بسم
الله الرحمن الرحيم
PERJALANAN
MENUJU AKHIRAT
Prolog
Hari akhirat, hari
setelah kematian yang wajib diyakini kebenarannya oleh setiap orang yang
beriman kepada Allah I dan kebenaran agama-Nya. Hari itulah hari pembalasan semua
amal perbuatan manusia, hari perhitungan yang sempurna, hari ditampakkannya
semua perbuatan yang tersembunyi sewaktu di dunia, hari yang pada waktu itu
orang-orang yang melampaui batas akan berkata dengan penuh penyesalan:
{يَا
لَيْتَنِي قَدَّمْتُ لِحَيَاتِي}
"Duhai,
alangkah baiknya kiranya aku dahulu mengerjakan (amal saleh) untuk hidupku
ini" (QS Al Fajr:24).
Maka seharusnya
setiap muslim yang mementingkan keselamatan dirinya benar-benar memberikan
perhatian besar dalam mempersiapkan diri dan mengumpulkan bekal untuk menghadapi
hari yang kekal abadi ini. Karena pada hakikatnya, hari inilah masa depan dan
hari esok manusia yang sesungguhnya, yang kedatangan hari tersebut sangat cepat
seiring dengan cepat berlalunya usia manusia. Allah I berfirman:
{يَا
أَيُّهَا الَّذِينَ آمَنُوا اتَّقُوا اللَّهَ وَلْتَنْظُرْ نَفْسٌ مَا قَدَّمَتْ
لِغَدٍ وَاتَّقُوا اللَّهَ إِنَّ اللَّهَ خَبِيرٌ بِمَا تَعْمَلُونَ}
"Hai
orang-orang yang beriman, bertakwalah kepada Allah dan hendaklah setiap diri
memperhatikan apa yang telah diperbuatnya untuk hari esok (akhirat), dan
bertakwalah kepada Allah, sesungguhnya Allah Maha Mengetahui apa yang kamu
kerjakan" (QS Al Hasyr:18).
Dalam menafsirkan
ayat di atas Imam Qotadah([1])
berkata: "Senantiasa tuhanmu (Allah) mendekatkan (waktu terjadinya) hari
kiamat, sampai-sampai Dia menjadikannya seperti besok"([2]).
Semoga Allah U meridhai
sahabat yang mulia Umar bin Khattab t yang mengingatkan hal ini dalam ucapannya yang terkenal:
"Hisablah (introspeksilah) dirimu (saat ini) sebelum kamu dihisab
(diperiksa/dihitung amal perbuatanmu pada hari kiamat), dan timbanglah dirimu
(saat ini) sebelum (amal perbuatan)mu ditimbang (pada hari kiamat), karena
sesungguhnya akan mudah bagimu (menghadapi) hisab besok (hari kiamat)
jika kamu (selalu) mengintrospeksi dirimu saat ini, dan hiasilah dirimu (dengan
amal shaleh) untuk menghadapi (hari) yang besar (ketika manusia) dihadapkan
(kepada Allah I):
{يَوْمَئِذٍ
تُعْرَضُونَ لا تَخْفَى مِنْكُمْ خَافِيَةٌ}
"Pada hari itu
kamu dihadapkan (kepada Allah), tiada sesuatupun dari keadaanmu yang
tersembunyi (bagi-Nya)" (QS Al Haaqqah:18)([3]).
Senada dengan
ucapan di atas sahabat yang mulia Ali bin Abi Thalib t berkata:
"Sesungguhnya dunia telah pergi meninggalkan (kita) sedangkan akhirat
telah datang di hadapan (kita), dan masing-masing dari keduanya (dunia dan
akhirat) memiliki pengagum, maka jadilah kamu orang yang mengagumi/mencintai
akhirat dan janganlah kamu menjadi orang yang mengagumi dunia, karena
sesungguhnya saat ini (waktunya) beramal dan tidak ada perhitungan, adapun
besok (di akhirat) adalah (saat) perhitungan dan tidak ada (waktu lagi untuk)
beramal"([4]).
"Jadilah kamu di dunia seperti orang asing…"
Dunia tempat
persinggahan sementara dan sebagai ladang akhirat tempat kita mengumpulkan
bekal untuk menempuh perjalanan menuju negeri yang kekal abadi itu. Barangsiapa
yang mengumpulkan bekal yang cukup maka dengan izin Allah dia akan sampai ke tujuan
dengan selamat, dan barang siapa yang bekalnya kurang maka dikhawatirkan dia
tidak akan sampai ke tujuan.
Rasulullah r mengajarkan
kepada kita sikap yang benar dalam kehidupan di dunia dalam sabda beliau r:
"Jadilah kamu di dunia seperti orang asing atau orang yang sedang
melakukan perjalanan"([5]).
Hadits ini
merupakan bimbingan bagi orang yang beriman tentang bagaimana seharusnya dia
menempatkan dirinya dalam kehidupan di dunia. Karena orang asing (perantau)
atau orang yang sedang melakukan perjalanan adalah orang yang hanya tinggal
sementara dan tidak terikat hatinya kepada tempat persinggahannya, serta terus
merindukan untuk kembali ke kampung halamannya. Demikianlah keadaan seorang
mukmin di dunia yang hatinya selalu terikat dan rindu untu kembali ke kampung
halamannya yang sebenarnya, yaitu surga tempat tinggal pertama kedua orang tua
kita, Adam u dan istrinya Hawa, sebelum mereka berdua diturunkan ke
dunia.
Dalam sebuah
nasehat tertulis yang disampaikan Imam Hasan Al Bashri kepada Imam Umar bin
Abdul Azizi, beliau berkata: "…Sesungguhnya dunia adalah negeri perantauan
dan bukan tempat tinggal (yang sebenarnya), dan hanyalah Adam u diturunkan
ke dunia ini untuk menerima hukuman (akibat perbuatan dosanya)…"([6]).
Dalam
mengungkapkan makna ini Ibnul Qayyim berkata dalam bait syairnya:
Marilah (kita menuju) surga 'adn (tempat menetap) karena
sesungguhnya itulah
Tempat tinggal
kita yang pertama, yang di dalamnya terdapat kemah (yang indah)
Akan tetapi
kita (sekarang dalam) tawanan musuh (setan), maka apakah kamu melihat
Kita akan (bisa)
kembali ke kampung halaman kita dengan selamat?([7])
Sikap hidup ini
menjadikan seorang mukmin tidak panjang angan-angan dan terlalu muluk dalam
menjalani kehidupan dunia, karena "barangsiapa yang hidup di dunia seperti
orang asing, maka dia tidak punya keinginan kecuali mempersiapkan bekal yang
bermanfaat baginya ketika kembali ke kampung halamannya (akhirat), sehingga dia
tidak berambisi dan berlomba bersama orang-orang yang mengejar dunia dalam
kemewahan (dunia yang mereka cari), karena keadaanya seperti seorang perantau,
sebagaimana dia tidak merasa risau dengan kemiskinan dan rendahnya kedudukannya
di kalangan mereka"([8]).
Makna inilah yang
diisyaratkan oleh sahabat yang meriwayatkan hadits di atas, Abdullah bin Umar t ketika
beliau berkata: "Jika kamu (berada) di waktu sore maka janganlah tunggu
datangnya waktu pagi, dan jika kamu (berada) di waktu pagi maka janganlah
tunggu datangnya waktu sore, serta gunakanlah masa sehatmu (dengan memperbanyak
amal shaleh sebelum datang) masa sakitmu, dan masa hidupmu (sebelum) kematian
(menjemputmu)" ([9]).
Bahkan inilah
makna zuhud di dunia yang sesungguhnya, sebagaimana ucapan Imam Ahmad bin
Hambal ketika beliau ditanya: Apakah makna zuhud di dunia (yang sebenarnya)?
Beliau berkata: "(Maknanya adalah) tidak panjang angan-angan, (yaitu)
seorang yang ketika dia (berada) di waktu pagi dia berkata: Aku (khawatir)
tidak akan (bisa mencapai) waktu sore lagi"([10]).
"Berbekallah, dan sungguh sebaik-baik bekal adalah
takwa" وَتَزَوَّدُوا فَإِنَّ خَيْرَ الزَّادِ التَّقْوى
Sebaik-baik bekal
untuk perjalanan ke akhirat adalah takwa, yang berarti "menjadikan
pelindung antara diri seorang hamba dengan siksaan dan kemurkaan Allah yang
dikhawatirkan akan menimpanya, yaitu (dengan) melakukan ketaatan dan menjauhi
perbuatan maksiat kepada-Nya"([11]).
Maka sesuai dengan
keadaan seorang hamba di dunia dalam melakukan ketaatan kepada Allah dan
meninggalkan perbuatan maksiat, begitu pula keadaannya di akhirat kelak.
Semakin banyak dia berbuat baik di dunia semakin banyak pula kebaikan yang akan
di raihnya di akhirat nanti, yang berarti semakin besar pula peluangnya untuk
meraih keselamatan dalam perjalanannya menuju surga.
Inilah diantara
makna yang diisyaratkan oleh Rasulullah r dalam sabda beliau: "Setiap orang akan dibangkitkan
(pada hari kiamat) sesuai dengan (keadaannya) sewaktu dia meninggal dunia"([12]). Artinya: dia
akan mendapatkan balasan pada hari kebangkitan kelak sesuai dengan amal baik
atau buruk yang dilakukannya sewaktu di dunia([13]).
Landasan utama
takwa adalah dua kalimat syahadat: Laa ilaaha illallah dan Muhammadur
Rasulullah r. Oleh karena itu, sebaik-baik bekal yang perlu dipersiapkan
untuk selamat dalam perjalanan besar ini adalah memurnikan tauhid (mengesakan
Allah I dalam beribadah dan menjauhi perbuatan syirik) yang
merupakan inti makna syahadat Laa ilaaha illallah dan menyempurnakan al
ittibaa' (mengikuti sunnah Rasulullah r dan menjauhi perbuatan bid'ah) yang merupakan inti makna
syahadat Muhammadur Rasulullah r.
Maka dari itu,
semua peristiwa besar yang akan dialami manusia pada hari kiamat nanti, Allah
akan mudahkan bagi mereka dalam menghadapinya sesuai dengan pemahaman dan
pengamalan mereka terhadap dua landasan utama Islam ini sewaktu di dunia.
Fitnah (ujian
keimanan) dalam kubur yang merupakan peristiwa besar pertama yang akan dialami
manusia setelah kematiannya, mereka akan ditanya oleh dua malaikat: Munkar dan
Nakir([14])
dengan tiga pertanyaan: Siapa Tuhanmu?, apa agamamu? dan siapa nabimu?([15]). Allah hanya
menjanjikan kemudahan dan keteguhan iman ketika mengahadapi ujian besar ini
bagi orang-orang yang memahami dan mengamalkan dua landasan Islam ini dengan
benar, sehingga mereka akan menjawab: Tuhanku adalah Allah, agamaku adalah
Islam dan Nabiku adalah Muhammad r([16]).
Allah I berfirman:
{يُثَبِّتُ اللَّهُ الَّذِينَ آمَنُوا
بِالْقَوْلِ الثَّابِتِ فِي الْحَيَاةِ الدُّنْيَا وَفِي الْآخِرَةِ وَيُضِلُّ
اللَّهُ الظَّالِمِينَ وَيَفْعَلُ اللَّهُ مَا يَشَاءُ}
“Allah
meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat, dan Allah menyesatkan orang-orang yang zalim
dan memperbuat apa yang Dia kehendaki” (QS. Ibrahim:27).
Makna ‘ucapan yang
teguh’ dalam ayat di atas ditafsirkan sendiri oleh Rasulullah r dalam
hadits shahih yang diriwayatkan oleh sahabat yang mulia Al Bara’ bin ‘Aazib t, bahwa
Rasulullah r bersabda: “Seorang muslim ketika ditanya di dalam kubur
(oleh Malaikat Munkar dan Nakir) maka dia akan bersaksi bahwa tidak ada
sembahan yang benar kecuali Allah (Laa Ilaaha Illallah) dan bahwa Muhammad r adalah
utusan Allah (Muhammadur Rasulullah), itulah (makna) firman-Nya: {Allah
meneguhkan (iman) orang-orang yang beriman dengan ‘ucapan yang teguh’ dalam
kehidupan di dunia dan di akhirat}([17])”.
Termasuk peristiwa
besar pada hari kiamat, mendatangi telaga Rasulullah r yang penuh
kemuliaan, warna airnya lebih putih daripada susu, rasanya lebih manis daripada
madu, dan baunya lebih harum daripada minyak wangi misk (kesturi),
barangsiapa yang meminum darinya sekali saja maka dia tidak akan kehausan
selamanya([18]).
Dalam hadits yang shahih([19])
juga disebutkan bahwa ada orang-orang yang dihalangi dan diusir dari telaga
Rasulullah r ini. Karena mereka sewaktu di dunia berpaling dari petunjuk
dan sunnah Rasulullah r kepada pemahaman dan perbuatan bid'ah, sehingga di akhirat
mereka dihalangi dari kemuliaan meminum air telaga Rasulullah r, sebagai
balasan yang sesuai dengan perbuatan mereka.
Imam Ibnu Abdil
Barr([20])
berkata: "Semua orang yang melakukan perbuatan bid'ah yang tidak diridhai
Allah dalam agama ini akan diusir dari telaga Rasululah r (pada hari
kiamat nanti), dan yang paling parah di antara mereka adalah orang-orang (ahlul
bid'ah) yang menyelisihi (pemahaman) jama'ah kaum muslimin, seperti orang-orang
khawarij, syi'ah rafidhah dan para pengikut hawa nafsu, demikian pula
orang-orang yang berbuat zhalim yang melampaui batas dalam kezhaliman dan
menentang kebenaran, serta orang-orang yang melakukan dosa-dosa besar secara
terang-terangan, semua mereka ini dikhawatirkan termasuk orang-orang yang
disebutkan dalam hadits ini (yang diusir dari telaga Rasulullah r)([21]).
Demikian pula
termasuk peristiwa besar pada hari kiamat, melintasi ash shiraath (jembatan)
yang dibentangkan di atas permukaan neraka Jahannam, di antara surga dan
neraka. Dalam hadits yang shahih([22]) disebutkan
bahwa keadaan orang yang melintasi jembatan tersebut bermacam-macam sesuai
dengan amal perbuatan mereka sewaktu di dunia. "Ada yang melintasinya
secepat kerdipan mata, ada yang secepat kilat, ada yang secepat angin, ada yang
secepat kuda pacuan yang kencang, ada yang secepat menunggang onta, ada yang
berlari, ada yang berjalan, ada yang merangkak, dan ada yang disambar dengan
pengait besi kemudian dilemparkan ke dalam neraka Jahannam"([23]) – na'uudzu
billahi min daalik – .
Syaikh Muhammad
bin Shaleh Al 'Utsaimin ketika menjelaskan sebab perbedaan keadaan orang-orang
yang melintasi jembatan tersebut, beliau berkata: "Ini semua (tentu saja)
bukan dengan pilihan masing-masing orang, karena kalau dengan pilihan (sendiri)
tentu semua orang ingin melintasinya dengan cepat, akan tetapi (keadaan manusia
sewaktu) melintasi (jembatan tersebut) adalah sesuai dengan cepat (atau
lambatnya mereka) dalam menerima (dan mengamalkan) syariat Islam di dunia ini;
barangsiapa yang bersegera dalam menerima (petunjuk dan sunnah) yang dibawa
oleh Rasulullah r, maka diapun akan cepat melintasi jembatan tersebut, dan
(sebaliknya) barangsiapa yang lambat dalam hal ini, maka diapun akan lambat melintasinya;
sebagai balasan yang setimpal, dan balasan (perbuatan manusia) adalah sesuai
dengan jenis perbuatannya"([24]).
"Balasan akhir yang baik (surga) bagi orang-orang yang
bertakwa" وَالْعَاقِبَةُ
لِلْمُتَّقِينَ
Akhirnya,
perjalanan manusia akan sampai pada tahapan akhir; surga yang penuh kenikmatan,
atau neraka yang penuh dengan siksaan yang pedih. Di sinilah Allah U akan
memberikan balasan yang sempurna bagi manusia sesuai dengan amal perbuatan
mereka di dunia. Allah Y berfirman:
{فَأَمَّا مَنْ طَغَى وَآثَرَ الْحَيَاةَ الدُّنْيَا فَإِنَّ الْجَحِيمَ هِيَ الْمَأْوَى، وَأَمَّا مَنْ خَافَ
مَقَامَ رَبِّهِ وَنَهَى النَّفْسَ عَنِ الْهَوَى فَإِنَّ الْجَنَّةَ هِيَ
الْمَأْوَى}
"Adapun
orang-orang yang melampaui batas, dan lebih mengutamakan kehidupan dunia, maka
sesungguhnya nerakalah tempat tinggal(nya). Adapun orang-orang yang takut
kepada kebesaran Rabbnya dan menahan diri dari keinginan hawa nafsunya, maka
sesungguhnya surgalah tempat tinggal(nya)" (QS An Naazi'aat:37-41).
Maka balasan akhir yang baik hanyalah
Allah peruntukkan bagi orang-orang yang bertakwa dan membekali dirinya dengan
ketaatan kepada-Nya, serta menjauhi perbuatan yang menyimpang dari agama-Nya.
Allah Y berfirman:
{تِلْكَ
الدَّارُ الْآخِرَةُ نَجْعَلُهَا لِلَّذِينَ لا يُرِيدُونَ عُلُوّاً فِي الْأَرْضِ
وَلا فَسَاداً وَالْعَاقِبَةُ لِلْمُتَّقِينَ}
"Negeri
akhirat itu, Kami jadikan untuk orang-orang yang tidak ingin menyombongkan diri
dan berbuat kerusakan (maksiat) di (muka) bumi, dan kesudahan (yang baik) itu
(surga) adalah bagi orang-orang yang bertakwa" (QS Al Qashash:83).
Syaikh Abdurrahman
As Sa'di berkata: "…Jika mereka (orang-orang yang disebutkan dalam ayat
ini) tidak mempunyai keinginan untuk menyombongkan diri dan berbuat kerusakan
(maksiat) di (muka) bumi, maka konsekwensinya (berarti) keinginan mereka
(hanya) tertuju kepada Allah, tujuan mereka (hanya mempersiapkan bekal untuk)
negeri akhirat, dan keadan mereka (sewaktu di dunia): selalu merendahkan diri kepada
hamba-hamba Allah, serta selalu berpegang kepada kebenaran dan mengerjakan amal
shaleh, mereka itulah orang-orang bertakwa yang akan mendapatkan balasan akhir
yang baik (surga dari Allah I)"([25]).
Penutup
Setelah kita
merenungi tahapan-tahapan perjalanan besar ini, marilah kita bertanya kepada
diri kita sendiri: sudahkah kita mempersiapkan bekal yang cukup supaya selamat
dalam perjalanan tersebut? Kalau jawabannya: belum, maka jangan putus
asa, masih ada waktu untuk berbenah diri dan memperbaiki segala kekurangan kita
– dengan izin Allah U – . Caranya, bersegeralah untuk kembali dan bertobat kepada
Allah, serta memperbanyak amal shaleh pada sisa umur kita yang masih ada. Dan
semua itu akan mudah bagi orang yang Allah berikan taufik dan kemudahan baginya.
Imam Fudhail bin
'Iyaadh([26])
pernah menasehati seseorang lelaki, beliau berkata: "Berapa tahun usiamu
(sekarang)"? Lelaki itu menjawab: Enam puluh tahun. Fudhail
berkata: "(Berarti) sejak enam puluh tahun (yang lalu) kamu
menempuh perjalanan menuju Allah dan (mungkin saja) kamu hampir sampai".
Lelaki itu menjawab: Sesungguhnya kita ini milik Allah dan akan kembali
kepada-Nya. Maka Fudhail berkata: "Apakah kamu paham arti ucapanmu? Kamu
berkata: Aku (hamba) milik Allah dan akan kembali kepada-Nya, barangsiapa yang
menyadari bahwa dia adalah hamba milik Allah dan akan kembali kepada-Nya, maka
hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan berdiri (di hadapan-Nya pada hari
kiamat nanti), dan barangsiapa yang mengetahui bahwa dia akan berdiri (di
hadapan-Nya) maka hendaknya dia mengetahui bahwa dia akan dimintai
pertanggungjawaban (atas perbuatannya selama di dunia), dan barangsiapa yang
mengetahui bahwa dia akan dimintai pertanggungjawaban (atas perbuatannya) maka
hendaknya dia mempersiapkan jawabannya". Maka lelaki itu bertanya: (Kalau
demikian) bagaimana caranya (untuk menyelamatkan diri ketika itu)? Fudhail
menjawab: "(Caranya) mudah". Leleki itu bertanya lagi: Apa itu?
Fudhail berkata: "Engkau memperbaiki (diri) pada sisa umurmu (yang masih
ada), maka Allah akan mengampuni (perbuatan dosamu) di masa lalu, karena jika
kamu (tetap) berbuat buruk pada sisa umurmu (yang masih ada), kamu akan di
siksa (pada hari kiamat) karena (perbuatan dosamu) di masa lalu dan pada sisa
umurmu"([27]).
Akhirnya, kami
menutup tulisan ini dengan doa dari Rasulullah r([28]) untuk
kebaikan agama, dunia dan akhirat kita:
Ya Allah, perbaikilah agamaku yang merupakan penentu
(kebaikan) semua urusanku, dan perbaikilah (urusan) duniaku yang
merupakan tempat hidupku,
serta perbaikilah akhiratku yang merupakan tempat kembaliku
(selamanya), jadikanlah (masa) hidupku sebagai penambah kebaikan bagiku,
dan (jadikanlah) kematianku sebagai penghalang bagiku dari
semua keburukan.
وصلى
الله وسلم وبارك على نبينا محمد وآله وصحبه أجمعين، وآخر دعوانا أن الحمد لله رب
العالمين
Abdullah bin
Taslim Al Buthoni
0 komentar:
Posting Komentar