Oleh : Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts
‘Ilmiyyah wal Ifta
Hukum
Menyembelih Kambing di Bulan Sya’ban
Pertanyaan
:
Sejak
kecil, saya terbiasa melakukan penyembelihan, atau lebih tepatnya bersedekah
pada malam apapun di bulan Sya’ban. Apakah saya menanggung sesuatu berkaitan
dengan amalan saya itu? Berilah faidah kepada saya, semoga Allah memberikan
faidah kepada Anda.
Jawaban
:
Sedekah,
terlebih lagi sedekah jariyah termasuk jenis taqarrub yang paling agung, tetapi
dengan syarat harus sesuai dengan Syariat yang suci ini, juga harus berasal
dari usaha yang halal, dan diberikan di jalan yang disyari’atkan. Contohnya :
Sedekah kepada fakir miskin, membangun masjid, dan yang lainnya.
Mengaitkan
sedekah dengan waktu khusus yang tidak ditentukan dari sisi Syariat, jika hal
ini berkaitan dengan suatu keyakinan maka tidak diperbolehkan. Berdasarkan hal
itu, jika amalan ini dilaksanakan pada bulan Sya’ban karena adanya keyakinan
terhadap bulan ini atau salah satu hari di bulan ini, maka bukan termasuk dari
bentuk taqarrub yang syar’i.
Wabillahit
taufiq. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga, dan shahabat beliau.
(Fatwa
Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta jilid 2 hal. 257, fatwa
nomor 16.661).
***
Puasa
Setengah Pertama Bulan Sya’ban dan Seluruhnya
Pertanyaan
:
Saya
seorang berkebangsaan Saudi yang berumur sekitar 27 tahun. Saya pernah masuk
penjara dan sungguh saya telah kembali kepada Allah dengan beribadah. Saya
melaksanakan puasa-puasa berikut : Puasa Senin Kamis setiap pekan, puasa tiga
hari setiap bulan, puasa sebulan penuh di bulan Rajab setiap tahun, puasa 10
hari bulan Dzulhijjah, yakni 9 hari di Arafah, puasa ‘Asyura sehari sebelumnya
dan sehari sesudahnya. Saya juga berpuasa enam hari di bulan Syawal dan
berpuasa nishfu Sya’ban.
Pertanyaan
saya : Ada yang mengatakan bahwa sesungguhnya puasa itu hanya di bulan Ramadhan
saja. Adapun puasa selainnya adalah bid’ah dan tidak ada hadits shahih
tentangnya. Perlu diketahui bahwa saya mendapati sebuah hadits shahih dalam
kitab Tanbihul Ghafilin karya Syaikh Abu Al Laits As Samarqandi. Saya
mengharapkan jawaban, apakah berpuasa pada hari-hari tersebut benar ataukah
bid’ah? Perlu diketahui bahwa teman-teman saya di penjara mengatakan
:”Sesungguhnya ini bid’ah, tidak boleh berpuasa pada hari-hari itu.”
Jawaban
:
Puasa
Senin Kamis setiap pekan, puasa tiga hari setiap bulan, puasa tanggal 9
Dzulhijjah, puasa hari ke-10 di bulan Muharram, engkau berpuasa sehari
sebelumnya atau sehari sesudahnya, dan puasa enam hari di bulan Syawal, semua
itu adalah sunnah. Telah shahih hadits-hadits dari Rasulullah shallallahu
‘alaihi wa sallam tentang hal itu. Begitu pula puasa setengah bulan pertama di
bulan Sya’ban dan berpuasa sebulan penuh atau kebanyakan hari di bulan itu,
semuanya adalah sunnah.
Adapun
mengkhususkan hari yang merupakan pertengahan Sya’ban untuk berpuasa, maka hal
itu makruh, tidak ada dalil tentangnya. Kita memohon kepada Allah tambahan
taufiq untukmu.
Adapun
mengkhususkan puasa di bulan Rajab, hal itu juga makruh. Tetapi jika berpuasa
di sebagian bulan itu, dan tidak berpuasa di sebagian sisanya, hilanglah hukum
makruh itu. Kita memohon kepada Allah agar melipatgandakan pahalamu dan
menerima taubatmu.
Wabillahit
taufiq. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga, dan shahabat beliau.
(Fatwa
Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta jilid 10 hal. 385,
fatwa nomor 6139).
***
Doa
di Malam Nishfu Sya’ban
Pertanyaan
:
Doa
apa yang datang dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam pada malam
Nishfu Sya’ban? Dan apakah termasuk sunnah menghidupkan malam ini dengan
berkumpul di masjid dan berdoa dengan doa tertentu serta bertaqarrub kepada Allah?
Jawaban
:
Tidak
ada dalil shahih tentang pengkhususan sebuah doa atau ibadah pada malam Nishfu
Sya’ban. Mengkhususkan malam Nishfu Sya’ban dengan doa atau ibadah tertentu
adalah bid’ah, berdasarkan perkataan Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam :
فإن كل محدثة بدعة وكل بدعة ضلالة
“Sesungguhnya
setiap perkara yang diada-adakan (dalam agama) adalah bid’ah, dan setiap bid’ah
itu sesat.”
Wabillahit
taufiq. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga, dan shahabat beliau.
(Fatwa
Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta 2, jilid 2 hal. 286,
pertanyaan ke-8 dari fatwa nomor 21.264).
***
Mengkhususkan
Sedekah pada Malam Nishfu Sya’ban
Pertanyaan
:
Sesungguhnya
ayah saya ketika masih hidup telah berwasiat kepada saya agar bersedekah
semampu saya pada malam Nishfu Sya’ban di setiap tahun. Sayapun melaksanakannya
sampai sekarang. Tetapi sebagian orang mencela saya karena hal itu. Mereka
berkata : “Amalan itu tidak diperbolehkan.” Apakah sedekah pada malam Nishfu
Sya’ban sebagaimana wasiat ayah saya ini diperbolehkan atau tidak? Berilah
fatwa kepada kami. Semoga Allah membalas Anda dengan kebaikan.
Jawaban
:
Mengkhususkan
malam Nishfu Sya’ban di setiap tahun untuk bersedekah adalah bid’ah. Hal itu
tidak boleh dilakukan walaupun ayahmu telah berwasiat akan hal itu. Hendaknya
engkau tetap melaksanakan wasiat untuk bersedekah itu, tetapi jangan engkau
khususkan pada malam Nishfu Sya’ban. Lakukanlah setiap tahun di bulan apapun,
tanpa mengkhususkan bulan tertentu. Namun yang lebih utama, amalan itu
dilakukan pada bulan Ramadhan.
Wabillahit
taufiq. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga, dan shahabat beliau.
(Fatwa
Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta, jilid 3 hal. 77, fatwa nomor
9760).
***
Lemahnya
Riwayat tentang Keutamaan Nishfu Sya’ban
Pertanyaan
:
Sebagian
ulama mengatakan bahwa telah datang hadits-hadits tentang keutamaan Nishfu
Sya’ban, berpuasa pada waktu itu, dan menghidupkan malamnya. Apakah
hadits-hadits ini shahih? Jika shahih, mohon terangkan kepada kami dengan
keterangan yang memuaskan. Jika tidak shahih, kami mengharap penjelasan dari Anda.
Semoga Allah memberikan pahala kepada Anda.
Jawaban
:
Telah
datang hadits-hadits shahih tentang keutamaan berpuasa pada mayoritas hari di
bulan Sya’ban, hanya saja hadits-hadits tersebut tidak mengkhususkan hari-hari
tertentu. Di antaranya adalah yang terdapat pada Ash Shahihain bahwa ‘Aisyah
radhiallahu ‘anha berkata :
ما رأيت رسول الله صلى الله عليه وسلم
استكمل صيام شهر قط إلا رمضان، وما رأيته في شهر أكثر صياما منه في
شعبان، فكان يصوم شعبان كله إلا قليلاً
“Saya
sama sekali tidak pernah melihat Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam
menyempurnakan puasa satu bulan penuh kecuali pada bulan Ramadhan. Saya juga
tidak pernah melihat beliau banyak berpuasa pada suatu bulan kecuali pada bulan
Sya’ban. Beliau dahulu berpuasa pada bulan Sya’ban seluruhnya kecuali beberapa
hari (tidak berpuasa).”
Dan
dalam hadits Usamah bin Zaid bahwa beliau berkata kepada Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam, “Wahai Rasulullah, saya tidak pernah melihat Anda berpuasa
dalam suatu bulan sebagaimana engkau berpuasa pada bulan Sya’ban.” Maka beliau
menjawab:
ذاك شهر يغفل الناس عنه بين رجب ورمضان، وهو شهر ترفع الأعمال
فيه إلى رب العالمين، فأحب أن يرفع عملي وأنا صائم
“Itu
adalah bulan antara Rajab dan Ramadhan yang manusia lalai darinya. Dan ia
adalah bulan yang padanya segala amalan akan diangkat kepada Rabbul ‘Alamin.
Saya ingin amalan saya diangkat, sementara saya sedang berpuasa.” (Riwayat Al Imam Ahmad dan An Nasa’i).
Dan
tidak ada satu hadits shahihpun yang menjelaskan bahwa beliau shallallahu
‘alaihi wa sallam memilih satu atau beberapa hari di bulan Sya’ban khusus untuk
berpuasa.
Telah
datang beberapa hadits yang lemah tentang shalat di malam Nishfu Sya’ban dan
puasa di siang harinya. Di antaranya adalah apa yang diriwayatkan oleh Ibnu
Majah dalam Sunan beliau, dari Nabi shallallahu ‘alaihi wa sallam, bahwa beliau
berkata :
إذا كان ليلة نصف شعبان فقوموا ليلها
وصوموا نهارها، فإن الله تعالى ينزل فيها لغروب الشمس إلى سماء الدنيا، فيقول:
ألا مستغفر فأغفر له، ألا مسترزق فأرزقه، ألا مبتلى فأعافيه ألا كذا
حتى يطلع الفجر
“Jika
telah datang malam Nishfu Sya’ban, hendaklah kalian shalat di malamnya dan
puasa di siang harinya. Karena sejak terbenam matahari, Allah ta’ala turun pada
malam tersebut ke langit dunia. Lalu Dia berkata: “Adakah yang meminta ampun
kepadaKu sehingga Aku mengampuninya. Adakah yang meminta rezeki kepadaKu
sehingga Aku memberi rezeki kepadanya. Adakah yang tertimpa bala` sehingga Aku
hilangkan bala` tersebut darinya. Adakah yang begini dan begitu…,” sampai
terbitnya fajar.”
Ibnu
Hibban sungguh telah menshahihkan sebagian hadits yang datang tentang keutamaan
menghidupkan malam Nishfu Sya’ban. Di antaranya adalah apa yang diriwayatkan
oleh beliau dalam Shahih beliau, dari ‘Aisyah radhiallahu ‘anha bahwa beliau
berkata :
فقدت رسول الله صلى الله عليه وسلم، فخرجت
فإذا هو في البقيع رافع رأسه، فقال: أكنت تخافين
أن يحيف الله عليك ورسوله؟ فقلت: يا رسول الله، ظننت أنك أتيت
بعض
نسائك، فقال: إن الله تبارك وتعالى ينزل ليلة النصف من شعبان إلى سماء
الدنيا
فيغفر لأكثر من عدد شعر غنم كلب
“Saya
kehilangan Rasulullah shallallahu ‘alaihi wa sallam. Maka sayapun keluar.
Ternyata beliau berada di Baqi’ dalam keadaan mengangkat kepala. Beliaupun
berkata,”Apakah engkau khawatir Allah dan Rasul-Nya akan berbuat tidak adil
terhadapmu?” Saya berkata,” Wahai Rasulullah, saya mengira Anda mendatangi
sebagian istri Anda yang lain.” Beliau berkata,”Sesungguhnya Allah Yang Maha
Suci dan Tinggi turun ke langit dunia pada malam Nishfu Sya’ban, lalu
mengampuni hamba yang jumlahnya lebih banyak dari bulu domba.”
Al
Bukhari sungguh telah melemahkan hadits tersebut. Mayoritas ulama juga
memandang lemahnya riwayat yang datang tentang keutamaan malam Nishfu Sya’ban
dan puasa di siang harinya. Merupakan hal yang telah diketahui di sisi ulama
Ahlul Hadits tentang bermudah-mudahannya Ibnu Hibban dalam menshahihkan hadits.
Secara
global, menurut para peneliti dari ulama Ahli Hadits, tidak ada satupun hadits
shahih yang menunjukkan tentang keutamaan menghidupkan malam Nishfu Sya’ban dan
puasa di siang harinya. Oleh karena itu, mereka mengingkari shalat malam di malam
Nishfu Sya’ban dan juga mengingkari pengkhususan puasa di siang harinya. Mereka
mengatakan bahwa hal itu adalah bid’ah.
Suatu
kelompok dari orang-orang yang senang beribadah mengagungkan malam tersebut
dengan bersandar pada hadits-hadits lemah, lalu hal tersebut menjadi terkenal
dari mereka. Akhirnya banyak orang yang mengikuti mereka dalam keadaan berbaik
sangka terhadap mereka. Bahkan karena berlebihannya sebagian mereka dalam
mengagungkan malam Nishfu Sya’ban, mereka berkata,”Sesungguhnya malam itu
adalah malam yang diberkahi, yang padanya Al Qur’an diturunkan, dan bahwasanya
pada malam itu diputuskan segala urusan yang penuh hikmah. Merekapun
menjadikannya sebagai tafsir firman Allah ta’ala :
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ
مُّبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ فِيهَا ﴿٣﴾
يُفْرَقُ كُلُّ أَمْرٍ حَكِيمٍ ﴿٤﴾
“Sesungguhnya
Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi. Sesungguhnya Kamilah yang
memberi peringatan. Pada malam itu diputuskan segala urusan yang penuh hikmah.” (Ad Dukhan :3-4)
Ini
termasuk kesalahan yang jelas dan penyelewengan Al Qur’an dari
tempat-tempatnya. Karena sesungguhnya yang dimaksud dengan “malam yang
diberkahi” pada ayat tersebut adalah Lailatul Qadr, berdasarkan firmanNya :
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ الْقَدْرِ
“Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan.” (Al Qadr : 1).
Dan
Lailatul Qadr berada di bulan Ramadhan, berdasarkan hadits-hadits yang datang
tentangnya, juga berdasarkan perkataan Allah ta’ala :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى
لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ
“(Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, serta pembeda (antara yang hak dan
yang bathil).” (Al Baqarah : 185).
Wabillahit
taufiq. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga, dan shahabat beliau.
(Fatwa
Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta, jilid 3 hal. 61-63,
pertanyaan ke-2 dari fatwa nomor 884).
***
Orang
yang Mengatakan Bahwa Turunnya Al Qur’an adalah pada Malam Nishfu Sya’ban Maka
Dia Telah Keliru
Pertanyaan
:
Allah
ta’ala berfirman :
حم ﴿١﴾ وَالْكِتَابِ الْمُبِينِ ﴿٢﴾
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ ﴿٣﴾
“Haa
miim. Demi kitab (Al Quran) yang menjelaskan. Sesungguhnya Kami menurunkannya
pada suatu malam yang diberkahi. Sesungguhnya Kami-lah yang memberi
peringatan.” (Ad Dukhan : 1-3).
Saya
membaca di Tafsir Jalalain karya Jalaluddin Al Mahalli dan Jalaluddin As
Suyuthi tentang tafsir firman Allah ta’ala :
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةٍ مُّبَارَكَةٍ ۚ إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ ﴿٣﴾
“Sesungguhnya
Kami menurunkannya pada suatu malam yang diberkahi. Sesungguhnya Kami-lah yang
memberi peringatan.”
(Ad Dukhan : 3).
Bahwa
malam itu adalah Lailatul Qadr atau malam Nishfu Sya’ban. Pada malam itu
turunlah dari Ummul Kitab dari langit ketujuh ke langit dunia. Saya telah
banyak bertanya kepada beberapa orang masyayikh, dan mereka memberi faidah
kepada saya bahwa Lailatul Qadr itu ada pada bulan Ramadhan. Saya mengharap
penjelasan tentang tafsir ayat ini. Semoga Allah memberi perlindungan kepada Anda.
Jawaban
:
Allah
Yang Maha Luhur KeadaanNya telah bersumpah dengan Kitabnya Yang Agung yang
merupakan tanda-tanda kekuasaanNya yang Dia berikan kepada Muhammad shallallahu
‘alaihi wa sallam, untuk menjadi mu’jizat dan hujjah bagi beliau atas kerasulan
beliau, bahwa Dia menurunkan Al Qur’an Al Karim kepada beliau pada sebuah malam
yang diberkahi, yang banyak kebaikannya, yaitu Lailatul Qadar, sebagaimana
firmanNya :
إِنَّا أَنزَلْنَاهُ فِي لَيْلَةِ
الْقَدْرِ ﴿١﴾ وَمَا أَدْرَاكَ مَا لَيْلَةُ
الْقَدْرِ ﴿٢﴾ لَيْلَةُ الْقَدْرِ خَيْرٌ مِّنْ
أَلْفِ شَهْرٍ ﴿٣﴾
“Sesungguhnya
Kami telah menurunkannya (Al Quran) pada malam kemuliaan. Dan tahukah kamu
apakah malam kemuliaan itu? Malam kemuliaan itu lebih baik dari seribu bulan.” (Al Qadr : 1-3). Sampai akhir surat.
Lailatul
Qadar berada di bulan Ramadhan, berdasarkan perkataanNya :
شَهْرُ رَمَضَانَ الَّذِي أُنزِلَ فِيهِ الْقُرْآنُ هُدًى
لِّلنَّاسِ وَبَيِّنَاتٍ مِّنَ الْهُدَىٰ وَالْفُرْقَانِ
“(Beberapa
hari yang ditentukan itu ialah) bulan Ramadhan, bulan yang di dalamnya
diturunkan (permulaan) Al Quran sebagai petunjuk bagi manusia dan
penjelasan-penjelasan mengenai petunjuk itu, serta pembeda (antara yang hak dan
yang bathil).” (Al Baqarah : 185).
Barangsiapa
yang mengatakan bahwa malam itu adalah malam Nishfu Sya’ban, maka dia telah
keliru dan tidak sesuai dengan hakikat yang sebenarnya karena dia menyelisihi
nash-nash Al Qu’ran serta hadits-hadits Nabi yang kokoh yang telah menjelaskan,
menentukan, dan menyebut nama malam itu.
Orang
yang mengatakan bahwa malam itu adalah malam Nishfu Sya’ban tidak memiliki
dalil yang dia jadikan pegangan dari Al Kitab maupun As Sunnah yang kokoh dalam
menafsirkan “malam yang diberkahi” dengan tafsiran itu. Masalahnya bukanlah
masalah logika sehingga dikatakan tentangnya berdasarkan akal atau
argumen-argumen yang bersifat logika. Masalah itu berkaitan dengan wahyu
sehingga yang dijadikan pegangan adalah nukilan-nukilan dari Al Kitab maupun As
Sunnah yang kokoh.
Kemudian
Allah subhanahu menjelaskan ketetapanNya yang adil dan rahmatNya yang meliputi
hamba-hambaNya dengan firmanNya :
إِنَّا كُنَّا مُنذِرِينَ ﴿٣﴾
“Sesungguhnya
Kami-lah yang memberi peringatan.”
(Ad Dukhan : 3).
Yaitu
mengutus para Rasul yang menyampaikan dari Allah syariatNya dan hidayahNya
kepada mereka, juga menjadikan mereka takut terhadap hukuman yang ditimpakan
kepada orang-orang yang menyelisihi perintah-perintah dan larangan-laranganNya,
dalam rangka menegakkan keadilanNya dan menjatuhkan alasan-alasan makhlukNya.
Juga sebagi bentuk rahmat dariNya terhadap hamba-hambaNya, sebagaimana
perkataanNya :
رُّسُلًا مُّبَشِّرِينَ وَمُنذِرِينَ
لِئَلَّا يَكُونَ لِلنَّاسِ عَلَى اللَّهِ حُجَّةٌ بَعْدَ الرُّسُلِ ۚ وَكَانَ اللَّهُ عَزِيزًا حَكِيمًا ﴿١٦٥﴾
“(Mereka
Kami utus) selaku Rasul-Rasul pembawa berita gembira dan pemberi peringatan,
agar tidak ada alasan bagi manusia membantah Allah sesudah diutusnya
Rasul-Rasul itu. Allah Maha Perkasa lagi Maha Bijaksana.” (An Nisa : 165).
Dan
sebagaimana firmanNya :
ذَٰلِكَ أَن لَّمْ يَكُن رَّبُّكَ مُهْلِكَ الْقُرَىٰ بِظُلْمٍ
وَأَهْلُهَا غَافِلُونَ
“Yang
demikian itu adalah karena Rabbmu tidaklah membinasakan kota-kota secara
dhalim, sedang penduduknya dalam keadaan lengah (belum diutus Rasul kepada
mereka).” (Al An’am : 131).
Wabillahit
taufiq. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga, dan shahabat beliau.
(Fatwa
Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta, jilid 4 hal. 309-310, fatwa
nomor 2122).
***
Hukum
Mengadakan Peringatan Maulid Nabi -shallallahu ‘alaihi wa sallam- dan Nishfu
Sya’ban
Pertanyaan
:
Apakah
diperbolehkan mengadakan peringatan acara-acara keagamaan seperti Maulid Nabi
shallallahu ‘alaihi wa sallam, Nishfu Sya’ban, dan semisalnya sesuai dengan
waktu-waktunya?
Jawaban
:
·
Tidak diperbolehkan mengadakan acara perayaan-perayaan yang bid’ah.
·
Di dalam Islam hanya ada dua perayaan : Idul Adha dan Idul Fitri. Pada dua
perayaan tersebut disyariatkan untuk menampakkan kegembiraan dan melaksanakan
apa yang diperintahkan oleh Allah Yang Maha Suci, seperti shalat dan yang
lainnya, tetapi tidak diperbolehkan untuk menghalalkan apa yang diharamkan oleh
Allah ‘Azza wa Jalla pada dua waktu tersebut.
·
Tidak diperbolehkan mengadakan acara peringatan Maulid Nabi shallallahu
‘alaihi wa sallam maupun maulid (ulang tahun) selain beliau. Sebab, beliau
shallallahu ‘alaihi wa sallam tidak melakukannya dan tidak pula
mensyariatkannya atas umat beliau. Demikian pula shahabat beliau radhiallahu
‘anhum serta pendahulu umat ini setelah mereka dari generasi-generasi yang
memiliki keutamaan, tidak pernah melakukannya. Segala kebaikan ada pada
peneledanan terhadap mereka.
·
Acara peringatan malam Nishfu Sya’ban adalah bid’ah. Demikian pula peringatan
malam ke-27 di bulan Rajab yang dinamakan oleh sebagian orang sebagai malam
Isra’ Mi’raj. Penjelasannya telah disebutkan pada point sebelumnya.
Wabillahit
taufiq. Semoga shalawat dan salam senantiasa tercurah kepada Nabi kita
Muhammad, keluarga, dan shahabat beliau.
(Fatwa
Al Lajnah Ad Daimah Lil Buhuts ‘Ilmiyyah wal Ifta jilid 3 hal. 80-83,
pertanyaan pertama dari fatwa nomor 5738).
Sumber
: http://www.alifta.net/Default.aspx Oleh:
http://media-sunni.blogspot.com/
0 komentar:
Posting Komentar