Segala puji bagi hanya
Allah Subhanahu wa Ta’ala yang
telah memberikan karunia yang banyak kepada segenap makhluq-Nya terkhusus
kepada orang-orang yang beriman. Semoga shalawat serta salam tercurahkan kepada
Nabi Muhammad Shallallahu’alaihi wa sallam yang telah membimbing umat
manusia dari zaman kegelapan yang penuh kemungkaran dan maksiat menuju jalan
terang benderang yaitu Islam.
Saudaraku seiman pembaca yang budiman, sebentar lagi kita akan dinaungi oleh tamu agung, bulan ketakwaan dan penuh berkah yakni bulan Ramadhan. Bulan
yang dinanti-nanti kedatangannya oleh orang-orang yang beriman dan berat terasa
ketika berpisah dengannya.
Bulan yang penuh
berkah dikarenakan di dalamnya penuh dengan kebaikan-kebaikan yang hakiki berupa
amal shalih serta ketaatan dan sekaligus sebagai madrasah yang melatih kita
agar senantiasa meredam hawa nafsu syaitan yang selalu membisikan manusia
kepada perbuatan maksiat.
Gembira dengan kedatangan Ramadhan
Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam bahwa
beliau dahulu memberi berita gembira kepada para Sahabatnya dengan kedatangan
Ramadhan.
عَنْ أَبِي هُرَيْرَةَ قَالَ قَالَ
رَسُولُ اللَّهِ صَلَّى اللَّهُ عَلَيْهِ وَسَلَّمَ يُبَشِّرُ أَصْحَابَهُ قَدْ
جَاءَكُمْ شَهْرُ رَمَضَانَ شَهْرٌ مُبَارَكٌ افْتَرَضَ اللَّهُ عَلَيْكُمْ
صِيَامَهُ يُفْتَحُ فِيهِ أَبْوَابُ الْجَنَّةِ وَيُغْلَقُ فِيهِ أَبْوَابُ
الْجَحِيمِ وَتُغَلُّ فِيهِ الشَّيَاطِينُ فِيهِ لَيْلَةٌ خَيْرٌ مِنْ أَلْفِ
شَهْرٍ مَنْ حُرِمَ خَيْرَهَا فَقَدْ حُرِمَ
Dari Abu Hurairah berkata, ‘telah bersabda
Rasululloh shallallahu ‘alaihi wa sallam memberikan kabar gembira
kepada para sahabatnya;“Telah datang pada kalian bulan Ramadhan, bulan
Ramadhan bulan yang diberkahi, Allah telah mewajibkan atas kalian untuk
berpuasa didalamnya. Pada bulan itu dibukakan pintu-pintu surga serta ditutup
pintu-pintu neraka, dan syetan-syetan dibelenggu.Di dalamnya juga terdapat
sebuah malam yang lebih baik dari seribu bulan. Ada orang yang terhalang dari
mendapatkan kebaikan itu” (HR. Ahmad no. 8991)
Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
وَنَادَى
مُنَادٍ يَا بَاغِيَ الخَيْرِ أَقْبِلْ وَيَا بَاغِيَ الشَّرِّ أَقْصِرْوَلِلَّهِ عُتَقَاءُ مِنَ النَّارِوَذَلِكَ فِي كُلِّ
لَيْلَةٍ .
“Dan ada orang yang berseru, ‘Wahai pencari kebaikan
terimalah, wahai pencari keburukan tahanlah. Dan bagi Allah pembebasan dari api
neraka yakni pada setiap malam”.
HR. Ibnu
Majah, Tirmidzi dan An Nasa’i dan dishahihkan oleh Syaikh Al Albani di dalam Shohih
At Targhib wa At Tarhib 2/68.
Ibnul Qoyyim rahimahullah berkata: “Termasuk
petunjuknya Nabi Shallallahu’alaihi wa sallam pada bulan Ramadhan adalah
memperbanyak melakukan amal ibadah. Malaikat Jibril ‘alaihisshalatu wassalam
mengajarkan Al Qur’an kepadanya di bulan Ramadhan, beliau ketika dijumpai
JIbril lebih banyak melakukan kebaikan melebihi angin yang berhembus, beliau
adalah orang yang paling dermawan terutama di bulan Ramadhan, memperbanyak
sedekah, berbuat ihsan, membaca Al Qur’an, sholat, dzikir, dan i’tikaf.
Mengistimewakan Ramadhan dengan melakukan ibadah tidak sepertipada bulan-bulan
lainnya, sampai terkadang menyambung ibadah pada waktu-waktu malam dan
siangnya”.
Istighfar dan Taubat
Termasuk
diantara inti pokok ibadah puasa yakni bertekad untuk meninggalkan dosa-dosa
dan kejelekan, serta bertaubat dengan sungguh-sungguh dari seluruh dosa, dengan
menyesali perbuatan dosa-dosanya, berhenti melakukannya serta tidak
mengulanginya lagi, kemudian segera melakukan berbagai macam amal ibadah.Taubat
tidak boleh ditunda-tunda, dikarenakan apabila nyawa sampai tenggorokan dan
matahari terbit dari barat maka tertutuplah pintu taubat.
Allah Ta’ala
berfirman:
أَفَلَا يَتُوبُونَ إِلَى
اللَّهِ وَيَسْتَغْفِرُونَهُ وَاللَّهُ غَفُورٌ رَحِيمٌ
“Maka mengapa mereka tidak bertaubat kepada
Allah dan memohon ampun kepada-Nya?. Dan Allah Maha Pengampun lagi Maha
Penyayang”. QS. Al Maidah: 74
Allah Ta’ala
juga berfirman:
وَتُوبُوا
إِلَى اللَّهِ جَمِيعاً أَيُّهَا الْمُؤْمِنُونَ لَعَلَّكُمْ تُفْلِحُونَ
“Dan bertaubatlah kalian semua
kepada Allah, wahai orang-orang yang beriman, agar kalian beruntung.” (QS.
An-Nur: 31)
Dalam ayat
di atas dan lainnya terdapat himbauan agar kita segera bertaubat kepada Allah
Ta’ala pada setiap waktu dan keadaan sebelum ajal menjemput terlebih pada bulan
Ramadhan dimana istighfar dan taubat adalah termasuk amalan yang diharapkan
oleh Ramadhan.
Rasulullah Nabishallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
ثُمَّ قَالَ : رَغِمَ أَنْفُ عَبْدٍ
دَخَلَ عَليه رَمَضَان لَمْ يُغفرَ لَه . فَقُلْتُ : آمينَ
“Kemudian ia (Jibril) berkata; ‘Celakalah seorang
hamba yang ia ketika memasuki Ramadhan akan tetapi tidak diampuni’, Aku (Nabi)
berkata: ‘Amin”.
HR. Ahmad, Al Baihaqi, Tirmidzi, Al Bazzar. Al
Albani di dalam Al Adab Al Mufrod no. 646 “Hasan Shohih”.
Puasa dan
Ikhlas
Bagi orang yang akan menjalani ibadah puasa
hendaklah selalu menekuni ikhlas. Ikhlas dalam artian membersihkan amalan dari
kotoran-kototan yang akan membuatnya keruh. Poros pokok dari ikhlas adalah
ketika seorang yang ingin beramal hendaklah mengharapkan pahala dari Allah dan
jangan ia keruhkan amalan tersebut dengan keinginan-keinginan jiwa yang negatif,
seperti; berharap mendapat simpati pada hati orang lain, mencari pujian,
pengagungan, mencari harta, bantuan dan belas kasih orang lain, atau
penyakit-penyakit jiwa lainnya yang akan memalingkannya dari ikhlas kepada
Allah.
Ikhlas sangatlah penting dan menjadi kebutuhan
setiap hamba, diantara peran penting dari ikhlas yang paling besar adalah
bahwasanya ikhlas merupakan syarat diterimanya amalan disamping mencontoh
sunnah Rasulullah shallallahu’alaihi wa sallam, Allah Ta’ala berfirman:
وَمَا أُمِرُوا إِلَّا لِيَعْبُدُوا اللَّهَ مُخْلِصِينَ لَهُ
الدِّينَ حُنَفَاءَ وَيُقِيمُوا الصَّلَاةَ وَيُؤْتُوا الزَّكَاةَ وَذَلِكَ دِينُ
الْقَيِّمَةِ
“Padahal mereka tidak disuruh kecuali supaya
menyembah Allah dengan memurnikan ketaatan kepada-Nya dalam (menjalankan) agama
yang lurus, dan supaya mereka mendirikan shalat dan menunaikan zakat; dan yang
demikian itulah agama yang lurus”. QS. Al Bayyinah: 5
Nabishallallahu’alaihi
wa sallam bersabda:
يَقُوْلُ اللهُ -تَعَالَى- : "أَنَا أَغْنَى الشُّرَكَاءِ عَنِ
الشِّرْكِ؛ فَمَنْ عَمِلَ عَمَلًا فَأَشْرَكَ فِيْهِ غَيْرِي فَأَنَا مِنْهُ بَرِيْءٌ،
وَهُوَ لِلَّذِي أَشْرَكَ
“Allah
Ta’ala berfirman: ‘Aku yang paling kaya dan tidak butuh kepada sekutu,
barangsiapa yang melakukan sebuah amalan kemudian membuat sekutu selain Aku,
maka Aku berlepas diri darinya dan ia milik sekutu tersebut”. HR. Muslim
Syaikhul Islam Ibnu Taimiyah rahimahullah ketika berbicara
tentang ikhlas, keutamaan da arti pentingnya mengatakan: Bahkan mengikhlaskan
agama kepada Allah itu adalah agama yang diterima darinya dan bukan selainnya.
Itulah ajarannya para Rasul yang terdahulu dan belakangan, dan menurunkan dengan
ajaran ikhlas pada semua kitab suci. Menjadi kesepakatan para imam Ahli iman,
ia juga merupakan inti ajaran dakwah Nabi, juga sebagai pokok dari Al Qur’an”.
Dan seraya melanjutkan “Allah Ta’ala berfirman tentang Yusuf; “Demikianlah
kami palingkan darinya kejelekan dan perbuatan keji, sesungguhnya ia termasuk
dari hamba-hamba Kami yang ikhlas”, Maka dalam hal ini Allah memalingkan
hambaNya dari kejinya perbuatan-perbuatan yang diharamkan serta kekejian,
dengan ikhlasnya kepada Allah. Oleh karenanya ini terjadi sebelum ia merasakan
manisnya ibadah kepada Allah dan ikhlas kepadanya ketika sebelumnya ada
keingingan dorongan hawa nafsu. Maka apabila ia merasakan lezatnya ikhlas dan
kuat hatinya ia lepas tanpa obat”. [Durus
Ramadhan oleh Muhammad bin Ibrahim Al Hamd]
Inilah yang harus
dijadikan pegangan oleh orang-orang yang akan melaksanakan ibadah puasa, ketika
ikhlas itu memberika pengaruh yang agung bagi tarbiyahnya hati sehingga tidak
menoleh kepada tujuan-tujuan niat kepada selain Allah.
Hal itu dikarenakan
orang yang berpuasa senantiasa meninggalkan makan dan minumnya semata-mata hanya
mencari pahala dari Allah.
Nabi shallallahu’alaihi wa sallam bersabda:
مَنْ قَامَ لَيْلَةَ القَدْرِ إِيْمَانًا
وَاحْتِسَابًا غُفِرَ لَهُ مَا تَقَدَّمَ مِنْ ذَنْبِهِ
“Barangsiapa
yang bangkit (ibadah) pada malam lailatul qadar didasari iman dan mencari
pahala, maka akan diampuni dosa-dosanya yang telah lalu”. HR. Bukhari
Ibnu Rajab bekata: Dalam
hadits Fathimah radhiyallahu ‘anha dari Nabi shallallahu ‘alaihi
wasallam, bahwasanya beliau mengabarkan kepadanya:
أَنَّ جِبْرِيْلَ عَلَيْهِ السَّلاَمُ كَانَ يُعَارِضُهُ القُرْآنَ كُلَّ عَامٍ مَرَّةً وَأَنّهُ عَارَضَهُ فِي عَامِ وَفَاتِهِ مَرَّتَيْنِ
"Sesungguhnya
Jibril ‘alaihissalam menyimak Al-Qur’an yang dibacakan Nabi sekali pada setiap
tahunnya, dan pada tahun wafatnya Nabi, Jibril menyimaknya dua kali". (Muttafaqun ‘Alaihi)
Dan dalam hadits Ibnu ‘Abbas:
Dan dalam hadits Ibnu ‘Abbas:
أَنَّ الْمُدَارَسَةَ بَيْنَهُ وَبَيْنَ جِبْرِيْلَ كَانَتْ لَيْلاً
"Bahwasanya
pengkajian terhadap Al-Qur’an antara beliau dengan Jibril terjadi pada malam
bulan Ramadhan". (Muttafaqun ‘Alaihi).
Hadits ini menunjukkan disunnahkannya memperbanyak membaca Al-Quran pada malam bulan Ramadhan, karena waktu malam terputus segala kesibukan, terkumpul pada malam itu berbagai harapan, hati dan lisan pada malam bisa berpadu untuk bertaddabur, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
Hadits ini menunjukkan disunnahkannya memperbanyak membaca Al-Quran pada malam bulan Ramadhan, karena waktu malam terputus segala kesibukan, terkumpul pada malam itu berbagai harapan, hati dan lisan pada malam bisa berpadu untuk bertaddabur, sebagaimana Allah Ta’ala berfirman:
إِنَّ نَاشِئَةَ اللَّيْلِ هِيَ أَشَدُّ وَطْءاً وَأَقْوَمُ قِيلاً
“Sesungguhnya bangun
di waktu malam adalah lebih tepat (untuk khusyuk) dan bacaan di waktu itu lebih
berkesan”. QS. Al-Muzzammil: 6
Bulan Ramadhan mempunyai kekhususan tersendiri dengan diturunkannya Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
Bulan Ramadhan mempunyai kekhususan tersendiri dengan diturunkannya Al-Qur’an, sebagaimana firman Allah Ta’ala:
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِيَ أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَى وَالْفُرْقَانِ
“Bulan Ramadhan,
bulan yang di dalamnya diturunkan (permulaan) Al-Quran sebagai petunjuk bagi
manusia dan penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu dan pembeda (antara
yang hak dan yang bathil)”. QS. Al-Baqarah: 185
[Latha’iful Ma’arif
hal. 315].
Oleh kerena itulah para Ulama Salaf dari kalangan Para Sahabat, Tabi’in dan Atba’uttabi’in rahimahumullah sangat bersemangat untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an pada bulan Ramadhan, sebagaimana yang dijelaskan dalam Siyar A’lamin Nubala’, di antaranya:
* Dahulu Al-Aswad bin Yazid mengkhatamkan Al-Qur’an pada bulan Ramadhan setiap dua malam, beliau tidur antara Magrib dan Isya’. Sedangkan pada selain bulan Ramadhan beliau mengkhatamkan Al Qur’an selama 6 hari.
* Malik bin Anas jika memasuki bulan Ramadhan beliau meninggalkan pelajaran hadits dan majelis ahlul ilmi, dan beliau beralih kepada membaca Al Qur’an dari mushaf.
* Sufyan Ats-Tsauri jika datang bulan Ramadhan beliau meninggalkan orang-orang dan beralih kepada membaca Al Qur’an.
* Said bin Zubair mangkhatamkan Al-Qur’an pada setiap 2 malam.
* Zabid Al-Yami jika datang bulan Ramadhan beliau menghadirkan mushaf dan murid-muridnya berkumpul di sekitarnya.
* Al-Walid bin Abdil Malik mengkhatamkan Al-Qur’an setiap 3 malam, dan mengkhatamkannya sebanyak 17 kali di bulan Ramadhan.
* Abu ‘Awanah berkata : Aku menyaksikan Qatadah mempelajari Al-Qur’an pada bulan Ramadhan.
* Qatadah mengkhatamkan Al-Qur’an pada hari-hari biasa selama 7 hari, jika datang bulan Ramadhan beliau mengkhatamkannya selama 3 hari, dan pada 10 terakhir Ramadhan beliau mengkhatamkannya pada setiap malam.
*Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata: Dahulu Al-Imam Syafi’i mengkhatamkan Al-Qur’an pada bulan Ramadhan sebanyak 60 kali, dan pada setiap bulan lain sebanyak 30 kali.
* Waki’ bin Al-Jarrah membaca Al-Quran di bulan Ramadhan setiap malam khatam dan ditambah sepertiga dari Al Qur’an, shalat 12 rakaat pada waktu dhuha, dan shalat sunnah sejak ba’da zhuhur hingga ashar.
* Muhammad bin Ismail Al-Bukhari mengkhatamkan Al Qur’an pada siang bulan Ramadhan setiap harinya dan setelah melakukan shalat tarawih beliau mengkhatamkannya setiap 3 malam sekali.
* Al-Qasim bin ‘Ali berkata mensifatkan ayahnya Ibnu ‘Asakir (pengarang kitab Tarikh Dimasyq): Beliau adalah seorang yang selalu menjaga shalat berjama’ah dan rajin membaca Al-Qur’an, beliau mengkhatamkannya setiap Jum’at, dan mengkhatamkannya setiap hari pada bulan Ramadhan serta beri’tikaf di Al-Manarah Asy-Syarqiyyah.
Faidah Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata: Bahwasanya larangan mengkhatamkan Al-Quran kurang dari tiga hari itu adalah apabila dilakukan secara terus menerus. Adapun pada waktu-waktu yang terdapat keutamaan padanya seperti bulan Ramadhan terutama pada malam-malam yang dicari padanya Lailatul Qadr atau pada tempat-tempat yang memiliki keutamaan seperti Makkah bagi siapa saja yang memasukinya selain penduduk Negeri itu, maka dianjurkan untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an, dalam rangka memanfaatkan waktu dan tempat tersebut. Ini adalah pendapat Ahmad, Ishaq, dan selainnya dari kalangan Ulama’ .(Latha’iful Ma’arif 1/183).
Oleh kerena itulah para Ulama Salaf dari kalangan Para Sahabat, Tabi’in dan Atba’uttabi’in rahimahumullah sangat bersemangat untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an pada bulan Ramadhan, sebagaimana yang dijelaskan dalam Siyar A’lamin Nubala’, di antaranya:
* Dahulu Al-Aswad bin Yazid mengkhatamkan Al-Qur’an pada bulan Ramadhan setiap dua malam, beliau tidur antara Magrib dan Isya’. Sedangkan pada selain bulan Ramadhan beliau mengkhatamkan Al Qur’an selama 6 hari.
* Malik bin Anas jika memasuki bulan Ramadhan beliau meninggalkan pelajaran hadits dan majelis ahlul ilmi, dan beliau beralih kepada membaca Al Qur’an dari mushaf.
* Sufyan Ats-Tsauri jika datang bulan Ramadhan beliau meninggalkan orang-orang dan beralih kepada membaca Al Qur’an.
* Said bin Zubair mangkhatamkan Al-Qur’an pada setiap 2 malam.
* Zabid Al-Yami jika datang bulan Ramadhan beliau menghadirkan mushaf dan murid-muridnya berkumpul di sekitarnya.
* Al-Walid bin Abdil Malik mengkhatamkan Al-Qur’an setiap 3 malam, dan mengkhatamkannya sebanyak 17 kali di bulan Ramadhan.
* Abu ‘Awanah berkata : Aku menyaksikan Qatadah mempelajari Al-Qur’an pada bulan Ramadhan.
* Qatadah mengkhatamkan Al-Qur’an pada hari-hari biasa selama 7 hari, jika datang bulan Ramadhan beliau mengkhatamkannya selama 3 hari, dan pada 10 terakhir Ramadhan beliau mengkhatamkannya pada setiap malam.
*Ar-Rabi’ bin Sulaiman berkata: Dahulu Al-Imam Syafi’i mengkhatamkan Al-Qur’an pada bulan Ramadhan sebanyak 60 kali, dan pada setiap bulan lain sebanyak 30 kali.
* Waki’ bin Al-Jarrah membaca Al-Quran di bulan Ramadhan setiap malam khatam dan ditambah sepertiga dari Al Qur’an, shalat 12 rakaat pada waktu dhuha, dan shalat sunnah sejak ba’da zhuhur hingga ashar.
* Muhammad bin Ismail Al-Bukhari mengkhatamkan Al Qur’an pada siang bulan Ramadhan setiap harinya dan setelah melakukan shalat tarawih beliau mengkhatamkannya setiap 3 malam sekali.
* Al-Qasim bin ‘Ali berkata mensifatkan ayahnya Ibnu ‘Asakir (pengarang kitab Tarikh Dimasyq): Beliau adalah seorang yang selalu menjaga shalat berjama’ah dan rajin membaca Al-Qur’an, beliau mengkhatamkannya setiap Jum’at, dan mengkhatamkannya setiap hari pada bulan Ramadhan serta beri’tikaf di Al-Manarah Asy-Syarqiyyah.
Faidah Ibnu Rajab Al-Hanbali berkata: Bahwasanya larangan mengkhatamkan Al-Quran kurang dari tiga hari itu adalah apabila dilakukan secara terus menerus. Adapun pada waktu-waktu yang terdapat keutamaan padanya seperti bulan Ramadhan terutama pada malam-malam yang dicari padanya Lailatul Qadr atau pada tempat-tempat yang memiliki keutamaan seperti Makkah bagi siapa saja yang memasukinya selain penduduk Negeri itu, maka dianjurkan untuk memperbanyak membaca Al-Qur’an, dalam rangka memanfaatkan waktu dan tempat tersebut. Ini adalah pendapat Ahmad, Ishaq, dan selainnya dari kalangan Ulama’ .(Latha’iful Ma’arif 1/183).
Wallahu A’lam
ditulis oleh Abu Abdillah (http://hidayahsalaf.blogspot.com/)
Maraji’:
1.
Al Quran dan Terjemahan.
2.
Lathaiful Ma’arif
3.
Durus Ramadhan
4.
http://www.alimam.ws/ref/222
5.
http://www.3llamteen.com/2012/11/26/s79/
6.
http://saaid.net/mktarat/ramadan/22.htm
7.
Maktabah Syamilah
0 komentar:
Posting Komentar