا ثُمَّ تَرْفَعُ
رَأْسَكَ فَتَقُوْلُهَا عَشْرًا فَذَلِكَ خَمْسٌ وَسَبْعُوْنَ فِيْ كُلِّ رَكْعَةٍ
تَفْعَلُ ذَلِكَ فِيْ أَرْبَعِ رَكْعَاتٍ إِنِ اسْتَطَعْتَ أَنْ تُصَلِّيَهَا فِيْ
كُلِّ يَوْمٍ مَرَّةً فَافْعَلْ فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِيْ كُلِّ جُمْعَةٍ
مَرَّةً فَإِنْ لََمْ تَفْعَلْ فَفِيْ كُلِّ شَهْرٍ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلُ
فَفِيْ كُلِّ سَنَةِ مَرَّةً فَإِنْ لَمْ تَفْعَلْ فَفِيْ عُمْرِكَ مَرَّةً
“Dari Ibnu
‘Abbâs, bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada
‘Abbâs bin ‘Abdul Muththalib, ‘Wahai ‘Abbas, wahai pamanku, maukah saya berikan
padamu? maukah saya anugerahkan padamu? maukah saya berikan padamu? saya akan
tunjukkan suatu perbuatan yang mengandung 10 keutamaan, yang jika kamu
melakukannya maka diampuni dosamu, yaitu dari awalnya hingga akhirnya, yang
lama maupun yang baru, yang tidak disengaja maupun yang disengaja, yang kecil
maupun yang besar, yang tersembunyi maupun yang nampak. Semuanya 10 macam. Kamu
shalat 4 rakaat. Setiap rakaat kamu membaca Al-Fatihah dan satu surah. Jika
telah selesai, maka bacalah Subhanallâhi wal hamdulillâhi wa lâ ilâha illallâh
wallahu akbar sebelum ruku’ sebanyak 15 kali, kemudian kamu ruku’ lalu bacalah
kalimat itu di dalamnya sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari ruku’ baca lagi
sebanyak 10 kali, kemudian sujud baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian bangun
dari sujud baca lagi sebanyak 10 kali, kemudian sujud lagi dan baca lagi
sebanyak 10 kali, kemudian bangun dari sujud sebelum berdiri baca lagi sebanyak
10 kali, maka semuanya sebanyak 75 kali setiap rakaat. Lakukan yang demikian
itu dalam empat rakaat. Lakukanlah setiap hari, kalau tidak mampu lakukan
setiap pekan, kalau tidak mampu setiap bulan, kalau tidak mampu setiap tahun dan
jika tidak mampu maka lakukanlah sekali dalam seumur hidupmu.’.”
Hadits ini
mempunyai empat jalan:
Pertama , dari jalan Al-Hakam bin Abân,
dari ‘Ikrimah, dari Ibnu ‘Abbâs, bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi
wa sallam bersabda kepada Al-‘Abbâs bin ‘Abdil Muththalib …, kemudian dia
menyebutkan haditsnya.
Dikeluarkan
oleh Abu Dâud 2/29 no. 1297, Ibnu Mâjah 2/158-159 no. 1387, Ibnu Khuzaimah
dalam kitab Shahîh -nya 2/223-224 no. 1216, Al-Hâkim 1/627-628
no. 1233-1234, Al-Baihaqy 3/51-52, Ath-Thabarâny 11/194-195 no. 11622,
Ad-Dâraquthny sebagaimana dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/37, Ibnu
Al-Jauzy dalam Al-Maudhuât 2/143-144, Al-Hasan bin ‘Ali
Al-Ma’mari dalam kitab Al-Yaum Wal Laila , Al-Khalily dalam Al-Irsyâd
1/325 no. 58, dan Ibnu Syâhîn dalam At-Targhib Wa At-Tarhib
sebagaimana dalam kitab Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/39.
Seluruhnya
dari jalan ‘Abdurrahman bin Bisyr bin Al-Hakam Al-‘Abdi, dari Abi Syu’aib Musa
bin ‘Abdul ‘Aziz Al-Qinbâry, dari Al-Hakam bin Abân …, dan seterusnya.
Berkata
Az-Zarkasyi dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/44, “Telah meriwayatkan
dari Musa bin ‘Abdil ‘Aziz, Bisyr bin Al-Hakam serta anaknya, Abdurrahman,
Ishâq bin Abi Isrâil, Zaid bin Mubârak Ash-Shan’âny dan selain mereka.”
(dinukil dengan sedikit perubahan).
Saya
berkata, “Riwayat Ishâq bin Abi Isrâil dikeluarkan oleh Al-Hâkim 1/628 no. 1234
dan Ibnu Syâhîn dalam At-Targhib Wa At-Tarhib sebagaimana dalam Al-Alâ`i
Al-Mashnû’ah 2/39.”
Komentar
Para Ulama Tentang Musa Bin ‘Abdil ‘Aziz
Berkata Ibnu
Ma’in tentangnya, “Lâ Arâ bihi ba’san (dalam pandangan saya dia tidak
apa-apa).” Berkata An-Nasâ`i, “Lâ ba’sa bihi (tidak mengapa dengannya).”
Ibnu Hibbân menyebutkan dalam Ats-Tsiqât dan dia berkata, “Rubbamâ
akhtha’ (kadang-kadang bersalah).” Berkata Ibnu Al-Madiny, “Dha’if
(lemah).” Berkata As-Sulaimâny, “Mungkarul hadits (mungkar haditsnya).”
Lihat At-Tahdzib Wat Tahdzib .
Imam Muslim
bin Al-Hajjâj berkata, “Saya tidak melihat sanad hadits yang lebih baik dari
hadits ini.” Diriwayatkan oleh Al-Khalily dalam Al-Irsyâd 1/327,
Al Baihaqy, dan selain keduanya.
Yang nampak
dari komentar para ulama di atas bahwasanya hadits beliau itu tidaklah turun
dari derajat hasan. Karena itulah, kedudukan hadits ini adalah hasan. Wallâhu
A’lam.
Catatan
Penting
Terdapat
riwayat dari jalan Muhammad bin Râfi’, dari Ibrâhim bin Al-Hakam bin Abân,
bahwa dia berkata, “Menceritakan kepada saya ayahku, dari ‘Ikrimah, bahwasanya
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda …,” kemudian dia
menyebutkan haditsnya secara mursal (seorang tabiin meriwayatkan
langsung dari Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam tetapi ia tidak
mendengar dari beliau).
Riwayat ini
dikeluarkan oleh Ibnu Khuzaimah dalam Shahîh -nya 2/224, Al-Hâkim
1/628, Al-Baihaqy 3/53 dan dalam Syu’abul Îmân 125 no. 3080,
serta Al-Baghawy dalam Syarh As-Sunnah 4/156-157 no. 1018.
Saya
berkata, “Riwayat ini tidaklah membahayakan riwayat Musa bin ‘Abdil ‘Aziz
karena komentar para ulama terhadap Ibrahim bin Hakam sangat keras, dan yang
nampak bagi yang memperhatikan komentar para ulama tersebut bahwasanya dia
adalah dha’if, tidak dipakai sebagai pendukung. Terlebih lagi telah terdapat
riwayat-riwayat yang mungkar dalam riwayat bapaknya dari jalannya (Ibrâhim bin
Al-Hakam).”
Berangkat
dari sini kita bisa menarik kesimpulan, bahwa penyelisihan yang dilakukan oleh
Ibrâhim bin Al-Hakam yang meriwayatkan secara mursal kemudian
menyelisihi riwayat Musa bin ‘Abdil ‘Aziz yang meriwayatkan secara maushul (bersambung)
tidaklah berpengaruh. Bersamaan dengan itu, Ibrâhim bin Al-Hakam telah guncang
dalam riwayatnya, karena kadang-kadang dia meriwayatkan secara mursal,
sebagaimana dalam riwayat Muhammad bin Râfi’ ini, dan kadang-kadang dia
meriwayatkannya secara maushul, sebagaimana dalam riwayat Ishâq bin
Râhaway yang dikeluarkan oleh Hâkim 1/628 no. 1235 dan Baihaqy dalam Syu’abul
Îmân 125-126 no. 3080.
Dari sini
diketahui pula bahwasanya tidak perlu bagi Imam Al-Baihaqy, dalam Syu’abul
Îmân 3/126, untuk berkata, “Yang benar adalah riwayat secara mursal,”
karena perselisihan riwayat yang berasal dari Ibrâhim bin Al-Hakam ini
menunjukkan keguncangan dalam riwayatnya, sehingga semakin jelas menunjukkan
lemahnya orang ini. Demikian kaidah para ulama menanggapi rawi yang seperti
ini, sebagaimana yang tersebut dalam Syarh ‘Ilal At-Tirmidzy oleh
Ibnu Rajab dan yang lainnya. Wallâhu A’lam.
Kedua , dari jalan ‘Abdul Quddûs bin
Habîb, dari Mujâhid, dari Ibnu ‘Abbas, bahwasanya Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya …, kemudian dia menyebutkan haditsnya.
Dikeluarkan
oleh Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 3/14-15 no. 2318 dan Abu Nuaim
dalam Al-Hilyah 1/25-26.
Berkata
Al-Hâfidz Ibnu Hajar, “Abdul Quddûs sangat lemah dan dinyatakan berdusta oleh
sebagian imam.” Baca Al-Futûhât Ar-Rabbâniyah 4/311 dan Al-Alâ`i
Al-Mashnû’ah 2/40. Lihat pula Mizânul I’tidâl .
Ketiga , dari jalan Nâfi’ bin Hurmuz Abu
Hurmuz, dari Atha’, dari Ibnu ‘Abbâs. Dikeluarkan oleh Ath-Thabarâny 11/130 no.
11365.
Berkata
Al-Hâfidz sebagaimana dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 1/39-40,
“Rawi-rawinya terpercaya kecuali Abu Hurmuz. Dia matrûkul hadits
(ditinggalkan haditsnya).” Lihat Mizânul I’tidâl .
Keempat , dari jalan Yahya bin ‘Uqbah bin
Abi Al-‘Aizâr, dari Muhammad bin Jahâdah, dari Abi Al-Jauzâ`i, dari Ibnu
‘Abbâs.
Dikeluarkan
oleh Ath-Thabarâny dalam Al-Ausath 3/187 no. 2879.
Berkata
Al-Hâfidz, “Semua rawinya terpercaya kecuali Yahya bin ‘Uqbah. Dia matrûk (haditsnya
ditinggalkan).”
Saya
berkata, “Bahkan Ibnu Ma’in berkata (tentang Yahya bin ‘Uqbah), ‘Kadzdzâbun
Khabîts (pendusta yang sangat hina).’.” Lihat Mizânul I’tidâl
.
Hadits Kedua
Hadits Abu
Râfi’, maula Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam.
Dikeluarkan
oleh Ibnu Mâjah 2/157-159 no. 1386, Tirmidzy 2/350-351 no. 482, Abu Bakar bin
Abi Syaibah sebagaimana dalam Ajwibah Al-Hâfidz Ibnu Hajar ‘Alâ Ahâdits
Al Mashâbîh 3/1781 dari Misykatul Mashâbih ,
Ad-Dâraquthny dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/38, Ibnul Jauzy dalam
Al-Maudhu’ât 2/144, dan Abu Nu’aim dalam Qurbân Al-Muttaqîn
sebagaimana dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/41.
Seluruhnya
dari jalan Zaid bin Al-Hibbân Al-‘Uqly, dari Musa bin ‘Abîdah, dari Sa’id bin
Abi Sa’id maula Abu Bakr bin ‘Amr bin Hazm, dari Abu Râfi’, bahwa dia berkata,
“Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Al-‘Abbâs …,”
kemudian dia menyebutkan haditsnya.
Saya
berkata, “Dalam sanadnya ada dua cacat:
- Musa bin ‘Abîdah yaitu
Ar-Rabâdzy Al-Madany. Yang nampak bagi saya, setelah membaca komentar para
ulama tentangnya, bahwa ia adalah rawi yang dha’if yang bisa dipakai
sebagai pendukung apalagi dalam hadits-hadits Ar-Riqâq.
- Sa’id bin Abi Sa’id majhûlul
hâl (tidak diketahui keadaannya).”
Maka hadits
ini adalah syahid (pendukung) yang sangat kuat.
Hadits
Ketiga
Hadits Al
Anshâry.
Dikeluarkan
oleh Abu Dâud 2/48 no. 1299 dan Al Baihaqy 2/52 dari Abu Taubah Ar-Rabî’ bin
Nâfi’, dari Muhammad bin Muhâjir, dari Urwah bin Ruwaim, bahwa dia berkata,
“Menceritakan kepada saya Al-Anshâry, bahwasanya Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam bersabda kepada Ja’far …,” kemudian dia menyebutkan
hadits tersebut.
Saya
berkata, “ Para ulama berbeda pendapat tentang siapa Al-Anshâry ini, tetapi
menurut penilaian saya, tidak ada dalil yang benar yang menjelaskan siapa
Al-Anshâry ini. Mungkin ia seorang shahabat dan mungkin juga bukan.” Wallâhu
A’lam.
Hadits
Keempat
Hadits
Al-‘Abbâs bin ‘Abdul Muththalib.
Dikeluarkan
oleh Ibnu Al-Jauzy dalam Al-Maudhu’at 2/143, dan Abu Nua’im, Ibnu
Syahin dan Dâraquthny dalam Al-Afrâd sebagaimana dalam Al-Alâ`i
Al-Mashnû’ah 2/40.
Seluruhnya
dari jalan Musa bin A’yan, dari Abu Raja’, dari Shadaqah, dari ‘Urwah bin
Ruwaim, dari Ibnu Ad-Dailamy, dari Al-‘Abbâs, bahwa dia berkata, “Bersabda
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam …,” kemudian dia menyebutkan
haditsnya.
Berkata
Al-Hâfidz tentang Shadaqah, “Dia adalah Ibnu ‘Abdillah yang dikenal dengan
panggilan As-Samin. Dia lemah dari sisi hafalannya, akan tetapi
dikatakan tsiqah (terpercaya) oleh banyak ulama, maka haditsnya bisa
digunakan sebagai pendukung.”
Maka dari
sini diketahui salahnya sangkaan Ibnul Jauzy yang mengatakan bahwa dia adalah
Al-Khurâsâny.
Adapun Abu
Raja’, dia adalah ‘Abdullah bin Muhriz Al-Jazary, dan kami tidak menemukan
biografinya. Wallâhu A’lam.
Kemudian
Ibnu Ad-Dailamy, dia adalah ‘Abdullah bin Fairuz, tsiqah (terpercaya),
termasuk dari tabiin besar, bahkan sebagian ulama menggolongkannya sebagai
shahabat.
Hadits ini
mempunyai jalan lain, yaitu hadits yang dikeluarkan oleh Ibrâhim bin Ahmad
Al-Hirqy dalam Fawâ’id -nya. Akan tetapi, dalam sanad jalan
tersebut ada Hammâd bin ‘Amr An-Nashîby yang para ulama menganggap dia sebagai kadzdzâb
(pendusta). Lihat Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/40.
Hadits
Kelima
Hadits
‘Abdullah bin ‘Amr bin ‘Âsh.
Dikeluarkan
oleh Abu Dâud 2/48 no. 1298 dan Al-Baihaqy 3/52, dari jalan Mahdy bin Maimûn,
dari ‘Amr bin Malik, dari Abu Al-Jauzâ`i, bahwa dia berkata, “Seorang laki-laki
yang dia adalah shahabat, menurut mereka dia adalah ‘Abdullah bin ‘Amr, dia
berkata, ‘Bersabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam …,’,”
kemudian dia menyebutkan haditsnya.
Berkata Abu
Dâud, “Hadits ini diriwayatkan oleh Al-Mustamir bin Rayyân dari Abu Al-Jauzâ`i,
dari ‘Abdullah bin ‘Amr secara mauqûf (dari perkataan shahabat).
Diriwayatkan pula oleh Rauh bin Al-Musayyab dan Ja’far bin Sulaimân dari ‘Amr
bin Malik An-Nukri, dari Abu Al-Jauzâ`i, dari perkataannya. Dikatakan dalam
hadits Rauh, bahwa ia berkata, “Hadits Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam
(yakni secara marfû’-pen-).” Hal serupa dinyatakan pula oleh Imam Al-Baihaqy.
Berkata Ibnu
Hajar, “Akan tetapi perselisihan terletak pada Abu Al-Jauzâ`i. Ada yang
mengatakan hadits ini darinya dari Ibnu ‘Abbâs, ada yang mengatakan darinya
dari ‘Abdullah bin ‘Amr, dan adapula yang mengatakan dari dia dari Ibnu ‘Umar.
Bersamaan dengan itu, ada perselisihan (dalam riwayatnya), apakah hadits ini marfû’
(sampai kepada Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam) atau mauqûf
(sampai kepada shahabat). Dalam riwayat secara marfû’ juga ada
perselisihan tentang kepada siapa hadits ini dikatakan, apakah kepada
Al-‘Abbâs, Ja’far, ‘Abdullah bin ‘Amr, atau Ibnu ‘Abbâs. Ini adalah idhthirâb
(kegoncangan) yang sangat keras, dan Ad-Dâraquthny banyak mengeluarkan
jalan-jalan hadits ini dengan uraian perselisihannya.”
Lihat Al-Futûhât
Ar-Rabbâniyyah 4/314-315 dan Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/41.
Terdapat
pula jalan lain yang dikeluarkan oleh Dâraquthny dari ‘Abdullah bin Sulaimân
bin Al-Asy’ats, dari Mahmûd bin Khâlid, dari seorang tsiqah (terpercaya)
dari ‘Umar bin ‘Abdul Wâhid, dari Tsaubân, dari ‘Amr bin Syu’aib, dari
bapaknya, dari kakeknya secara marfû’.
Saya
berkata, “Mahmûd bin Khâlid tsiqah (terpercaya) demikian pula ‘Amr bin
’Abdul Wâhid, akan tetapi dalam sanadnya ada rawi mubham (tidak disebut
namanya). Adapun Tsaubân, saya tidak mengetahui siapa dia.” Wallâhu A’lam.
Dikeluarkan
pula oleh Ibnu Syâhin dari jalan yang lain, dari ‘Amr bin Syu’aib, dari
ayahnya, dari kakeknya, bahwasanya Nabi shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda kepada Al-‘Abbâs …, kemudian dia menyebutkan seperti hadits Ibnu
‘Abbâs. Akan tetapi hadits ini lemah. Lihat Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah
2/41 dan Al-Futûhât Ar-Rabbâniyyah 4/314-315.
Hadits
Keenam
Hadits
Ja’far bin Abi Thâlib.
Hadits ini
mempunyai dua jalan:
Pertama , dari jalan Dâud bin Qais, dari
Ismâ’il bin Râfi’, dari Ja’far, bahwa ia berkata, “Sesungguhnya Nabi shallallâhu
‘alaihi wa sallam bersabda kepadanya, ‘Inginkah engkau saya berikan …’,”
kemudian dia menyebutkan haditsnya. Dikeluarkan oleh Abdurrazzaq dalam Mushannaf
-nya 3/123 no.5004.
Dikeluarkan
pula oleh Sa’id bin Manshûr dalam As-Sunan dan Al-Khatib dalam Kitab
Shalat At-Tasbih , Sebagaimana dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah
2/242 dari jalan yang lain, dari Abi Ma’syar Najîh bin Abdirrahman, dari Abu
Râfi’ Ismail bin Râfi’, bahwa dia berkata, “Telah sampai kepada saya bahwa
Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepada Ja’far bin Abi
Thâlib ….”
Saya
berkata, “Ismâil bin Râfi’ dha’if (lemah haditsnya) bisa digunakan sebagai
penguat. Akan tetapi hadits ini mursal sebagaimana yang kamu lihat.”
Kedua , dari jalan ‘Abdul Malik bin Hârun
bin ‘Antarah, dari bapaknya, dari kakeknya, dari ‘Ali bin Ja’far, bahwa dia
berkata, “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam bersabda kepadaku …,”
kemudian dia menyebutkan haditsnya. Dikeluarkan oleh Ad-Dâraquthny sebagaimana
dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/41-42.
Saya
berkata, “Abdul Malik ini matrûk (ditinggalkan haditsnya), bahkan
dianggap pendusta oleh sebagian ulama dan dituduh memalsukan hadits.” Baca Mizânul
I’tidâl .
Hadits
Ketujuh
Hadits Al
Fadhl bin ‘Abbâs.
Dikeluarkan
Abu Nu’aim dalam Qurbân Al-Muttaqîn dari riwayat Musa bin
Ismâ’il, dari ‘Abdil Hamîd bin Abdurrahman Ath-Thâ`iy, dari bapaknya, dari Abu
Râfi’, dari Al-Fadhl bin ‘Abbâs, bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi
wa sallam bersabda …, kemudian dia menyebutkan haditsnya.
Berkata
Al-Hâfidz Ibnu Hajar, “Dan dalam sanadnya ada Abdul Hamid bin Abdirrahman
Ath-Thâ`iy. Saya tidak mengenal dia dan saya tidak mengenal bapaknya, dan saya
menduga bahwa Abu Râfi’ adalah guru Ath Thâ`iy, bukan Abu Râfi’ Ismâ’il bin
Râfi’, salah seorang di antara orang yang lemah haditsnya”. Dari Al-Futûhât
Ar-Rabbâniyyah 4/310.
Hadits
Kedelapan
Hadits ‘Ali
bin Abi Thâlib.
Dikeluarkan
oleh Ad-Dâraquthny dari jalan ‘Umar, maula ‘Afarah, bahwa dia berkata,
“Bersabda Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam kepada ‘Ali bin Abi
Thâlib, ‘Wahai ‘Ali, saya akan memberimu hadiah …’,” kemudian dia menyebutkan
haditsnya.
Berkata
Al-Hâfidz Ibnu Hajar, “Dalam sanadnya terdapat kelemahan dan keterputusan.”
Saya
berkata, “Sepertinya yang diinginkan oleh Al-Hâfidz Ibnu Hajar dengan kelemahan
yaitu kelemahan pada ‘Umar, maula ‘Afarah, dan dia adalah ‘Umar bin ‘Abdillah
Al-Madany, seorang yang dha’if (lemah haditsnya) , dan yang diinginkan dengan
keterputusan adalah bahwa ‘Umar tidak pernah mendengar dari seorang shahabat
pun.”
Hadits ini
juga memiliki jalan yang lain yang dikeluarkan oleh Al-Wâhidy dalam Kitab Ad-Da’wât
dari jalan Ibnu Al-Asy’ats, dari Musa bin Ja’far bin Ismâ ’il bin Mûsa bin
Ja’far Ash Shâdiq, dari ayah-ayahnya secara berurut hingga sampai kepada ‘Ali.
Berkata Al
Hâfidz Ibnu Hajar, “Sanad ini disebutkan oleh Abu ‘Ali dalam satu kitab yang
dia susun dengan bab-bab yang semuanya dengan sanad ini, dan para ulama telah
mengkritiknya (pengarangnya) dan mengkritik kitabnya.” Lihat Al-Alâ`i
Al-Mashnû’ah 2/41.
Hadits
Kesembilan
Hadits
‘Abdullah bin ‘Umar bin Al-Khaththâb.
Dikeluarkan
oleh Al-Hâkim 1/629 no.1236, dan dia berkata, “Ini adalah sanad yang shahih.
Tidak ada kotoran di atasnya.”
Hukum
Al-Hâkim ini dikritik oleh Adz-Dzahaby dalam Talkhish -nya bahwa
dalam sanadnya ada Ahmad bin Dâud bin ‘Abdul Ghaffâr Al-Harrâny, bahwa dia
dinyatakan pendusta oleh Ad-Dâraquthny. Lihat Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah
dan Mîzânul I’tidâl .
Al-Hâfidz
Ibnu Hajar berkata dalam Ajwibah -nya, “Dan dikeluarkan oleh
Muhammad bin Fudhail dalam kitab Ad-Du’â` dari jalan yang lain,
dari Ibnu ‘Umar secara mauqûf.” Lihat Misykâtul Mashâbîh
3/1781.
Saya
berkata, “Saya tidak melihat riwayat tersebut dalam kitab Ad-Du’â`
, akan tetapi riwayat tersebut dikeluarkan oleh Ad-Dâraquthny dari jalan
Muhammad bin Fudhail, dari Abân bin Abi ‘Ayyâsy, dari Abu Al-Jauzâ`i, dari
‘Abdullah bin ‘Umar. Abân bin Abi ‘Ayyâsy matrûkul hadits (ditinggalkan
haditsnya) dan dia juga telah mudhtharib (goncang) dalam riwayatnya
karena Ad-Dâraquthny juga meriwayatkan dari jalan Sufyân, dari Abân, dan dia
berkata, “Dari ‘Abdullah bin ‘Amr.” Lihat Al-Futûhât Ar-Rabbâniyyah 4/306.
Hadits
Kesepuluh
Hadits
‘Abdullah bin Ja’far.
Dikeluarkan
oleh Ad-Dâraquthny sebagaimana dalam Al-Alâ`i Al-Mashnû’ah 2/42
dari dua jalan, dari ‘Abdullah bin Ziyâd bin Sam’ân, dan dia berkata pada salah
satu jalannya dari Mu’âwiyah dan Ismâ’il bin ‘Abdullah bin Ja’far. Dia berkata
pula pada jalan lain dari ‘Aun pengganti Ismâ’il (yang terdapat di jalan
pertama), dari ayah mereka berdua (Mu’âwiyah dan Ismâ’il atau Mu’âwiyah dan
‘Aun), bahwa dia berkata, “Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda kepadaku, ‘Maukah engkau saya berikan …’,” kemudian dia menyebutkan
haditsnya.
Berkata
Al-Hâfidz Ibnu Hajar “Ibnu Sam’ân adalah dha’if (lemah).”
Dia berkata
dalam Taqrib At-Tahdzib , “Matrûk (ditinggalkan haditsnya)
dan muttaham bilkadzib (tertuduh berdusta).”
Kegoncangan
dalam sanad juga menambah lemah hadits ini. Wallâhu A’lam.
Hadits
Kesebelas
Hadits Ummu
Salamah Al-Anshâriyyah.
Dikeluarkan
oleh Abu Nu’aim dalam Qurbân Al-Muttaqîn dari Sa’îd bin Jubair,
dari Ummu Salamah, bahwasanya Rasulullah shallallâhu ‘alaihi wa sallam
bersabda kepada Al-‘Abbâs, “Wahai pamanku …,” Kemudian dia menyebutkan
haditsnya.
Berkata
Al-Hâfidz Ibnu Hajar, “Hadits ini gharib (aneh), dan ‘Amr bin Jumaî’,
salah seorang rawi hadits ini, adalah lemah, dan mendengarnya Sa’îd bin Jubair
dari Ummu Salamah masih perlu dilihat (yaitu tidak mendengar).” Wallâhu
A’lam.
Saya
berkata, “Amr bin Jumaî’ disebutkan dalam Mizânul I’tidâl , dan
dia matrûk (ditinggalkan haditsnya), bahkan dinyatakan berdusta oleh
Ibnu Ma’în dan dicurigai memalsukan hadits.”
Para Ulama
yang Menshahihkan Hadits Shalat Tasbih
- Abu Dâud As-Sijistâny. Beliau
berkata, “Tidak ada, dalam masalah shalat Tasbih, hadits yang lebih shahih
dari hadits ini.”
- Ad-Dâraquthny. Beliau berkata,
“Hadits yang paling shahih dalam masalah keutamaan Al-Qur`ân adalah
(hadits tentang keutamaan) Qul Huwa Allâhu Ahad, dan yang paling
shahih dalam masalah keutamaan shalat adalah hadits tentang shalat
Tasbih.”
- Al-Âjurry.
- Ibnu Mandah.
- Al-Baihaqy.
- Ibnu As-Sakan.
- Abu Sa’ad As-Sam’âny.
- Abu Musa Al-Madiny.
- Abu Al-Hasan bin Al-Mufadhdhal
Al-Maqdasy.
- Abu Muhammad ‘Abdurrahim
Al-Mishry.
- Al-Mundziry dalam At-Targhib
Wa At-Tarhib dan Mukhtashar Sunan Abu Dâud .
- Ibnush Shalâh. Beliau berkata,
“Shalat Tasbih adalah sunnah, bukan bid’ah. Hadits-haditsnya dipakai
beramal dengannya.”
- An-Nawawy dalam At-Tahdzîb
Al - Asma` Wa Al-Lughât .
- Abu Manshur Ad Dailamy dalam Musnad
Al-Firdaus .
- Shalâhuddin Al-‘Alâi. Beliau
berkata, “Hadits shalat Tasbih shahih atau hasan, dan harus (tidak boleh
dha’if).”
- Sirajuddîn Al-Bilqîny. Beliau
berkata, “Hadits shalat tasbih shahih dan ia mempunyai jalan-jalan yang
sebagian darinya menguatkan sebagian yang lainnya, maka ia adalah sunnah
dan sepantasnya diamalkan.”
- Az-Zarkasyi. Beliau berkata,
“Hadits shalat Tasbih adalah shahih dan bukan dha’if apalagi maudhu’
(palsu).”
- As-Subki.
- Az-Zubaidy dalam Ithâf
As-Sâdah Al-Muttaqîn 3/473.
- Ibnu Nâshiruddin Ad-Dimasqy.
- Al-Hâfidz Ibnu Hajar dalam Al-Khishâl
Al-Mukaffirah Lidzdzunûb Al-Mutaqaddimah Wal Muta`Akhkhirah ,
Natâijul Afkâr Fî Amâlil Adzkâr dan Al-Ajwibah ‘Alâ Ahâdits Al-Mashâbîh
.
- As-Suyûthy.
- Al-Laknawy.
- As-Sindy.
- Al-Mubârakfûry dalam Tuhfah
Al-Ahwadzy .
- Al-‘Allamah Al-Muhaddits Ahmad
Syâkir rahimahullâh.
- Al-‘Allamah Al-Muhaddits
Nâshiruddîn Al-Albâny rahimahullâh dalam Shahîh Abi Dâud
(hadits 1173-1174), Shahîh At-Tirmidzy , Shahîh
At-Targhib (1/684-686) dan Tahqîq Al-Misykah
(1/1328-1329).
- Al-‘Allamah Al-Muhaddits Muqbil
bin Hâdy Al-Wâdi’iy rahimahullâh dalam Ash-Shahîh Al-Musnad
Mimmâ Laisa Fî Ash-Shahihain .
Lihat Al-Alâ`i
Al-Mashnû’ah 2/42-45, Al-Futûhât Ar-Rabbâniyyah
4/318-322, Al-Adzkâr karya Imam An-Nawawy dengan tahqiq
Salim Al-Hilaly 1/481-482, dan Bughyah Al-Mutathawwi` hal. 98-99.
Kesimpulan
Nampak
dengan sangat jelas dari uraian di atas, bahwa hadits-hadits shalat tasbih
adalah hadits yang shahih atau hasan, dan tidak ada keraguan akan hal tersebut.
Wallâhu A’lam.
Catatan
Penting
Ada beberapa
ulama yang melemahkan hadits shalat tasbih ini, akan tetapi, andaikata bukan
karena kekhawatiran pembahasan ini menjadi lebih panjang, niscaya akan kami
sebutkan perkataan-perkataan para ulama tersebut dan dalil-dalil mereka berikut
dengan bantahan terhadap mereka. Wallâhul Musta’ân.
Kandungan
Faidah Shalat Tasbih
- Tata Cara Shalat
Secara umum,
shalat tasbih sama dengan tata cara shalat yang lain, hanya saja ada tambahan
bacaan tasbih yaitu:
سُبْحَانَ اللهِ وَالْحَمْدُ لِلَّهِ
وَلاَ إِلَهَ إِلاَّ اللهُ وَاللهُ أَكْبَرُ
Lafadz ini
diucapkan sebanyak 75 kali pada tiap raka’at dengan perincian sebagai berikut.
- Sesudah membaca Al-Fatihah dan
surah sebelum ruku sebanyak 15 kali,
- Ketika ruku’ sesudah membaca
do’a ruku’ dibaca lagi sebanyak 10 kali,
- Ketika bangun dari ruku’
sesudah bacaan i’tidal dibaca 10 kali,
- Ketika sujud pertama sesudah
membaca do’a sujud dibaca 10 kali,
- Ketika duduk diantara dua sujud
sesudah membaca bacaan antara dua sujud dibaca 10 kali,
- Ketika sujud yang kedua sesudah
membaca do’a sujud dibaca lagi sebanyak 10 kali,
- Ketika bangun dari sujud yang
kedua sebelum bangkit (duduk istirahat) dibaca lagi sebanyak 10 kali.
Demikianlah
rinciannya, bahwa shalat Tasbih dilakukan sebanyak 4 raka’at dengan sekali
tasyahud, yaitu pada raka’at yang keempat lalu salam. Bisa juga dilakukan
dengan cara dua raka’at-dua raka’at, di mana setiap dua raka’at membaca
tasyahud kemudian salam. Wallâhu A’lam.
- Jumlah Raka’at
Semua
riwayat menunjukkan 4 raka’at, dengan tasbih sebanyak 75 kali tiap raka’at,
jadi keseluruhannya 300 kali tasbih.
- Waktu Shalat
Waktu shalat
tasbih yang paling utama adalah sesudah tenggelamnya matahari, sebagaimana
dalam riwayat ‘Abdullah bin Amr. Tetapi dalam riwayat Ikrimah yang mursal
diterangkan bahwa boleh malam hari dan boleh siang hari. Wallâhu A’lam.
- Catatan
Terdapat pilihan
dalam shalat ini. Jika mampu, bisa dikerjakan tiap hari. Jika tidak mampu, bisa
tiap pekan. Jika masih tidak mampu, bisa tiap bulan. Jika tetap tidak mampu,
bisa tiap tahun atau hanya sekali seumur hidup.Karena itu, hendaklah kita
memilih mana yang paling sesuai dengan kondisi kita masing-masing.
Kesimpulan
Hadits
tentang shalat tasbih adalah hadits yang tsabit/sah dari Rasulullah shallallâhu
‘alaihi wa sallam, maka boleh diamalkan sesuai dengan tata cara yang telah
disebutkan diatas.
Penutup
Untuk
melengkapi pembahasan yang singkat ini, maka kami juga sertakan
penyimpangan-penyimpangan (bid’ah–bid’ah) yang banyak terjadi sekitar
pelaksanaan shalat tasbih, di antaranya:
- Mengkhususkan pelaksanaannya
pada malam Jum’at saja.
- Dilakukan secara berjama’ah
terus menerus.
- Diiringi dengan bacaan-bacaan
tertentu, baik sebelum maupun sesudah shalat.
- Tidak mau shalat kecuali
bersama imamnya, jamaahnya, atau tarekatnya.
- Tidak mau shalat kecuali di
masjid tertentu.
- Keyakinan sebagian orang yang
melakukannya bahwa rezekinya akan bertambah dengan shalat tasbih.
- Membawa binatang-binatang tertentu untuk disembelih saat sebelum atau sesudah shalat tasbih, disertai dengan keyakinan-keyakinan tertentu.
Ust. Luqman Jamal
0 komentar:
Posting Komentar