بسم الله
الرحمن الرحيم
الحمد لله رب
العالمين والصلاة والسلام على رسول الله وعلى آله وصحبه
أجمعين، أما بعد،
HAKIKAT “AL IKHWANUL MUSLIMUN”
(diringkas dari
tulisan Ustadz Abdulloh Taslim, MA.)
Berikut ini
adalah keterangan ringkas tentang hakikat kelompok “AL IKHWANUL MUSLIMUN”
(untuk selanjutnya kami singkat dengan IM) berdasarkan ucapan yang langsung
kami nukil dari tokoh2 besar mereka, dari buku2 yang mereka tulis sendiri.
Keterangan ini akan kami susun dalam
bentuk pembahasan2 yang kami beri judul kecil untuk memudahkan pembaca yang ingin
mengambil manfaat dari bacaan ini.
*
Sikap IM terhadap Yahudi dan Nashrani.
Dalam kitab “Al Ikhwanul muslimun
ahdaatsun shana’atit taarikh” (cet. Daarud da’wah, tiga juz) yang ditulis oleh
salah seorang pendiri dan tokoh besar IM yang bernama Mahmud ‘Abdul Halim, pada
sub judul “Fii qadhiyyati Falisthiin (masalah Palestina)” (juz 1/hal. 409), ketika
penulis berbicara tentang sebuah tim gabungan Amerika dan Inggris yang
berkunjung ke negara-negara Arab untuk membicarakan masalah Palestina, dalam
sebuah pertemuan di Mesir dengan tim tsb, Hasan Al Banna (pimpinan IM) hadir
sebagai wakil dari Pergerakan Islam dan menyampaikan sebuah ceramah, yang
redaksinya adalah sbb (langsung kami terjemahkan):
“… Dan pembahasan yang akan kami sampaikan
merupakan sebuah point yang simpel dari tinjauan agama, (akan tetapi) karena
point ini mungkin saja tidak dipahami di dunia barat, oleh karena itulah saya ingin menjelaskan point ini dengan
ringkas: maka saya ikrarkan bahwa permusuhan kita terhadap orang-orang
Yahudi bukanlah merupakan permusuhan (atas dasar) agama, karena Al Qur-an yang
mulia menganjurkan (kita) untuk bersahabat karib dan berteman dekat dengan
mereka[1], dan
(syariat) islam (sendiri) adalah syariat yang bersifat kemanusiaan
sebelum menjadi syariat yang bersifat qaumiyyah (untuk kaum/bangsa tertentu), dan sungguh Allah I telah memuji
mereka (orang-orang Yahudi) serta menjadikan adanya kesesuian antara kita dan
mereka, (Allah berfirman):
“Dan
janganlah kamu berdebat dengan Ahli Kitab, melainkan dengan cara yang paling
baik” (Al ‘Ankabuut: 46). Dan ketika Al Qur-an ingin membicarakan masalah orang-orang
Yahudi, Al Qur-an membicarakannya dari segi ekonomi dan undang-undang (saja),
Allah I berfirman:
“Maka
disebabkan kezaliman orang-orang Yahudi, Kami haramkan atas mereka (memakan
makanan) yang baik-baik (yang dahulunya) dihalalkan bagi mereka, …” (QS. An
Nisaa’:160)[2]”.
Ucapan
Hasan Al Banna ini juga dinukil oleh salah seorang tokoh besar IM lainnya,
‘Abbas As Siisy dalam kitabnya “Hasan Al Banna, mawaaqifu fiid da’wati wat
tarbiyyah” (hal. 288, cet. Daarul qabas, cet. ketiga).
Kemudian juga dalam kitab di atas “Hasan
Al Banna, mawaaqifu fiid da’wati wat tarbiyyah” (hal. 319), pada sub judul:
Bayaanu fadhiilatil mursyid fiil mu’tamarish shahafiy bil markazil ‘aam
(penjelasan yang mulia mursyid/pimpinan IM dalam sebuah konperensi pers di
markas besar IM)”, berkata ‘Abbas As Siisy: “Dalam konperensi pers yang
diselenggarakan di gedung markas besar (IM) dalam rangka ulang tahun ke-20
berdirinya kelompok IM, ustadz mursyid IM (Hasan Al Banna) menyampaikan sebuah
ceramah, yang di dalamnya dia berkata: … Pergerakan IM bukanlah kelompok
pergerakan yang ditujukan untuk melawan akidah (ideologi), agama, ataupun
kelompok tertentu, karena sesungguhnya perasan yang menguasai jiwa-jiwa
pendiri pergerakan ini adalah bahwa sesungguhnya kaidah-kaidah pokok yang semua
agama yang dibawa oleh para Rasul r saat ini sungguh telah terancam oleh Al Ilhaadiyyah
(pemahaman yang menentang dan mengingkari agama) dan Al Ibaahiyyah (pemahaman
yang menghalalkan/membolehkan segala sesuatu yang diharamkan dalam agama), maka
wajib bagi orang-orang yang beriman
kepada agama-agama ini untuk saling bahu-membahu dan mengarahkan usaha keras
mereka untuk menyelamatkan umat manusia dari dua bahaya yang sedang menyusup
secara perlahan-lahan ini. Dan IM tidaklah membenci dan menyembunyikan rasa
antipati (dalam hati mereka) terhadap orang-orang asing yang tinggal sementara di
negara-negara arab dan negara-negara Islam, sampaipun orang-orang Yahudi
yang tinggal di negara ini (Mesir) tidak ada yang lain antara kita dan mereka
kecuali hubungan-hubungan yang baik”.
Ucapan
Hasan Al Banna ini juga dinukil oleh As Siisy sendiri dalam kitabnya yang lain
yang berjudul “Fii qaafilatil ikhwaanil muslimin” (1/262, cet. Daaruth
thibaa’ati wan nasyri wash shautiyyaat juz 1-2 dan Daarul qabas juz 3-4, empat
juz).
Masih dalam kitab “Hasan Al Banna,
mawaaqifu fiid da’wati wat tarbiyyah” (hal. 163) penulis menukil ceramah Hasan
Al Banna ttg beberapa kewajiban yang sangat ditekankan bagi media massa islam, di dalam
ceramah tsb dia berkata:
“Yang
keempat: menetapkan suatu hakekat yang mulia dan agung yang pura-pura
dilalaikan oleh banyak kalangan yang mempunyai tendensi tertentu dan mereka
berusaha untuk mengaburkan dan menyembunyikan hakekat ini, yaitu: bahwa
(agama) islam yang hanif (lurus) ini tidaklah memusuhi suatu agama (tertentu),
atau memerangi ideologi (tertentu), serta tidak berbuat zhalim terhadap
orang-orang yang tidak beriman (non muslim) sedikit pun, dan tidaklah ajaran
islam (dianggap) membuahkan hasil (yang baik) sampai ajaran tsb (mampu)
menumbuhkan (dalam diri) suatu masyarakat yang yang setanah air perasaan cinta,
keharmonisan, tolong-menolong dan kedamaian (di antara mereka) bagaimanapun
berbedanya agama (yang) mereka (anut) dan bertentangannya ideologi (yang)
mereka (yakini)”.
Dan masih banyak ucapan dan sikap Hasan Al
Banna dan tokoh-tokoh IM secara umum selain yang kami sebutkan di atas, yang
untuk lebih ringkas kami akan sebutkan kesimpulannya sbb:
-
Dalam sebuah perayaan IM Hasan Al Banna mengundang beberapa tokoh dan pendeta
Nashrani dan menempatkan tempat duduk mereka di antara orang-orang anggota IM,
dan dalam kesempatan tsb juga Hasan Al Banna menyampaikan sebuah pidato yang di
dalamnya dia memanggil/menyebut orang-orang Nashrani dengan sebutan
“ikhwaaninaal masiihiyyiin” (saudara-saudara kami yang beragama Nashrani),
lihat kitab “Hasan Al Banna, mawaaqifu fiid da’wati wat tarbiyyah” (hal. 120).
-
Dalam kitab yang sama (hal. 264-265), Hasan Al Banna menyebutkan bahwa (agama)
islam melarang (seorang) muslim untuk berfanatik terhadap agamanya.
-
Lihat juga surat
yang ditulis oleh Hasan Al Banna kepada orang-orang Yahudi (yang tinggal di
Mesir), yang dinukil oleh ‘Abbas As Siisy dalam kitabnya “Fii qaafilatil
ikhwaanil muslimin” (1/194).
- Juga surat
Hasan Al Banna kepada seorang pembesar agama Nashrani di Mesir dalam kitab
Hasan Al Banna sendiri yang berjudul “Mudzakkiraatid da’wati wad daa’iyah”
(hal. 282, cet. Mathaabi’uz zahraa’ lil I’laamil ‘araby, thn 1410 H).
-
Kenyataan di atas juga dipertegas oleh salah seorang tokoh generasi pertama IM
yang bernama Jabir Rizq dalam kitabnya “Hasan Al Banna biaqlaami talaamidzatihi
wa mu’aashiriihi” (hal. 185, cet. Daarul wafaa’, cet. 3, thn 1410 H), yang menukil
ucapan salah seorang tokoh generasi pertama IM lainnya Dr. Hassaan Hathuut yang
menceritakan hubungan mesra Hasan Al Banna dan anggota IM secara umum dengan
orang-orang yang beragama Nashrani, ucapan ini juga dinukil dalam majalah “Al
Ummah” yang terbit di Qathar (hal 188, edisi ke-55, bulan Rajab 1405 H).
-
Dalam kitab “Tashawwurul ikhwanil muslimiin lil qadhiyyatil Falisthiiniyyah”
(hal.23, cet. Daarut tauzii’ wan nasyril islaamiyyah), penulis Dr. ‘Abdul
Fattaah Muhammad Al ‘uwais menyebutkan bahwa untuk membuktikan ketidakfanatikan
mereka terhadap agama islam IM menyertakan dua orang yang beragama Nashrani
yang bernama Wuhaib Daus dan Akhnuukh luwis akhnuukh, sebagai anggota sebuah
tim di bawah naungan IM yang membidangi masalah politik[3].
Bahkan dalam kitab tersebut penulis menegaskan bahwa sikap ini dipegang teguh
dan dipertahankan oleh para mursyid (pimpinan) IM dari dulu sampai sekarang,
dalam bentuk kunjungan pimpinan2 IM tsb ke beberapa tokoh2 Nashrani dan
yayasan2 mereka, seperti yang dilakukan oleh pimpinan2 IM: Hasan Al Banna,
Hasan Al Hudhaiby, ‘Umar At Tilmisaany, dan Muhammad Haamid Abun nashr.
-
Dalam kitab “Fii qaafilatil ikhwaanil muslimin” (2/35) tulisan ‘Abaas As Siisy,
penulis mencantumkan sebuah foto bersama pimpinan umum IM yang didampingi
seorang wakil dari pihak gereja di sebelah kirinya. Juga dalam kitab yang sama
(2/46), foto bersama pada perayaan maulid Nabi r di
Iskandariyyah: pimpinan umum IM di samping kanannya seorang wakil dari pihak
gereja.
-
Kenyataan di atas juga dipertegas oleh pimpinan umum IM yang ke-3 ‘Umar At
Tilmisaany dalam sebuah makalahnya yang berjudul: “wa aina nashiibuna min
haadzal hubb?” yang dinukil dalam majalah IM yang bernama “Majallatud da’wah”
(hal. 2-3, edisi ke-14 thn ke-26/388, bln Sya’baan 1397 H).
-
Juga oleh pimpinan umum IM berikutnya Muhammad Haamid Abun nashr dalam kitabnya
“Haqiiqatul khilaafi bainal ikhwaanil muslimiin wa ‘Abdun Naashir” (hal. 33,
cet. Daarut tauzii’ wan nasyril islaamiyyah, cet ke-2 thn 1408 H).
Nukilan2 yang kami sampaikan di atas
sengaja tidak kami komentari, karena kebatilan dan penyimpangannya terlalu
jelas bagi orang yang berakal, apalagi orang yang beriman kepada Allah I, Rasul-Nya r dan agama
islam, seperti jelasnya matahari di siang bolong!
* Sikap
IM terhadap kelompok sesat Syi’ah (Raafidhah) dan kelompok-kelompok sesat
lainnya.
Di antara bukti nyata yang menunjukkan
sikap IM di atas adalah pujian, dukungan dan pembelaan mereka terhadap kelompok
Syi’ah, termasuk dukungan terhadap revolusi Syi’ah di Iran, pertemuan persahabatan
dengan tokoh2 mereka, yang akan terlihat jelas dalam nukilan2 yang akan kami
bawakan sbb:
-
Mursyid (pimpinan) umum IM yang ke-3, ‘Umar At Tilmisaany dalam kitabnya
“Dzikrayaat laa mudzakkiraat” (hal. 249-250, cet. Daarul I’tishaam, thn 1985 M)
menukil ucapan Hasan Al Banna tentang Syi’ah, dia berkata:
“Syi’ah
adalah kelompok yang kurang lebih (bisa) disamakan dengan apa yang ada di
antara mazhab yang empat di kalangan Ahlus Sunnah … (memang) ada perbedaan
(antara Ahlus Sunnah dan Syi’ah) tapi mungkin untuk dihilangkan, seperti: nikah
mut’ah, jumlah istri (maksimal) bagi seorang (laki-laki) muslim – yang ada pada
sebagian sekte Syi’ah –, dan yang semisalnya, yang mana perbedaan ini
seharusnya tidak menjadi sebab pemutusan hubungan antara Ahlus Sunnah dan
Syi’ah. Sungguh dua kelompok ini telah berjalan beriringan sejak ratusan tahun
(yang lalu), tanpa ada saling bersinggungan di antara keduanya, kecuali (hanya
sebatas) dalam tulisan-tulisan saja. Dan untuk diketahui, sesungguhnya
tokoh-tokoh besar Syi’ah telah meninggalkan kepustakaan islam sebagai
perbendaharaan yang selalu memenuhi perpustakaan-perpustakaan”.
- Dalam
kitab “Mauqifu ‘ulamaa-il muslimiin minasy syii’ati wats tsauratil
islaamiyyah”, yang ditulis oleh salah seorang tokoh IM, Dr. ‘Izzuddiin Ibrahim
(hal.13, cet. Sabhar, Teheran,
Iran, cet. ke-2
thn 1406 H), penulis tsb berkata:
“Di
masa sekarang ini terbentuklah “jamaa’atut taqriib bainal madzaahibil
islaamiyyah (kelompok yang bertujuan ingin mendekatkan/menyatukan aliran2 dalam
islam)”, yang ikut berpartisipasi di dalamnya Imam Hasan Al Banna …, berkata
Ustadz Salim Al Bahansaawy – salah seorang cendekiawan IM – dalam kitabnya “As
Sunnatu al muftara ‘alaiha” (hal. 58): “Sejak terbentuknya “jamaa’atut taqriib
bainal madzaahibil islaamiyyah (kelompok yang bertujuan ingin
mendekatkan/menyatukan aliran2 dalam islam)”, yang ikut memberikan andil di
dalamnya Imam Al Banna dan Imam Al Qummy (tokoh Syi’ah), dan saling kerjasama
terus berjalan antara IM dan Syi’ah, yang hal ini menjadi sebab kunjungan Imam
Nawwab Shafawy (tokoh Syi’ah) ke Kairo thn 1954 M”. Di halaman yang sama dia
berkata: “Tidak ada yang aneh dalam sikap saling kerjasama tsb, karena prinsip2
yang ada pada kedua kelompok inilah (IM dan Syi’ah) yang melahirkan sikap
saling kerjasama tsb”.
- ‘Umar At Tilmisaany dalam kitabnya “Al mulhamul mauhuub Hasan
Al Banna ustaadzul jiil” (hal. 78, cet. Daarut tauzii’ wan nasyril islaamiyyah)
berkata:
“…
Untuk tujuan mempersatukan kelompok-kelompok inilah Hasan Al Banna pernah
menjamu Syaikh yang mulia Muhammad Al Qummy – salah seorang tokoh besar dan
pentolan Syi’ah – di markas besar IM dalam waktu yang cukup lama, sebagaimana
juga diketahui bahwa Imam Al Banna telah menemui seorang tokoh rujukan Syi’ah,
Aayatullah Al Kaasyaany disela-sela pelaksanaan ibadah haji tahun 1948 M, yang
(pertemuan tsb) menghasilkan kesesuaian paham antara keduanya, (sebagaimana hal
ini) diisyaratkan oleh salah seorang figur IM saat ini yang sekaligus murid
Imam Hasan Al Banna, yaitu Ustadz ‘Abdul Muta’aal Al Jabry dalam kitabnya “Limaadza
ugtiila Hasan Al Banna”…”.
-
Berkata salah seorang tokoh IM yang terkenal, Muhammad Al Gazaaly dalam
kitabnya “Difaa’un ‘anil ‘aqiidati wasy syarii’ati dhiddu mathaa’inil
mustasyrikiin” (sebagaimana yang dinukil oleh tokoh IM lainnya, Dr. ‘Izzuddiin
Ibrahim dalam kitabnya “Mauqifu ‘ulamaa-il muslimiin minasy syii’ati wats
tsauratil islaamiyyah” (Hal. 22):
“Sesungguhnya
jarak perbedaan antara Syi’ah dan Sunnah adalah seperti jarak perbedaan antara
mazhab fikih Abu Hanifah, mazhab fikih Malik, mazhab fikih Syafi’i … kami
memandang semuanya sama dalam mencari hakekat (kebenaran) meskipun caranya
berbeda-beda”.
-
Dalam kitab di atas (hal. 15) Dr. ‘Izzuddiin Ibrahim menukil keterangan dari
tokoh IM lainnya, Dr. Ishak Musa Al Husainy dalam kitabnya “Al Ikhwaanul
Muslimuun kubral harakaatil islaamiyyatil haditsah” bahwa sebagian mahasiswa
dari kalangan Syi’ah yang dulunya pernah belajar di Mesir telah bergabung dalam
kelompok IM, sebagaimana barisan kelompok IM di Irak beranggotakan banyak orang
dari kalangan Syi’ah “Al Imaamiyyah Al itsnai ‘asyariyyah”.
-
Dukungan dan pujian tokoh2 IM terhadap revolusi Syi’ah di Iran, yang terlalu
panjang untuk kami nukilkan dalam tulisan ini, lihat kitab “Mauqifu ‘ulamaa-il
muslimiin minasy syii’ati wats tsauratil islaamiyyah”, yang ditulis oleh salah
seorang tokoh IM, Dr. ‘Izzuddiin Ibrahim (hal. 44-50).
Dan masih banyak ucapan dan sikap IM
lainnya terhadap Syia’ah dan kelompok-kelompok sesat lainnya yang karena
khawatir tulisan ini menjadi terlalu panjang sehingga tidak kami nukilkan
semuanya.
* Sikap IM terhadap penerapan syariat/hukum Islam.
- Banyak
tokoh IM yang berprofesi sebagai Qadhi (hakim) dan pengacara pada peradilan
Mesir yang tidak berdasarkan syariat islam, misalnya Hasan Al Hudhaiby Mursyid
umum ke-2 IM adalah seorang konsultan perundangan
(undang-undang buatan), sebagaimana yang disebutkan oleh ‘Umar At Tilmisaany
dalam kitabnya “Dzikrayaat laa mudzakkiraat” (hal. 180). ‘Umar At Tilmisaany
mursyid ke-3 IM sendiri adalah seorang pengacara hukum, yang ketika Hasan Al
Banna menawarkan kepadanya untuk menjadi salah seorang hakim di Mesir, At
Tilmisaany menolak tawaran tsb dengan tetap mengakui kemulian jabatan sebagai
Hakim di Mesir (?) dan merasa bangga dengan profesinya sebagai pengacara, lihat
kitab “Al Mudzakkiraat” (hal. 261) tulisan At Tilmisaany. Dalam kitab yang sama
(hal. 263) At Tilmisaany berkata:
“Jika
mereka bertanya kepadaku tentang hawa nafsu, maka aku adalah hawa nafsu, anak
hawa nafsu, bapak hawa nafsu dan saudara hawa nafsu (!?)”. Demikian juga salah
seorang petinggi IM, ‘Abdul Qaadir ‘Audah adalah seorang hakim di Mesir yang
sangat dibanggakan oleh orang-orang IM, seperti yang disebutkan oleh At
Tilmisaany dalam kitab yang sama (hal. 281).
-
Berkata Yusuf Al Qardhawy dalam kitabnya “Aulawiyyatul harakatil islaamiyyah
fiil marhalatil qaadimah” (hal. 156-159):
“Wajib
bagi pergerakan Islam pada tahapan mendatang untuk berdiri (tegak) menentang
hukum diktator yang individualis dan kesewenang-wenangan dalam berpolitik serta
penindasan terhadap hak-hak masyarakat, dan hendaknya pergerakan Islam selalu
berada di barisan (yang mendukung) kebebasan berpolitik yang terwujud dalam
sistem demokrasi yang murni dan bukan yang palsu …”.
* Beberapa contoh perbuatan bid’ah yang dihidupkan oleh
tokoh-tokoh IM.
-
Perayaan maulid Nabi r.
Berkata Mahmud ‘Abdul Haliim dalam
kitabnya “Al Ikhwanul muslimun ahdaatsun shana’atit taarikh” (1/109): “Kami
dulu pergi bersama setiap malam ke masjid Sayyidah Zainab, lalu kami
melaksanakan shalai ‘Isya’, kemudian kami keluar dari masjid dan berbaris dalam
beberapa shaff (di luar masjid), di depan kami berdiri ustadz mursyid (Hasan Al
Banna) melantunkan salah satu dari nasyid2 maulid Nabi r, dan kami
mengikuti lantunannya secara bersama-sama dengan suara yang keras (sehingga)
mengundang perhatian (orang)”.
Lihat juga keterangan ‘Abbas As Siisy
dalam kitabnya “Fii qaafilatil ikhwaanil muslimin” (1/48) dan (2/46). Juga
dalam “Majallatud da’wah” (hal. 16, edisi ke-21, bulan Rabi’ul awwal Tahun 1398
H) pimpinan ‘Umar At Tilmisaany ketika menjadi mursyid IM.
- Perayaan malam Isra’ dan Mi’raj. Lihat ucapan At Tilmisaany
dalam “Majallatud da’wah” (hal. 4-5, edisi ke-13, bulan Rajab tahun 1397 H).
Dan ucapan As Siisy dalam kitabnya “Fii qaafilatil ikhwaanil muslimin”
(1/141-142).
-
Perayaan memperingati peristiwa perang Badar.
Berkata Mahmud ‘Abdul haliim dalam
kitabnya “Al Ikhwanul muslimun ahdaatsun shana’atit taarikh” (3/127): “IM
mengadakan pesta perayaan dalam rangka memperingati peristiwa perang Badar di cabang
IM wilayah ‘Abbaasiyyah di Kairo, dalam perayaan tsb disampaikan ceramah
mursyid umum IM yang kemudian dimuat dalam surat kabar pada hari berikutnya”.
-
Perayaan memperingati peristiwa Hijrah Nabi r.
‘Abbas As Siisy dalam kitabnya “Fii
qaafilatil ikhwaanil muslimin” (1/192) menceritakan perayaan IM dalam rangka
memperingati peristiwa Hijrah Nabi r, pada sub judul: Ceramah ustadz mursyid umum (Hasan
Al Banna) dalam perayaan (memeperingati) Hijrah Nabi r di masjid
Sayyidah Zainab.
-
Perayaan dalam rangka mengenang Nawwaab Shafawy (tokoh Syi’ah), yang dilakukan
oleh para mahasiswa IM di Iran, sebagaimana yang diceritakan oleh At Tilmisaany
dalam kitabnya “Dzikrayaat laa mudzakkiraat” (hal. 131).
-
Perayaan ulang tahun (berdirinya) kelompok IM.
Berkata ‘Abbas As Siisy dalam kitabnya
“Fii qaafilatil ikhwaanil muslimin” (1/260): “IM merayakan ulang tahun ke-20
berdirinya kelompok tsb”.
-
Menghidupkan peringatan mengenang kematian Hasan Al Banna.
Berkata Mahmud ‘Abdul haliim dalam
kitabnya “Al Ikhwanul muslimun ahdaatsun shana’atit taarikh” (3/179): “Pada
tanggal 12/2/1953 M para anggota majelis tsaurah menyatakan keinginan mereka
untuk menziarahi tempat pemakaman Hasan Al Banna (dalam rangka) mengenang
kematiannya, maka keinginan tsb disambut baik oleh pihak
IM, sehingga di tempat pemakaman mereka disambut oleh sejumlah besar anggota
IM, yang dipimpin oleh mursyid umum IM (Hasan Al Hudhaiby).
* Beberapa contoh ucapan dan perbuatan lain
dari tokoh-tokoh IM yang menyimpang dari syariat Islam.
- Mursyid
umum IM pertama, Hasan Al Banna adalah pengikut tarekat sufi “Al Hashaafiyyah
Asy Syaadzaliyyah” yang menganut paham kebatinan dan wihadatul wujud (paham
yang meyakini bersatunya wujud Allah r dengan wujud makhluk, maha suci Allah U dari keyakinan
kotor ini). Berkata Hasan Al Banna dalam kitabnya “Mudzakkiraatud da’wati wad
daa’iyah” (hal. 27): “Aku menyertai para pengikut tarekat “Al Hashaafiyyah” di
Damanhuur, dan aku rutin menghadiri “Al Hadhrah” (acara berkumpulnya
orang-orang tarekat untuk menari-nari dan menyanyi) di masjid At Taubah pada
setiap malam … dan (ketika) sayyid ‘Abdul Wahhab (pemberi ijazah keanggotaan
pada tarekat “Al Hashaafiyyah”) datang akupun menerima tarekat “Al Hashaafiyyah
Asy Syaadzaliyyah” darinya, dan dia menyampaikan kepadaku gerakan-gerakan dan
amalan-amalan tarekat ini”. Bahkan dia termasuk pendiri yayasan sufiyah “Al
Hashaafiyyah”, sebagaimana yang diceritakannya sendiri dalam kitabnya tsb (hal.
28). Dalam kitab “Hasan Al Banna biaqlaami talaamidzatihi wa mu’aashiriihi”
(hal. 70-71) Jabir Rizq menukil ucapan Abdurrahman Al Banna (saudara kandung
Hasan Al Banna) tentang sebuah majelis zikir tarekat “Al Hashaafiyyah” yang
dihadiri Hasan Al Banna, yang pada waktu itu dilantunkan sebuah nasyid yang
isinya mengandung keyakinan wihdatul wujud (paham yang meyakini
bersatunya wujud Allah r dengan wujud makhluk, maha suci Allah U dari keyakinan
kotor ini). Kemudian pada kitab yang sama (hal. 71-72) sebuah nasyid
yang berisi keyakinan bahwa Rasulullah r hadir bersama mereka dalam acara peringatan maulid
Nabi r yang mereka adakan (?!).
-
Hasan Al Banna melakukan perjalanan jauh untuk menziarahi kuburan orang-orang
yang diannggap wali (?), sebagaimana yang dia sebutkan sendiri dalam kitabnya
“Mudzakkiraatud da’wati wad daa’iyah” (hal. 33).
وصلى الله وسلم وبارك على نبينا محمد وعلىِ آله وصحبه ومن تبعهم بإحسان إلى
يوم القيامة, وآخر دعوانا أن الحمد لله رب العالمين.
[1] Silahkan pembaca menilai sendiri betapa
jauhnya ucapan ini menyimpang dari kebenaran, karena semua orang muslim –
bahkan orang awam sekalipun – mengetahui bahwa inti permusuhan kita terhadap
orang-orang yahudi dan semua orang-orang kafir lainnya adalah permusuhan karena
agama, Allah I berfirman:
“Orang-orang Yahudi dan Nasrani tidak akan senang
kepada kamu sehingga kamu mengikuti agama mereka” (QS. Al Baqarah:120), Allah
juga berfirman:
“Sesungguhnya orang-orang kafir itu adalah musuh
yang nyata bagimu” (QS. An Nisaa’:101). Dan masih banyak ayat-ayat yang semakna
dengan dua ayat di atas.
[2] Penggalan terakhir ayat ini justru
menunjukkan bahwa permusuhan kita dengan orang-orang Yahudi adalah karena
agama: “ ... dan karena mereka (orang-orang Yahudi) banyak menghalangi
(manusia) dari jalan (agama) Allah” (QS. An Nisaa’:160).
[3]
Keterangan ini juga disebutkan dalam majalah “Liwa-ul islaam (hal. 39, edisi
pertama thn ke-45, bln Ramadhan 1410 H).
0 komentar:
Posting Komentar