yufid.com

Rabu, 04 Januari 2012

MANHAJ DAN AQIDAH IMAM SYAFI'I

Posted by Abu Abdillah Riza Firmansyah On 14.17 No comments
MANHAJ DAN AQIDAH IMAM SYAFI'I


Segala puji bagi Alloh Ta'ala, semoga shalawat dan salam senantiasa tercurahkan kepada Nabi akhir zaman Muhammad Shallallohu 'alaihi wasallam beserta para sahabatnya. 
Nama Imam Syafi'i sudah tidak asing lagi di kalangan kaum muslimin terutama di Indonesia. Beliau adalah salah satu imam dari imam-imam ahlussunnah wal jama'ah. Mencintai dan membelanya adalah suatu kemestian yaitu dengan cara mengkaji dan mengamalkan syariat islam yang beliau yakini murni berdasarkan pemahaman para sahabat bukan dengan bertaklid buta dan fanatik kepada beliau. Semoga Alloh merahmati beliau. Amin

BIOGRAFI SINGKAT IMAM SYAFI'I

Ketahuilah saudaraku bahwa nama beliau adalah bukan Syafi'i akan tetapi ini adalah disandarkan kepada nasab beliau. Adapun nama beliau adalah Muhammad bin Idris bin al-Abbas bin Utsman bin Syafi' bin Sa`ib bin Ubaid bin Abdi Yazid bin Hasyim bin Al-Muttholib bin Abdi Manaf bin Qushi bin Kilab bin Murroh bin Ka'b bin Lu`ai bin Gholib Abu Abdillah Al-Qurosyi Asy-Syafi'i Al-Makki. 
Lahir pada tahun 150 Hijriyah dan wafat pada tahun 204 hijriyah.
[Manhaj Imam Asy-Syafi'i Rahimahulloh Fi Itsbatil Aqidah oleh Dr. Muhammad bin Abdul Wahhab Al-Aqil]



USHUL IMAM SYAFI'I DALAM MENETAPKAN AQIDAH

1-Berpegang teguh kepada Al-Qur`an dan As-Sunnah.

Imam Syafi'i berkata: "Semua yang telah saya sifatkan walaupun hal itu sudah saya sebutkan ataupun belum saya sebutkan beserta hukum-hukum dapat dicukupkan dengan hukum Alloh dan hukum Rasululloh 'alaihissholatu wassalam kemudian hukumnya orang-orang muslimin (para sahabat) sebagai dalil bahwasanya tidak boleh bagi orang-orang yang menganggap dirinya berilmu menjadi seorang hakim atau mufti kemudian berhukum, dan tidak juga berfatwa kecuali dengan khabar yang lazim yakni Al-Qur`an dan As-Sunnah serta apa-apa yang dikatakan oleh para Ulama yang mereka tidak berselisih padanya atau qiyas atas sebagian ini. Dan tidak boleh baginya berhukum dan berftawa dengan istihsan apabila hal itu belum diwajibkan dan tidak juga pada salah satu makna-makna ini. [Ad Durrul Mantsur 8/363]
Kemudian Imam Syafi'i menyebutkan dalil-dalil tentang wajibnya berhukum dengan Al-Qur`an dan As-Sunnah dan tidak boleh bagi seorangpun menyelisihi keduanya.
Alloh mengatakan kepada Nabi-Nya:

 "Ikutilah apa yang telah diwahyukan kepadamu dari Tuhanmu; tidak ada Tuhan selain Dia; dan berpalinglah dari orang-orang musyrik."QS. Al-An'am: 106
Dan Firman-Nya:

"Dan hendaklah kamu memutuskan perkara di antara mereka menurut apa yang diturunkan Allah, dan janganlah kamu mengikuti hawa nafsu mereka."QS. Al-Ma`idah: 49
[Al-Umm 7/298]

2-Pandangan Imam Syafi'i terhadap hadits Ahad.

Hadits ahad (menurut bahasa) adalah hadits yang diriwayatkan oleh seorang rawi (periwayat). Adapun menurut istilah adalah yang tidak sampai kepada derajat mutawatir. [Nuzhatun Nazhor fi Syarh Nukhbatil Fikar fi Mustholah ahli Atsar]
Adapun Imam Syafi'i menyebutnya sebagai ilmu khosshoh (khobar ahad) sehingga dapat disimpulkan bahwasanya Imam Syafi'i menerima hadits ahad selagi terpenuhinya 5 syarat dan hal ini telah dikumpulkan oleh para Ulama diantaranya Syaikh Ahmad Muhammad Syakir rahimahulloh ketika menelaah perkataan Imam Syafi'i di dalam kitab Al-Umm 7/2-38.
Diantara 5 syarat diterimanya hadit ahad menurut Imam Syafi'i adalah:
1.Bersambungnya sanad.
2.Keadilan para periwayat (Muslim, berakal, dan tidak fasik).
3.Diharuskan bagi para periwayat menjaga hafalannya.
4.Selamat dari syudzudz yakni seorang perawi yang terpercaya menyelisihi orang yang lebih terpercaya darinya.
5.Selamat dari cacat yang tercela.
[Syuruthul Hadits Ikhtishor Ulumil Hadits halaman.10, Tadribur Rowi hal.22, Lamahatun Fi Ushulil Hadits hal.11]

3-Mengagungkan pemahaman para Sahabat Nabi Shallallohu 'alaihi wasallam.

Imam Syafi'i berkata: "…apabila tidak didapatkan dari para imam, maka dengan (pemahaman) para Sahabat Rasululloh Shallallohu 'alaihi wasallam dari suatu perkara agama maka kita pegang perkataan mereka (sahabat). Dan ittiba' (meneladani) mereka lebih utama daripada meneladani orang-orang setelah mereka." [Al-Umm 7/265]

4-Memperingati umat akan bahaya bid'ah dan ilmu kalam.

Imam Syafi'i berkata: "Hukumanku kepada ahli kalam agar mereka dipukul dengan pelepah kurma dan sandal, kemudian di letakkan di atas onta lalu dibawa keliling di sekitar keluarga dan sukunya lalu mereka disebut-sebut. Ini adalah balasan bagi orang yang meninggalkan Al-Qur`an dan As-Sunnah kemudian dia mengambil (ilmu) kalam." [Manaqib Asy-Syafi'i oleh al-Baihaqi 1/462]
Imam Syafi'i berkata di dalam kitab Ar-Risalah halaman 25: "Hal ini menunjukkan bahwasanya tidak boleh bagi seseorang selain Rasululloh Shallallohu 'alai wasallam berkata dengan kesimpulannya sendiri tidak pula dengan menganggap baik perkara menurut dia, dikarenakan menganggap baik suatu perkara menurut dirinya sendiri adalah suatu hal yang dibuat-buat sedangkan tidak ada contoh sebelumnya."
Beliau juga berkata: "Barangsiapa yang menganggap baik sebuah perkara (menurut pehamannya sendiri) maka sungguh dia adalah sang pembuat syari'at."[As-Sunan Wal Mubtada'at halaman 6]

AQIDAH IMAM SYAFI'I BAHWASANYA ALLOH DI ATAS LANGIT

Imam syafi'i telah meriwayatkan di dalam kitabnya Al-Umm pada fasal Bab 'Itqi al-Mu'minah fizh Zhihar ketika menyampaikan hadits 'Amr bin Al-Hakam tentang seorang gadis (budak) yang ditanya oleh Rasululloh Shallallohu 'alaihi wasallam: "Dimanakah Alloh?", Gadis (budak) itu menjawab: "Di atas langit", Rasululloh berkata: "Siapakah Saya?", Dia menjawab: "Anda adalah utusan Alloh", Rasululloh berkata (kepada majikannya): "Bebaskanlah dia".
Imam Ibnul Qoyyim Al-Jauziyah Rahimahulloh di dalam kitabnya Ijtima' Juyusy Al-Islamiyyah halaman 165 membawakan perkataan Imam Syafi'i Rahimahulloh berkata: "…Dan bahwasanya Alloh Ta'ala berada di atas Arsy-Nya di atas langit…".

MASALAH KUBURAN MENURUT IMAM SYAFI'I

Imam Syafi'i berkata: "Saya menyukai agar kuburan tidak ditambah dengan tanah dari selainnya dan tidak pula terlalu tinggi, Dan hanyalah yang Saya sukai apabila ditinggikan di atas dataran tanah hanya sejengkal atau semisalnya. Saya juga menyukai kuburan yang tidak dibangun dengan sesuatu di atasnya, tidak pula dipoles dengan kapur karena hal itu menyerupai perhiasan dan kesombongan, tidak boleh orang yang mati diperlakukan (kuburannya) dengan amalan tersebut karena Saya tidak pernah melihat kuburannya para Sahabat Muhajirin dan Anshor dipoles dengan kapur. Berkata (periwayat),'Dari Thowus bahwasanya Rasululloh Shallallohu 'alaihi wasallam telah melarang kuburan untuk dibangun dan dipolesi kapur".[Al-Umm oleh Imam Syafi'i 1/277]

RUQYAH (JAMPI-JAMPI) MENURUT IMAM SYAFI'I

Imam Syafi'i ketika ditanya tentang Ruqyah menjawab: "Tidak mengapa bagi seseorang meruqyah (menjampi) dengan Al-Qur`an dan apa-apa yang dia ketahui dari dzikir kepada Alloh".[Al-Umm 7/228]
Imam An-Nawawi sebagai salah satu pengikut setia mazhab Syafi'i ketika mengomentari sebuah hadits di dalam kitabnya Syarhun Nawawi 'Ala Muslim 7/332.

وعَنْ عَائِشَةَ رضى الله عنها أَنَّ رَسُولَ اللَّهِ - صلى الله عليه وسلم - كَانَ إِذَا اشْتَكَى يَقْرَأُ عَلَى نَفْسِهِ بِالْمُعَوِّذَاتِ وَيَنْفُثُ ، فَلَمَّا اشْتَدَّ وَجَعُهُ كُنْتُ أَقْرَأُ عَلَيْهِ وَأَمْسَحُ بِيَدِهِ رَجَاءَ بَرَكَتِهَا


Dari 'Aisyah Radhiyallohu 'anha bahwasanya Rasululloh Shallallohu 'alaihi wasallam apabila merasakan sakit Beliau membacakan bagi dirinya ayat-ayat mu'awwidzat (ayat-ayat tentang meminta perlindungan) kemudian meludah. Tatkala sakitnya bertambah, Saya membacakan atasnya dan mengusap tangannya karena ingin mendapatkan berkahnya".[HR. Bukhori nomor 5016]

Dia (Imam An-Nawawi) berkata: "Pada hadits ini menunjukkan disunnahkannya meruqyah dengan Al-Qur`an dan Dzikir-dzikir. Adapun ketika beliau meruqyah dengan ayat-ayat mu'awwadzat dikarenakan ayat-ayat tersebut telah mencakup perlindungan dari segala hal yang dibenci baik secara global dan terperinci. Di dalamnya terdapat Isti'adzah (mohon perlindungan) dari kejahatan makhluq maka mencakuplah beberapa hal contohnya dari kejahatan wanita-wanita tukang sihir yang menghembus pada buhul-buhul (yakni jampi-jampi mengandung kesyirikan), dari kejahatan sihir-sihir, dari kejahatan orang-orang yang hasad, Dari kejahatan (bisikan) syaitan yang biasa bersembunyi. Wallohu a'lam".

Disebutkan di dalam fatwa Idarotul Ifta' wal Buhuts Asy-Syar'iyyah Kuwait bahwa Jumhur para ahli fiqih menyimpulkan tentang bolehnya ruqyah dengan empat (4) syarat:
1.Ruqyah (jampi) itu haruslah dari Al-Qur`an, asma' dan sifatNya serta riwayat yang shohih dari Nabi Shallallohu 'alaihi wasallam.
2.Ruqyah itu haruslah dapat difahami maknanya dan tidak boleh menggunakan garis-garis, rumus-rumus (gambar-gambar dengan tulisan arab seperti yang banyak beredar di kalangan Pak Kyai, Tuan Guru, Paranormal, dll*) yang tidak dapat difahami maknanya.
3.Bagi orang yang meruqyah dan diruqyah harus berkeyakinan bahwasanya ruqyah tersebut tidak dapat berpengaruh dengan dzat sendirinya akan tetapi pengaruhnya adalah semata-mata atas izin dari Alloh Ta'ala dan kemampuanNya.
4.Ruqyah (jampi) tersebut tidak boleh mengandung kesyirikan dan maksiat.
[At-Tadawi Bil Qur`anil Karim Bainal Iltizam wat Tajawuz]

ditulis oleh Abu Abdillah Riza Firmansyah [http://hidayahsalaf.blogspot.com/]

0 komentar:

Cari Artikel Hidayahsalaf