HADIAH DARI
CALON LEGISLATIF
Oleh: Ustadz Abul
Abbas Thobroni Hafizhahullah
Demokrasi
adalah salah satu paham yang dianut oleh mayoritas Negara-negara di dunia termasuk
juga di Indonesia, dan tujuan demokrasi adalah mewujudkan kedaulatan rakyatnya.
Indonesia memiliki Pancasila sebagai dasar dan simbol bahwa Indonesia menganut
paham demokrasi. Sila ke-4 dalam pancasila yang berbunyi “Kerakyatan yang
dipimpin oleh hikmat kebijaksanaan dalam permusyawaratan perwakilan”. Dan Salah
satu bentuk yang mencerminkan terlaksananya demokrasi di Indonesia adalah
dilakukannya pemilu untuk memilih wakil rakyat.
Untuk
menggapai tujuan menjadi anggota legislatif atau Kepala Negara, maka
para calon berlomba-lomba untuk mengambil suara masyarakat. Akan tetapi yang
sangat ironi ketika menghalalkan semua cara untuk mencapai tujuan. Oleh karena
itu kita melihat banyak dari calon tersebut yang mengumbar janji-janji
manisnya, demikian diantara mereka ada yang menyebar hadiah dan bingkisan
berupa baju, sembako, topi, atau amplop dan lainnya.
Terus
bagaimana hukum hadiah dan bingkisan tersebut menurut padangan syariat Islam?
Islam
telah mengharamkan Risywah (suap) dengan semua bentuknya, bahkan pelaku suap,
yang disuap, dan orang yang menjadi perantara kedua telah dilaknat oleh Allah
dan Rasulullah.
Dari
Ibnu Umar berkata: “Rasulullah telah melaknat pemberi suap dan yang disuap.” (HR. Abu Dawud dengan Sanad Shahih)
Dalam
riwayat Imam Ahmad: “Rasulullah
melaknat pemberi suap, yang disuap, dan orang yang menjadi perantara antara keduanya”.
Dan
perlu diketahui bahwa hadiah dan cenderamata yang diberikan oleh calon adalah
termasuk bagian dari suap yang diharamkan
dalam Islam.
Komite
tetap fatwa dan penelitian keislaman kerajaan Arab Saudi telah menfatwakan
haram pemberian dan penerimaan hadiah dari calon yang akan ikut pemilihan
legislatif, fatwa nomor 7245, yang ditanda tangani oleh Syaikh Abdul Aziz bin
Baz (ketua), yang berbunyi:
Soal:
Apakah hukum Islam tentang seorang calon anggota legislatif dalam pemilihan
yang memberikan harta kepada rakyat agar mereka memilihnya dalam pemilihan
umum?
Jawab:
Perbuatan calon anggota legislatif yang memberikan sejumlah harta kepada rakyat
dengan tujuan agar mereka memilihnya termasuk risywah (suap) dan
hukumnya haram. (Fatawa Lajnah Daimah, jilid XXIII, hlm. 541)
Oleh
sebab itu hadiah tersebut adalah haram,
dan orang yang terlibat di dalamnya akan mendapatkan laknat dari Allah dan Rasul-Nya. Dan orang yang dilaknat
mencakup 3 golongan:
1.
Calon
yang telah mengeluarkan hadiah supaya ia dipilih.
2.
Pemilih
yang telah mengambil uang suap tersebut entah dia memilih calon yang memberikan
hadiah atau tidak.
3.
Tim sukses dari calon tersebut yang
telah menjadi perantara untuk membagikan suap.
Agama
Islam memandang bahwa jabatan adalah amanah besar yang akan dipertanggung
jawabkan dihadapan Allah, dan amanah ini dipikul oleh pemimpin yang terpilih
untuk mengurusi urusan umum, demikian juga amanah ini dipikul oleh masyarakat
yang memilih mereka apakah memilihnya ikhlas untuk Allah atau karena urusan
duniawi semata.
Dari
Abu Hurairah radhiyallahu'anhu, Rasulullah shallallahu’alaihi wa
sallam bersabda: "Tiga orang yang tidak akan diajak berbicara oleh
Allah kelak pada hari kiamat, Allah tidak akan membersihkan mereka dan mereka
akan memperoleh siksa yang pedih. Pertama, orang yang memiliki air melebihi
kebutuhan dalam perjalanan dan tidak memberikannya kepada musafir (yang
membutuhkannya). Kedua, laki-laki yang membaiat seorang pemimpin hanya karena
dunia. Apabila pemimpin itu memberinya, ia akan memenuhi pembaiatannya, tetapi
apabila tidak diberi, dia tidak akan memenuhinya. Dan ketiga, orang yang
menawarkan dagangannya kepada orang lain sesudah waktu asar, lalu dia bersumpah
bahwa barang dagangan itu telah ditawar sekian oleh orang lain, lalu pembeli
mempercayainya dan membelinya, padahal barang itu belum pernah ditawar sekian
oleh orang lain." (HR. al-Bukhari dan Muslim).
Al-Hafizh
Ibnu Hajar al-'Asqalani asy-Syafi'i berkata dalam Fath al-Bari:
"Pada dasarnya orang membaiat pemimpin itu bertujuan agar ia melakukan
kebenaran, menegakkan batasan-batasan Allah, melakukan amar ma'ruf dan nahi mungkar.
Oleh karena itu, barang siapa yang menjadikan pembaiatannya kepada pemimpin
karena harta yang diterimanya tanpa melihat tujuan utama, maka dia telah
mengalami kerugian yang nyata dan masuk dalam ancaman hadits di atas, serta ia
akan celaka apabila Allah tidak mengampunya. Hadits tersebut menunjukkan bahwa
setiap perbuatan yang tidak bertujuan mencari ridha Allah, tetapi bertujuan
mencari kesenangan dunia, maka amal itu rusak dan pelakunya berdosa. Hanya
Allah-lah yang memberikan taufiq-Nya” (Fathul Bari:13/214)
Semoga
pembahasan ringkas ini bisa bermanfaat untuk kita semua.
0 komentar:
Posting Komentar