SIFAT UJUB
Salah seorang ulama salaf pernah berkata:
“Seorang yang ujub akan tertimpa dua kehinaan, akan terbongkar
kesalahan-kesalahannya dan akan jatuh martabatnya di mata manusia.”
Salah
seorang ahli hikmah berkata: “Ada
seorang yang terkena penyakit ujub, akhirnya ia tergelincir dalam kesalahan
karena saking ujubnya terhadap diri sendiri. Ada sebuah pelajaran yang dapat kita ambil
dari orang itu, ketika ia berusaha jual mahal dengan kemampuan dirinya, maka
Imam Syafi’i pun membantahnya seraya berseru di hadapan khalayak ramai: “Barangsiapa yang mengangkat-angkat diri sendiri
secara berlebihan, niscaya Allah Subhanahu wa Ta’ala akan menjatuhkan
martabatnya.”
Orang
yang terkena penyakit ujub akan memandang remeh dosa-dosa yang dilakukannya dan
mengang-gapnya bagai angin lalu. Nabi shallallahu ‘alaihi wasallam telah
mengabarkan kepada kita dalam sebuah hadits: “Orang
yang jahat akan melihat dosa-dosanya seperti lalat yang hinggap di hidungnya,
dengan santai dapat diusirnya hanya dengan mengibaskan tangan. Adapun seorang
mukmin melihat dosa-dosanya bagaikan duduk di bawah kaki gunung yang siap
menimpanya.” (HR.
Al-Bukhari)
Bisyr
Al-Hafi mendefenisikan ujub sebagai berikut: “Yaitu menganggap hanya amalanmu saja yang banyak dan memandang remeh
amalan orang lain.”
Barangkali gejala paling dominan yang
tampak pada orang yang terkena penyakit ujub adalah sikap suka melanggar hak
dan menyepelekan orang lain.
Sufyan Ats-Tsauri rahimahullah meringkas
defenisi ujub sebagai berikut: “Yaitu perasaan takjub terhadap diri sendiri
hingga seolah-olah dirinyalah yang paling utama daripada yang lain. Padahal
boleh jadi ia tidak dapat beramal sebagus amal saudaranya itu dan boleh jadi
saudaranya itu lebih wara’ dari perkara haram dan lebih suci jiwanya ketimbang
dirinya!”
Al-Fudhail bin Iyadh rahimahullah berkata:
“Iblis jika ia dapat melumpuhkan bani Adam dengan salah satu dari tiga perkara
ini: ujub terhadap diri sendiri, menganggap amalnya sudah banyak dan lupa
terhadap dosa-dosanya. Dia berkata: “Saya tidak akan mencari cara lain.” Semua
perkara di atas adalah sumber kebinasaan. Berapa banyak lentera yang padam
karena tiupan angin? Berapa banyak ibadah yang rusak karena penyakit ujub?
Dalam sebuah hadits qudsi disebutkan bahwa seorang lelaki berkata: “Allah tidak
akan mengampuni si Fulan! Maka Allah Subhanahu wa Ta’ala pun berfirman:
“Siapakah
yang lancang bersumpah atas namaKu bahwa Aku tidak mengampuni Fulan?! Sungguh
Aku telah mengampuninya dan menghapus amalanmu!” (HR. Muslim)
Amal shalih itu ibarat sinar dan cahaya
yang terkadang padam bila dihembus angin ujub!
Sebab-Sebab Ujub
1. Faktor Lingkungan dan Keturunan
Yaitu keluarga dan lingkungan tempat
seseorang itu tumbuh. Seorang insan biasanya tumbuh sesuai dengan polesan
tangan kedua orang tuanya. Ia akan menyerap kebiasaan-kebiasaan keduanya atau
salah satunya yang positif maupun negatif, seperti sikap senang dipuji, selalu
menganggap diri suci dll.
2. Sanjungan dan Pujian yang
Berlebihan
Sanjungan berlebihan tanpa memperhatikan
etika agama dapat diidentikkan dengan penyembelihan, seba-gaimana yang
disebutkan dalam sebuah hadits. Sering kita temui sebagian orang yang terlalu
berlebihan dalam memuji hingga seringkali membuat yang dipuji lupa diri.
Masalah ini akan kami bahas lebih lanjut pada bab berikut.
3. Bergaul Dengan Orang yang
Terkena Penyakit Ujub.
Tidak syak lagi bahwa setiap orang akan
melatahi tingkah laku temannya. Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam sendiri
bersabda:
“Perumpamaan
teman yang shalih dan teman yang jahat adalah seperti orang yang berteman
dengan penjual minyak wangi dan pandai besi.” (HR. Al-Bukhari dan Muslim)
Teman akan membawa pengaruh yang besar
dalam kehidupan seseorang.
4. Kufur Nikmat dan Lupa Kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala
Begitu banyak nikmat yang diterima seorang
hamba, tetapi ia lupa kepada Allah Subhanahu wa Ta’ala yang telah memberinya
nikmat itu. Sehingga hal itu menggiringnya kepada penyakit ujub, ia
membanggakan dirinya yang sebenarnya tidak pantas untuk dibanggakan. Allah
Subhanahu wa Ta’ala telah menceritakan kepada kita kisah Qarun;
“Qarun
berkata: “Sesungguhnya aku hanya diberi harta itu, karena ilmu yang ada
padaku”. (Al-Qashash: 78)
5. Menangani Suatu Pekerjaan
Sebelum Matang Dalam Menguasainya dan Belum Terbina Dengan Sempurna
Demi
Allah, pada hari ini kita banyak mengeluhkan problematika ini, yang telah
banyak menimbulkan berbagai pelanggaran. Sekarang ini banyak kita temui
orang-orang yang berlagak pintar persis seperti kata pepatah ‘sudah dipetik
sebelum matang’. Berapa banyak orang yang menjadi korban dalam hal ini! Dan itu
termasuk perbuatan sia-sia. Yang lebih parah lagi adalah seorang yang mencuat
sebagai seorang ulama padahal ia tidak memiliki ilmu sama sekali. Lalu ia
berkomentar tentang banyak permasalahan, yang terkadang ia sendiri jahil
tentang hal itu. Namun ironinya terkadang kita turut menyokong hal seperti ini.
Yaitu dengan memperkenalkannya kepada khalayak umum. Padahal sekarang ini,
masyarakat umum itu ibaratnya seperti orang yang menganggap emas seluruh yang
berwarna kuning. Kadangkala mereka melihat seorang qari yang merdu bacaannya,
atau seorang sastrawan yang lihai berpuisi atau yang lainnya, lalu secara
membabi buta mereka mengambil segala sesuatu dari orang itu tanpa terkecuali
meskipun orang itu mengelak seraya berkata: “Aku
tidak tahu!”
Perlu diketahui bahwa bermain-main dengan
sebuah pemikiran lebih berbahaya daripada bermain-main dengan api. Misalnya
beberapa orang yang bersepakat untuk memunculkan salah satu di antara mereka
menjadi tokoh yang terpandang di tengah-tengah kaumnya, kemudian mengadakan
acara penobatannya dan membuat-buat gelar yang tiada terpikul oleh siapa pun.
Niscaya pada suatu hari akan tersingkap kebobrokannya. Mengapa!? Sebab
perbuatan seperti itu berarti bermain-main dengan pemikiran. Sepintas lalu apa
yang mereka ucapkan mungkin benar, namun lambat laun masyarakat akan tahu bahwa
mereka telah tertipu!
6. Jahil dan Mengabaikan Hakikat
Diri (Lupa Daratan)
Sekiranya seorang insan benar-benar
merenungi dirinya, asal-muasal penciptaannya sampai tumbuh menjadi manusia
sempurna, niscaya ia tidak akan terkena penyakit ujub. Ia pasti meminta kepada
Allah Subhanahu wa Ta’ala agar dihindarkan dari penyakit ujub sejauh-jauhnya.
Salah seorang penyair bertutur dalam sebuah syair yang ditujukan kepada
orang-orang yang terbelenggu penyakit ujub:
“Hai orang yang pongah dalam
keangkuhannya.
Lihatlah tempat buang airmu, sebab kotoran itu selalu hina. Sekiranya manusia merenungkan apa yang ada dalam perut mereka, niscaya tidak ada satupun orang yang akan menyombongkan dirinya, baik pemuda maupun orang tua.Apakah ada anggota tubuh yang lebih dimuliakan selain kepala?Namun demikian, lima macam kotoranlah yang keluar darinya!
Hidung beringus sementara telinga baunya tengik.
Tahi mata berselemak sementara dari mulut mengalir air liur. Hai bani Adam yang berasal dari tanah, dan bakal dilahap tanah, tahanlah dirimu (dari kesombongan), karena engkau bakal menjadi santapan kelak.
Lihatlah tempat buang airmu, sebab kotoran itu selalu hina. Sekiranya manusia merenungkan apa yang ada dalam perut mereka, niscaya tidak ada satupun orang yang akan menyombongkan dirinya, baik pemuda maupun orang tua.Apakah ada anggota tubuh yang lebih dimuliakan selain kepala?Namun demikian, lima macam kotoranlah yang keluar darinya!
Hidung beringus sementara telinga baunya tengik.
Tahi mata berselemak sementara dari mulut mengalir air liur. Hai bani Adam yang berasal dari tanah, dan bakal dilahap tanah, tahanlah dirimu (dari kesombongan), karena engkau bakal menjadi santapan kelak.
Penyair ini mengingatkan kita pada asal
muasal penciptaan manusia dan keadaan diri mereka serta kesu-dahan hidup
mereka. Maka apakah yang mendorong mereka berlagak sombong? Pada awalnya ia
berasal dari setetes mani hina, kemudian akan menjadi bangkai yang kotor
sedangkan semasa hidupnya ke sana ke mari membawa kotoran.
7. Berbangga-bangga Dengan Nasab
dan Keturunan
Seorang insan terkadang memandang mulia
diri-nya karena darah biru yang mengalir di tubuhnya. Ia menganggap dirinya
lebih utama dari si Fulan dan Fulan. Ia tidak mau mendatangi si Fulan sekalipun
berkepentingan. Dan tidak mau mendengarkan ucapan si Fulan. Tidak syak lagi,
ini merupakan penyebab utama datangnya penyakit ujub.
Dalam sebuah kisah pada zaman kekhalifahan
Umar radhiyallahu ‘anhu disebutkan bahwa ketika Jabalah bin Al-Aiham memeluk
Islam, ia mengunjungi Baitullah Al-Haram. Sewaktu tengah melakukan thawaf,
tanpa sengaja seorang Arab badui menginjak kainnya. Tatkala mengetahui seorang
Arab badui telah menginjak kainnya, Jabalah langsung melayangkan tangannya
memukul si Arab badui tadi hingga terluka hidungnya. Si Arab badui itu pun
melapor kepada Umar radhiyallahu ‘anhu mengadukan tindakan Jabalah tadi. Umar
radhiyallahu ‘anhu pun memanggil Jabalah lalu berkata kepadanya: “Engkau harus
diqishash wahai Jabalah!” Jabalah membalas: “Apakah engkau menjatuhkan hukum
qishash atasku? Aku ini seorang bangsawan sedangkan ia (Arab badui) orang
pasaran!” Umar radhiyallahu ‘anhu menjawab: “Islam telah menyamaratakan antara
kalian berdua di hadapan hukum!”
Tidakkah engkau ketahui bahwa:
Islam telah meninggikan derajat Salman
seorang pemuda Parsi
Dan menghinakan kedudukan Abu Lahab karena syirik yang dilakukannya.
Dan menghinakan kedudukan Abu Lahab karena syirik yang dilakukannya.
Ketika
Jabalah tidak mendapatkan dalih untuk melepaskan diri dari hukuman, ia pun
berkata: “Berikan aku waktu untuk berpikir!” Ternyata Jabalah melarikan diri
pada malam hari. Diriwayatkan bahwa Jabalah ini akhirnya murtad dari agama
Islam, lalu ia menyesali perbuatannya itu. Wal
‘iyadzubillah
8. Berlebih-lebihan Dalam
Memuliakan dan Menghormati
Barangkali
inilah hikmahnya Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam melarang
sahabat-sahabat beliau untuk berdiri menyambut beliau. Dalam sebuah hadits
riwayat Abu Dawud, Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam bersabda “Barangsiapa yang suka agar orang-orang berdiri
menyambutnya, maka bersiaplah dia untuk menempati tempatnya di Neraka.” (HR. At-Tirmidzi, beliau katakan: hadits ini hasan)
Dalam hadits lain Rasulullah shallallahu
‘alaihi wasallam bersabda:
“Janganlah
kamu berdiri menyambut seseorang seperti yang dilakukan orang Ajam (non Arab)
sesama mereka.” (HR. Abu Dawud dan Ibnu Majah dari Abu Umamah
radhiyallahu ‘anhu)
9. Lengah Terhadap Akibat yang
Timbul dari Penyakit Ujub
Sekiranya
seorang insan menyadari bahwa ia hanya menuai dosa dari penyakit ujub yang
menjangkiti dirinya dan menyadari bahwa ujub itu adalah sebuah pelanggaran,
sedikitpun ia tidak akan kuasa bersikap ujub. Apalagi jika ia merenungi sabda
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wasallam:
”Sesungguhnya seluruh orang yang sombong akan dikumpulkan pada hari Kiamat bagaikan semut yang diinjak-injak manusia.” Ada seseorang yang bertanya: “Wahai Rasulullah, bukankah seseorang itu ingin agar baju yang dikenakannya bagus, sandal yang dipakainya juga bagus?” Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, dan menyukai keindahan, hakikat sombong itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu) awal hadits berbunyi: “Tidak akan masuk Surga orang yang terdapat sebesar biji zarrah kesombongan dalam hatinya).
”Sesungguhnya seluruh orang yang sombong akan dikumpulkan pada hari Kiamat bagaikan semut yang diinjak-injak manusia.” Ada seseorang yang bertanya: “Wahai Rasulullah, bukankah seseorang itu ingin agar baju yang dikenakannya bagus, sandal yang dipakainya juga bagus?” Rasulullah menjawab: “Sesungguhnya Allah itu Maha Indah, dan menyukai keindahan, hakikat sombong itu ialah menolak kebenaran dan merendahkan orang lain.” (HR. Muslim dari Abdullah bin Mas’ud radhiyallahu ‘anhu) awal hadits berbunyi: “Tidak akan masuk Surga orang yang terdapat sebesar biji zarrah kesombongan dalam hatinya).
Dampak ujub
1. Jatuh dalam jerat-jerat kesombongan, sebab ujub
merupakan pintu menuju kesombongan.
2. Dijauhkan dari pertolongan Allah. Allah Subahanahu
Wata’ala berfirman:
“Orang-orang
yang berjihad (untuk mencari keri-dhaan) Kami, benar-benar akan Kami tunjukkan
kepada mereka jalan-jalan Kami.” (Al-Ankabut: 69)
3. Terpuruk dalam menghadapi berbagai krisis dan
cobaan kehidupan.
Bila cobaan dan musibah datang menerpa,
orang-orang yang terjangkiti penyakit ujub akan berteriak: ‘Oii teman-teman,
carilah keselamatan masing-masing!’ Berbeda halnya dengan orang-orang yang
teguh di atas perintah Allah Subhanahu wa Ta’ala , mereka tidak akan melanggar
rambu-rambu, sebagaimana yang dituturkan Ali bin Abi Thalib radhiyallahu ‘anhu.
Siapakah yang mampu lari dari hari
kematian?
Bukankah hari kematian hari yang telah ditetapkan?
Bila sesuatu yang belum ditetapkan, tentu aku dapat lari darinya.
Namun siapakah yang dapat menghindar dari takdir?
Bukankah hari kematian hari yang telah ditetapkan?
Bila sesuatu yang belum ditetapkan, tentu aku dapat lari darinya.
Namun siapakah yang dapat menghindar dari takdir?
4. Dibenci dan dijauhi orang-orang. Tentu saja,
seseorang akan diperlakukan sebagaimana ia memperla-kukan orang lain. Jika ia
memperlakukan orang lain dengan baik, niscaya orang lain akan membalas lebih
baik kepadanya. Allah Subhanahu wa Ta’ala berfirman:
“Apabila
kamu dihormati dengan suatu penghor-matan, maka balaslah penghormatan itu
dengan yang lebih baik, atau balaslah (dengan yang serupa).” (An-Nisa’: 86)
Namun
seseorang kerap kali meremehkan orang lain, ia menganggap orang lain tidak ada
apa-apanya dibandingkan dirinya. Tentu saja tidak ada orang yang senang
kepadanya. Sebagaimana kata pepatah ‘Jika engkau menyepelekan orang lain,
ingatlah! Orang lain juga akan menyepelekanmu’
5. Azab dan pembalasan cepat ataupun lambat. Se-orang
yang terkena penyakit ujub pasti akan merasakan pembalasan atas sikapnya itu.
Dalam sebuah hadits dise-butkan:
“Ketika
seorang lelaki berjalan dengan mengenakan pakaian yang necis, rambut tersisir
rapi sehingga ia takjub pada dirinya sendiri, seketika Allah membenamkannya
hingga ia terpuruk ke dasar bumi sampai hari Kiamat.” (HR. Al-Bukhari)
Hukuman ini dirasakannya di dunia akibat
sifat ujub. Seandainya ia lolos dari hukuman tersebut di du-nia, yang jelas
amalnya pasti terhapus. Dalilnya adalah hadits yang menceritakan tentang
seorang yang bersumpah atas nama Allah bahwa si Fulan tidak akan diampuni,
ternyata Allah Subhanahu wa Ta’ala mengampuni si Fulan dan menghapus amalnya
sendiri.
Dengan begitu kita harus berhati-hati dari
sifat ujub ini, dan hendaknya kita memberikan nasihat kepada orang-orang yang
terkena penyakit ujub ini, yaitu orang-orang yang menganggap hebat amal mereka
dan menyepelekan amal orang lain.
Risalah
Al-Hujjah No: 54 / Thn IV / Rabiul Awal
0 komentar:
Posting Komentar